PH Minta Keadilan, Hartanto Bukan “Pelaku” Korupsi Taman Kota Saumlaki

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Majelis hakim diminta membebaskan kliennya dari semua tuduhan jaksa, menurutnya terdakwa Hartanto Hutomo jelas tidak terlibat dalam perkara korupsi Taman Kota Saumlaki KKT.
Pengacara Joemicho Syaranamual menilai ada pihak lain yang seharusnya jadi tersangka tapi tidak ditetapkan oleh jaksa penyidik Kejari KKT.
"Dia bukan orang bertindak dalam perkara ini, dia juga bukan yang terima uang, bukan yang melakukan pembelanjaan material, bahkan bukan yang tanda tangan kontrak. Jadi terdakwa tidak terlibat sama sekali. Kuasa hukum tidak salahkan siapa-siapa dari JPU maupun hakim, kami hanya minta keadilan pada Tuhan melalui hakim," papar Joemicho dengan nada frustasi kepada Kabar Timur di PN Ambon Rabu kemarin usai sidang diskorsing hakim ketua Jeny Tulak.
Dia menduga kuat ada pihak-pihak lain dalam perkara ini tapi tidak dibidik jaksa penyidik. Terungkap dari fakta sidang kemarin, ketika saksi ahli Politeknik Ambon Wellem Gazpers mengaku kalau dia dihubungi jaksa penyidik untuk mewancarai Hartanto di lapangan. Dua kali, yang pertama tahun 2019 dan di tahun 2020.
"Khan terbukti, saksi ahli Politeknik bilang dia disuruh oleh penyidik untuk wawancara Hartanto. Hubungannya apa, dia komisaris bukan yang urus pekerjaan di lapangan," ujarnya.
Wawancara dalam rangka memenuhi mekanisme pengauditan kerugian negara (klarifikasi) itu, oleh Joemicho dinilai improsedural. Sebab yang harus diklarifikasi adalah penanggung jawab pekerjaan di lapangan, yang dalam hal ini adalah direksi.
Yakni Direktur PT Inti Artha Nusantara Gustin Mirawan dan wakilnya Rio Sato. Kedua orang itu sesuai fakta persidangan yang paling sibuk dalam pengurusan proyek taman kota tersebut.
Seharusnya keduanya diarahkan oleh penyidik Kejari KKT untuk diwawancarai.
Kecuali Gustin Mirawan, Rio Sato yang sebenarnya merupakan pelaksana proyek tersebut, malah tidak pernah dihadirkan selaku saksi di persidangan.
"Satu kali pun tidak," kata Joemicho.
Dengan fakta sidang seperti itu, menurutnya kentara kalau penyidik memang sejak awal telah "menargetkan" kliennya itu.
Di persidangan kemarin, saat ditanyakan hakim ketua Jeny Tulak, saksi ahli konstruksi Wellem Gazpers mengaku dihubungi penyidik untuk meminta keterangan dari Hartanto Hutomo.
"Dua kali yang mulia, di tahun 2019 dan tahun 2020," akui saksi Wellem Gazpers.
Dalam kesempatan itu Gazpers meminta keterangan tentang pelaksanaan pekerjaan apakah sudah sesuai RAB di dalam kontrak dan dijawab oleh oleh Hartanto, sudah.
Dari jawaban kliennya itu saja, sudah bisa disimpulkan kalau terdakwa tidak tahu apa-apa mengenai pekerjaan di lapangan.
Sementara faktanya terjadi banyak masalah diantaranya terjadi kekurangan volume pekerjaan, sesuai hitungan ahli Politeknik itu.
Sebut saja item pemasangan paving blok, dan beberapa item lainnya sesuai hasil perhitungan saksi ahli tersebut terjadi selisih biaya dibanding RAB mencapai Rp 800 juta.
Angka tersebut akhirnya ditetapkan oleh auditor BPKP perwakilan Maluku menjadi kerugian negara perkara ini dari nilai proyek sebesar Rp 4.512.718.000 di tahun 2017. (KTA)
Komentar