Korupsi Alkes Ditutup Kejati, Lanjut di KPK

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Kasus dugaan korupsi yang terbilang "kakap" melanda Politeknik Kesehatan (Poltekes) Negeri Ambon akhirnya ditutup Kejaksaan Tinggi Maluku (Kejati). Kasus terkait pengadaan alat kesehatan (alkes) senilai Rp 53 miliar yang dilaporkan Koalisi Anti Korupsi Nasional (KAKN) tahun 2019 lalu itu sebelumnya memang mangkrak di Kejati.

"Sudah ditutup itu kasusnya," akui Kasipenkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba kepada Kabar Timur di kantornya saat dimintai konfirmasi Jumat pekan kemarin.
Wahyudi tidak menjelaskan alasan institusinya menutup perkara itu. "Sudah pesan kopi dulu laa, bicara kasus gampang itu," ujarnya setengah berdiplomasi.

Tapi menurut aktivis antikorupsi Maluku Adhy Fadly, kasus tersebut kini ditangani komisi antikorupsi KPK. Yang mana Direktur Politeknik tersebut dengan inisial HR telah dilaporkan.
"Saat ini Poltekes Ambon Kemenkes terkait Alkes Tahun 2016 mulai dibidik," kata Adhy Fadly kepada Kabar Timur, Sabtu pekan kemarin melalui pesan WhatsApp.

"Boleh saja Kejati bilang tutup, tapi bagi KPK belum tentu," tambah Adhy yang mengaku intens berkomunikasi dengan beberapa pihak di lembaga superbodi itu.
Catatan Kabar Timur, kasus tersebut pertama kali dilaporkan oleh Sukirman Haris dari Koalisi Anti Korupsi Nasional (KAKN) tahun 2019 di Kejati.

“Kejati Maluku terlalu banyak pencitraan, obral janji. Padahal Kajati Maluku pernah janji akan menindak lanjuti kasus kakap puluhan miliar rupiah itu,” kata Sukirman Haris dari Koalisi Anti Korupsi Nasional (KAKN) kepada Kabar Timur melalui rilisnya di tahun 2019.

Kasus tersebut mencuat ketika pihaknya mencium kejanggalan proyek pengadaan alat-alat kesehatan senilai Rp 53 miliar kucuran APBN tahun 2016 itu oleh Kementerian Kesehatan RI kala itu.
Sukirman Haris mengaku kejanggalan itu ada dalam tender maupun realisasi pengadaannya, yang terindikasi kuat tidak sesuai mekanisme. Dalam laporannya, Haris menduga kuat ada indikasi korupsi di proyek pengadaan Alkes tersebut. Modus korupsi yang dipakai diduga mark up atau pemahalan harga.

Sekadar tahu, pasca pelaksanaan tender, rekanan disinyalir tidak mengikuti prosedur pengadaan seperti diatur dalam kontrak kerja. Yakni, Perpres No 4 tahun 2015, maupun Surat Edaran PPSDM dan LKPP No 3 tahun 2015, yang mensyaratkan pengadaan barang diharuskan melalui e-Katalog.

Tapi dari investigasi KAKN, ditemukan indikasi rekanan tidak melalui e-Katalog dimaksud. Tindakan rekanan seperti itu merupakan mal administrasi yang beresiko korupsi dan berpotensi merugikan keuangan negara.

Celakanya lagi, tindakan rekanan tersebut diduga turut diamini oleh Panitia Pokja ULP. “Di sinilah letak indikasi tindak pidana korupsinya. Karena jika tidak melalui e-katalog maka berpeluang besar terjadi mark up anggaran,” urainya.

Indikasi penggelembungan harga Alkes, menurut Haris dikuatkan oleh sejumlah bukti yang berhasil dikantongi. Sesuai temuan, proses pembelian Alkes dilakukan oleh rekanan antara April-Oktober tahun 2016.

Banyak item kebutuhan Alkes yang ditentukan dalam kontrak juga tidak terpenuhi selama kurun waktu tersebut. “Belum lagi sejumlah barang yang dibeli ternyata tidak sesuai spesifikasi pada kontrak. Dan apakah alat-alat itu sesuai kebutuhan Poltekes, itu juga pertanyaan,” ujarnya.

Rekanan disinyalir tidak mengikuti prosedur pengadaan seperti diatur dalam kontrak kerja. Yakni, Perpres No 4 tahun 2015, maupun Surat Edaran PPSDM dan LKPP No 3 tahun 2015, yang mensyaratkan pengadaan barang diharuskan melalui e-KATALOG.

Dari investigasi KAKN, ditemukan indikasi rekanan tidak melalui e-KATALOG dimaksud. Tindakan rekanan seperti itu merupakan mal administrasi yang beresiko korupsi dan berpotensi merugikan keuangan negara.

Tapi tindakan rekanan diduga diamini pihak Panitia Pokja ULP. Indikasi terjadi mark up juga dikuatkan oleh sejumlah bukti yang berhasil dikantongi KAKN, salah satunya alkes dibeli antara April-Oktober tahun 2016.

Dan di dalam rentang waktu itu, banyak item kebutuhan Alkes tidak terpenuhi. Belum lagi sejumlah barang ternyata tidak sesuai spesifikasi kontrak. Setelah dilaporkan, KAKN yakin laporan bakal ditindaklanjuti atau paling tidak akan ada komunikasi terkait laporan tersebut. Tapi komunikasi tentang penanganan kasus tersebit nihil di Kejati Maluku. Dia bahkan menduga Kejati sengaja mendiamkan kasus tersebut.

“Kami mencurigai ada main mata antara oknum Kejaksaan dengan pihak Poltekkes Maluku maupun beberapa lembaga yang kami sinyalir memiliki tujuan untuk mendiamkan kejahatan ini, akibatnya kasus ini mengendap di Kejati Maluku,” tuding Haris. (KTA)

Komentar

Loading...