PH Minta Bebaskan Oddie Orno

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Dalam pembelaannya, dua penasehat hukum Desianus Orno alias Oddie Orno pada pokoknya menyatakan klien mereka tidak terbukti memenuhi unsur korupsi sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Kedua penasehat hukum, Ferel Sahetapy dan Hendry Lusikooy bahkan meminta majelis hakim Jeny Tulak Cs membebaskan Orno dari dakwaan maupun tuntutan JPU.
Dalam amar pledoi (pembelaan) nya, kedua penasehat hukum antara lain mendasarkan pembelaan mereka dengan dalil praperadilan yang dimohonkan untuk Orno telah dikabulkan 30 Agustus 2021 lalu.
Dengan begitu status tersangka Orno menurut mereka seharusnya gugur dengan sendirinya terkait aspek formilnya. Tapi perkara pokok (materiil), dugaan korupsi pengadaan 4 unit Speedboat Dishub-Kominfo Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) tetap dilanjutkan Kejati Maluku.
Hingga Oddie Orno dihadapkan ke meja hijau Pengadilan Tipikor Ambon yang didaftarkan pihak Kejati 31 Agustus 2021, atau hanya berselang satu hari sejak status tersangka Orno digugurkan oleh hakim tunggal Lucky Kalalo di praperadilan tersebut.
Sebelumnya Desianus Oddie Orno, kontraktor Speedboat, Margaretha Simatauw, dan PPK Riko Kontul Cs dituntut ringan oleh jaksa dalam persidangan 2 Desember lalu. Para terdakwa dinyatakan tidak terbukti melakukan korupsi dalam perkara pokok (primair).
Alhasil Oddie Orno, kontrakator Margaretha Simatauw dan PPTK Riko Kontul masing-masing hanya dituntut 2 tahun penjara, denda Rp 200 juta setelah terbukti bersalah dalam dakwaan subsider JPU Ahmad Attamimy, dari Kejati.
Dalam pembelaan yang disampaikan Hendry Lusikooy dan Ferrel Sahetapy di persidangan Kamis (19/12) kemarin.
Mereka berpendapat dakwaan primer tidak terbukti karena perbuatan Orno tidak memenuhi unsur korupsi sebagaimana diatur pasal 2 ayat (1) ke-1 UU anti korupsi No 31/1999.
Begitu pun pasal 3 undang-undang tersebut, niat jahat menguntungkan diri sendiri tidak terbukti. Pada kesempatan itu kedua penasehat hukum juga menjelaskan pembelaan terhadap Orno, sama atas pembelaan terdakwa Margaretha Simatauw.
Menurut Hendry Lusikooy dan Ferrel Sahetapy, terdakwa Margareta Simatauw juga tidak terbukti merugikan keuangan negara sebagaimana klien mereka Oddie Orno.
"Delik formil telah berubah jadi delik materil, maka harus dibuktikan secara nyata hasil LHP BPK RI 28 Mei 2018 itu," tandas Hendry Lusikooy di persidangan kemarin, Kamis (19/12) di Pengadilan Tipikor Ambon.
Faktanya sebut, Hendry, terdakwa kontraktor speedboat Margaretha Simatauw telah melakukan pengembalian kerugian negara atas proyek pengadaan tahun 2016 itu. Hal tersebut menunjukkan komitmen Orno selaku KPA, meminta Margaretha menyetor kembali ke kas daerah melalui Bank Maluku Cabang Tiakur, senilai Rp 1,365 miliar sekian.
Dengan kata lain penyetoran kembali dana yang diterima kontraktor seperti direkomendasikan pihak BPK RI, bila 4 unit Speedboat tidak diganti secara fisik dalam jangka waktu 4 bulan sudah dilakukan terdakwa Orno maupun Margaretha.
Apalagi pengembalian tersebut oleh kedua pihak dilakukan masih dalam rentang waktu rekomendasi masih berlaku.
Tapi anenya, pihak Ditreskrimsus Polda Maluku tetap melakukan pengusutan atas kasus tersebut.
Tidak masalah juga, lanjut dia, Ditreskrimsus lakukan penyelidikan sesuai kewenangan yang diberikan oleh negara.
"Tapi faktanya setelah penyetoran kembali dilakukan, tapi oleh Ditreskrimsus dilakukan penetapan tersangka," sesal Hendry Lusikooy masih dalam pembelaannya.
Namun diakui penetapan tersangka oleh penyidik institusi Polri itu dinilai sesuai kewenangan Polisi.
Namun, penetapan tersangka dimaksud terhadap Orno maupun Margaretha Simatauw dan Rego Kontul disesalkan.
"Bahwa sekalipun penyidikan harus dilakukan, tapi produk undang-undang harus dipatuhi oleh polisi," ujar Hendry, masih dalam nota pembelaannya.
Menurutnya, UU Tipikor yang disangkakan terhadap para terdakwa, dengan UU tentang BPK tidak boleh saling mengenyampingkan, yang disebutnya, "Lex spesialis sistematis" itu. (KTA)
Komentar