Pegiat Anti Korupsi: Thomas Wattimena Harus Tersangka

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Pencairan anggaran Rp 31 miliar dengan pekerjaan yang terbengkalai jadi bukti awal yang kuat.

Penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi di mega proyek pembangunan jalan bernilai Rp 31 miliar dari pos anggaran Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), tahun 2018, harus dilakukan serius Kejaksaan Tinggi (Kejati), Maluku.

Pendapat ini disampaikan salah satu aktivis atau pengiat anti korupsi, Hamid Fakaubun, yang juga Direktur Utama Mollucas Corruption Watch (MCW) Wilayah Maluku, kepada Kabar Timur, Minggu, kemarin.

Dari data dan laporan yang diterima pihaknya, menurut dia, kasus korupsi di proyek ini sungguh terang dan peran Thomas Wattimena dalam kasus ini juga nyata. “Jadi bila Kejati coba hentikan proses penyelidikannya, saya dan lembaya saya akan minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI melakukan supervisi, atau mengambil alih penanganan kasusnya,” kata Hamid Fakaubun.

Dia mengaku, MCW sebagai mitra strategis KPK di daerah. Dengan bila penyelidikan kasus ini sengaja diperlambat atau dihentikan, kami akan minta KPK supervisi, atau kalau bisa ambil alih penanganan kasusnya,” tambah dia.

Menurut Hamid, selain memantau kerja Kejati Maluku, MCW Wilayah Maluku juga saat ini masih mengumpulkan data-data proyek pembangunan jalan sepanjang 24 KM di Kecamatan Inamosol yang dikerjakan PT Bias Sinar Abadi. Sehingga, data tersebut dapat diserahkan ke KPK untuk ditindaklanjuti.

"Kami tidak diam, kami juga kerja, kami terus kumpulkan data-data di lapangan. Jika sudah cukup, maka akan kami serahkan ke KPK. Apalagi, permintaan agar KPK ikut turun tangan juga bagian dari keinginan masyarakat SBB, dengan maksud kasus ini disidangkan di pengadilan," tandasnya.

Hamid mengungkapkan, mantan Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten SBB, Thomas Wattimena, beserta pihak ketiga dari PT. Bias Sinar Abadi, harus bertanggung jawab atas mangkraknya proyek yang telah menghabiskan anggaran senilai Rp 31 miliar. Sebab, anggaran proyek telah dicairkan 100 persen sementara pekerjaan di lapangan masih terbengkalai.

"Apapun presentasi hasil penyelidikannya, Kadis PUPR selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan pihak ketiga dalam hal ini kontraktor atau pelaksana proyek di lapangan, harus ditetapkan sebagai tersangka guna mempertanggung jawabkan perbuatannya atas proyek mangkrak ini," tegas Hamid.

Informasi sumber media ini men­­yebutkan, mulus­nya pencairan 100 persen anggaran pembangunan jalan yang dikerjakan PT Bias Sinar Abadi se­panjang 24 KM itu, karena melibatkan ban­yak pihak.

Dimana, PT. Bias Sinar Abadi beserta anak perusahaannya diduga telah memberikan komisi sebagai dana ‘pelicin’ kepada pihak terkait untuk memperlancar pen­cairan anggaran proyek yang dialokasikan melalui APBD Kabupaten SBB melalui Dinas PUPR tahun 2018

“Untuk melancarkan aksi yang diduga korupsi berjamaah itu, mereka memberikan komisi kepada oknum-oknum di instansi terkait dan beberapa orang yang terkait erat dengan proyek itu,” jelas sumber media ini seraya meminta dirahasiakan namanya.

PT. Bias Sinar Abadi, lanjut dia, juga diduga memberikan dana pelicin kepada beberapa pihak dengan tujuan untuk memperlancar pen­yerapan anggaran, kendati progres pekerjaan di lapangan tak sesuai penyerapan anggarannya.

"Sampai saat ini, pekerjaan-pekerjaan yang belum diselesaikan antara lain, penyiapan dan pembentukan badan jalan sepanjang kurang lebih 11 KM, pemasangan Aramco kurang lebih 15 titik, penghamparan Aggregat Klas C sekitar 1.400m3, dan Galian Drainase dan Saluran Air (Keseluruhan),” ungkapnya.

Ironisnya, lanjut dia, berdasarkan perjanjian penyelesaian kontrak kerja, seharusnya dise­lesaikan pada Desember 2018. Namun, fakta di lapangan jalan di Kecamatan Inamosol yang dikerjakan PT Bias Sinar Abadi, belum rampung hingga kini. (*/KT)

Komentar

Loading...