Soal Kasus Korupsi di DPRD Kota

49 Orang Diperiksa, Tersangka Masih “Gelap”

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Terhitung 29 hari sudah sejak 15 November hingga 13 Desember 2021, Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon, melakukan penyelidikan terhadap temuan BPK Rp 5,3 Miliar di Sekretariat DPRD Kota Ambon, tahun anggaran 2020.

Pemeriksaan terhadap sejumlah pihak yang jumlahnya telah menembus angka 49 orang, sudah dilakukan oleh Tim Jaksa Penyelidik Kejari Ambon, sejak 19 November, hingga Kamis 9 Desember 2021 akhir pekan kemarin.

Mulai dari PPK, Kontraktor, pegawai, staf keuangan, Mantan Sekwan DPRD Kota, Sekwan DPRD Kota, Kepala Bappeda Litbang, hingga mantan Sekertaris Kota Ambon, A. G Latuheru, telah digarap Jaksa.

Walaupun sudah hampir sebulan melakukan penyelidikan, dan memeriksa puluhan orang terkait temuan BPK itu, namun belum juga ada tanda-tanda "Naik Kelas", atau penetapan tersangka.

Pemeriksaan yang dilakukan Kejari pun mendapat banyak penilaian buruk. Ada yang menilai, Kejari Ambon sengaja memperlambat proses penetapan tersangka, dengan melakukan pemeriksaan kepada aktor-aktor yang bukan inti dalam perkara itu.

Bahkan, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ambon, Frits Dian Nalle, kepada media beberapa waktu lalu, telah mengungkapkan bahwa realisasi belanja biaya rumah tangga bagi tiga pimpinan DPRD Kota Ambon, sebesar Rp 690 terindikasi.

Tidak hanya itu, Kajari pun mengetahui pasti kondisi rumah dinas Ketua DPRD Kota Ambon, Ely Toisutta, yang berlokasi di Karang Panjang Kota Ambon, yang tidak terawat, karena tak ada satupun penghuni didalamnya.

Kendati demikian, Kejari Ambon hingga kini belum juga mengarahkan sasaran penyelidikan kepada para pimpinan DPRD Kota Ambon, yang dianggap merupakan aktor-aktor utama, guna membongkar kasus Rp 5,3 Miliar.

Kepala Seksi (Kasi) Intel Kejari Ambon, Djino Talakua, yang selama ini memiliki kewenangan memberikan informasi seputar kasus tersebut pun, blak-blakan soal jadwal pemeriksaan para Pimpinan Dewan.

"Terkait dengan jadwal Pemeriksaan Pimpinan dan Anggota DPRD Kota, nanti akan kita informasikan,"jawab Djino menanggapi pertanyaan wartawan.

SURATI KPK

Kejari Ambon dinilai sangat lambat menangani kasus temuan BPK di DPRD Kota Ambon, senilai Rp 5,3 Miliar, dan terindikasi memperlambat proses dengan melibatkan banyak saksi, pada penyelidikan guna menghilangkan barang bukti.

Pengacara Salahudin Hamid Fakaubun, kepada Kabar Timur, Minggu (12/12) kemarin mengaku, 29 hari penyelidikan dengan 49 orang diperiksa namun belum ada tersangka, merupakan satu proses yang sangat ganjal.

Guna menuntaskan kasus dugaan tindak pidana korupsi di DPRD Kota Ambon, pihaknya akan menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), agar mengambil alih penanganan kasus tersebut dari Kejari Ambon.

"Sampai saat ini belum ada seorangpun yang ditetapkan sebagai tersangka. Kami menilai kerja-kerja Kejaksaan Negeri Ambon sangat lambat, dan terindikasi ada upaya untuk menghambat penanganan perkara ini,"tegasnya.

"Untuk itu, kami akan surati kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk mengambil alih penanganan dugaan kasus tersebut, sebelum ada bukti-bukti yang nantinya dihilangkan,"tambahnya.

Dia menjelaskan, KPK bisa saja mengambil kasus itu, berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bab I Pasal (1).

"Dalam pasal tersebut menyebutkan, KPK adalah lembaga negara, yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna, terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi,"terangnya.

Tindak pidana korupsi yang dimaksud, sambung Hamid, dalam konteks itu yakni setiap orang atau korporasi yang memperkaya diri sendiri, dengan tindakan melawan hukum, maka pernyataan ini dapat ditemukan pada UU No 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi.

"Berdasarkan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, badan khusus tersebut yang selanjutnya disebut KPK, memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan,"paparnya.

Sedangkan mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata kerja dan pertanggung jawaban, tugas dan wewenang, serta keanggotaannya telah diatur dengan Undang-undang.

Undang-Undang ini dibentuk berdasarkan ketentuan, yang dimuat dalam UU tersebut. Pada saat sekarang, pemberantasan tindak pidana korupsi sudah dilaksanakan oleh berbagai institusi, seperti kejaksaan dan kepolisian dan badan-badan lain yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Oleh karena itu, pengaturan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam Undang-Undang itu dilakukan secara berhati-hati, agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dengan berbagai instansi tersebut.

Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi, meliputi tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi, yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.

"Kemudian penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi, bisa diambil alih KPK apabila, kasus tersebut meresahkan masyarakat, dan merugikan negara paling sedikit Rp 1 Miliar. Sementara di DPRD ini Rp 5,3 Miliar bos,"tandasnya. (KTE)

Komentar

Loading...