Kasus Tipikor Proyek Rambatu-Manusa

Thomas Wattimena Bertanggung Jawab

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Pembangunan Jalan Lingkar Buano, Embung dan Bangunan Air dan Pembangunan Jalan Desa Buria –Desa Lohia Sapalewa juga bermasalah.

PUPR Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), dipimpin Thomas Wattimena terdapat empat mega proyek jalan di kabupaten itu bermasalah salah satunya: Proyek Jalan penghubung Desa Rambatu-Manusa, Kecamatan Inamosol, Kabupaten SBB, 2018 Rp. 31 miliar.

Demikian dikutip dari laporan dugaan korupsi yang dilayangkan kepada dua institusi hukum, Kejati Maluku dan Reskrimsus Polda Maluku. Dari laporan tersebut, Kejati Maluku, telah bergerak melakukan pengusutan terkait proyek Jalan Rambatu-Manusa.

Proyek jumbo tahun 2018 ini bernilai Rp 31 miliar. Realisasi 100 persen, kendati pekerjaan tak kunjung beres. Proses pencairan dana ini mulus dilakukan dengan cara pihak perusahaan membagi

“pelicin” kepada pihak-pihak yang berkuasa dan berkompoten dalam mega proyek tersebut, salah satunya PUPR SBB, yang dikomandoi Thomas Wattimena.

“Banyak pihak, mulai bupati sampai wakil bupati yang saat ini menjabat sebagai bupati ikut kecipratan dana pelincin pencairan proyek itu,” kutip laporan, yang disampaikan salah salah alat negara kepada dua institusi hukum itu.

Diproyek ini korps Adhiyaksa Maluku sudah memeriksa sejumlah pihak, diantaranya mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten SBB, Thomas Wattimena, Karyawan PT Bias Sinar Abadi, dan salah satu ahli dari Politeknik Negeri Ambon.

PT Bias Sinar Abadi merupakan perusahaan yang menggarap mega proyek itu yang sampai saat ini masih berupa jalan tanah sepanjang 24 KM. Direktur PT. Bias Sinar Abadi, yang berulang-ulang dipanggil jaksa untuk kepentingan penyelidikan kerap mangkir. Pihak perusahan hanya mengutus karyawan biasa menghadap.

Thomas Wattimena disebut-sebut sebagai “dalang” dari pencaiaran dana Rp 31 miliar dengan realisasi pekerjaan yang masih separuh jalan. “Yang paling bertanggung jawab dalam realisasi pencaiaran anggaran tentu Kadis PUPR. Karena dia (PUPR), tahu secara teknis pekerjaan itu,” kata Ahmad salah satu peneliti dari Institut Indonesia For Intigrity (INFIT), kepada Kabar Timur, tadi malam.

Karenanya, Menurut dari konstruksi kasus sebagai paket proyek ini, semua pihak mulai dari KPK, PPK, Konsultan dan pihak kontraktor bertanggung jawab. Selain mereka, juga para pejabat yang menerima “hadiah” berupa uang untuk memuluskan pencairan seratus persen dari proyek tersebut.

“Jadi yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini adalah Kadis PUPR. Sebagai KPA (Kuasa Pengguna Anggaran), merekomendasi pencairan seratus persen proyek senilai Rp 31 miliar, sementara pekerjaannya tidak rampung,” ujarnya.

Selain itu, tercatat ada empat anak perusahaan dari PT Bias Sinar Abadi, diantaranya: PT Karya Utama Persada, yang mengerjakan di Pembangunan Ruas Jalan Lingkar Buano Tahap II, anggaran 2019.

PT Frischa Papua Abadi mengerjakan proyek pembangunan embung tahun 2019, PT Barkah Muatiara Selaras mengerjakan proyek ruas jalan desa Buria Desa Lohia tahun 2018. Keempat paket proyek ini dikerjakan PT Bias Sinar Abadi dengan dua bendera perusahaan yang masih dibawa kendali PT Bias Sinar Abadi.

“Jadi di tahun anggaran 2019 jalan lingkar Buano dan proyek embun. Dan, tahun 2018 juga mereka garap dua paket jumbo salah satunya yang sementara diusut itu. Kempat paket proyek ini juga bermasalah,” sebut sumber itu.

Sebagaimana dikethui proyek yang gunakan DAK 2018 Rp 31 Miliar, penyerapan anggarannya sudah 100 persen pada akhir tahun 2018, tapi pekerjaannya masih berjalan hingga saat ini.

Perjanjian penyelesaian kontrak, kerja seharusnya diselesaikan bulan Desember 2018. Tapi sesuai fakta di lapangan, pembangunan jalan di Kecamatan Inamosol masih berupa jalan tanah.

"Adapun pekerjaan – pekerjaan yang belum diselesaikan antara lain, penyiapan dan pembentukan badan jalan sepanjang kurang lebih, 11KM, Pemasangan Aramco kurang lebih 15 titik, Penghamparan Aggregat Klas C kurang lebih 1400m3, dan Galian Drainase dan Saluran Air (Keseluruhan),"jelasnya.

Perencanaan pembangunan, lanjut dia, tidak sesuai keadaan di lapangan, dikarenakan nilai-nilai volume yang terdapat di BOQ (BILL Of Quantity) perencanaan hanya berdasarkan estimasi nilai anggaran yang akan diajukan/dianggarkan ke kementrian PUPR dan Kementrian Keuangan.

Akibatnya pembangunan tersebut tidak efektif dan perlu perbaikan lanjut agar dapat dimanfaatkan masyarakat setempat. Pihak yang melaksanakan pekerjaan hanya mengacu pada pekerjaan galian dan timbunan untuk menentukan jenjang efektif dari pekerjaan itu.

Terkait hal itu, pihak yang paling bertanggungjawab adalah Bupati SBB selaku Pemerintah Daerah, Dinas PUPR sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah daerah dan pengambil keputusan.

"Dinas PUPR sebagai perpanjangan tangan pemerintah daerah dan pengambil keputusan, saya rasa punya deal-deal khusus dengan PT Bias Sinar Abadi. Makanya saya berani katakan, kalau Thomas Wattimena harus tersangka,"tegasnya.

Kasus dugaan korupsi, proyek jalan penghubung Desa Kasus dugaan korupsi, proyek jalan penghubung Desa Rambatu-Manusa, tambah dia, diduga hanya satu dari sekian banyak kasus proyek PUPR dibawah kepemimpinan Thomas Wattimena, yang belum terungkap ke publik.

"Kami sarankan kepada Jaksa untuk selidiki lagi, selain Rambatu-Manusa, pasti ada yang lain lagi. Seperti Pembangunan Ruas Jalan Lingkar Buano , Pembangunan Embung dan Bangunan Air, dan Pembangunan Ruas Jalan Desa Buria –Desa Lohia Sapalewa, itu semua harus diusut,"tutupnya. (KTE)

Komentar

Loading...