Bongkar Korupsi Rp 5,3 M di DPRD Ambon

Praktisi : Awas Barang Bukti Dihilangkan

KABARTIMURNEWS.COM. AMBON-Sebelum barang bukti berupa surat atau dokumen sengaja dihilangkan, sebaiknya disita.

Sudah 60 hari lebih, kasus ini bergulir dalam tahap penyelidikan. Belum ada progres kasus dugaan korupsi  yang ditemukan pada audit BPK RI, di DPRD Kota Ambon, ke tahap berikutnya.

Spekulasi “rapat gelap” disalah satu hotel yang berada di luar Kota Ambon (masih di Pulau Ambon), jadi menarik. Apalagi salah satu materi pembahasan dalam rapat tersebut ikut disentil nama Kejari Ambon, oleh Ketua DPRD Kota Ely Toisuta.

Kendati Kejari Ambon telah menepisnya, namun gerak lambat pergerakan kasus ini, setidaknya ikut dikait-kaitkan dengan apa yang disebut Ketua DPRD Kota tersebut.

“Bila tidak tuntas dan kesannya kasus ini jalan ditempat. Biasa jadi apa yang disampaikan ibu Ketua DPRD Kota Ambon itu ada benarnya,” Praktisi Hukum Salahudin Hamid Fakaubun, menjawab Kabar Timur, Selasa, kemarin.

Menurut dia, ada kesan dalam penanganan kasus ini Tim penyelidik Kejari Ambon bergerak super hati-hati. Mereka tidak berani mengungkap atau membongkar pemufakatan jahat dilingkup DPRD Kota, yang diduga melibatkan para pimpinan dewan secara kolektif.

"Tenggang waktu dari temuan BPK Perwakilan Provinsi Maluku, sudah melampaui batas 60 Hari. Tapi tidak ada perkembangan, penanganan kasusnya masih dalam tahap penyelidikan dan belum bergerak sama sekali,”papar Hamid.

Temuan BPK dimaksud, lanjut Hamid, terhitung sejak bulan Mei 2021 hingga November saat ini. "Itu berarti sudah lewat 60 hari kan. Tapi mengapa belum ada pengembalian untuk itu. Mestinya status dan langkah hukum selanjutnya sudah harus dilakukan Kejari Kota Ambon,"ujarnya.

Dikembalikan atau tidak temuan tersebut, lanjut dia, bila sudah lewat 60 hari  penegak hukum harus gunakan Pasal 4 UU Tindak Pidana Korupsi, dengan menaikan status  Penyelidikan ke Penyidikan.Tidak boleh lambat, apalagi menunggu saksi-saksi yang mangkir dari panggilan,"terangnya.

Hamid menjelaskan, dalam pasal (4) Undang Undang Nomor  31 Tahun 1999, dan telah diubah menjadi UU  Nomor 20 tahun 2021, dijelaskan dalam hal pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal (2) dan pasal (3) telah memenuhi unsur-unsur pasal dimaksud, maka pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana tersebut.

"Dan penjelasan Pasal (2), perbuatan atau tindakan yang berpotensi merugikan negara saja, itu sudah termasuk kategori korupsi,"tegasnya.  Kerugian Negara/Daerah, tambah Hamid, berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006, tentang Badan Pemeriksa Keuangan, didefinisikan sebagai kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya, sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai (Pasal 1 angka 15 UU BPK).

"Dalam hal terjadi kerugian Negara/Daerah, maka harus dilaksanakan Ganti Kerugian, yakni sejumlah uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang, yang harus dikembalikan kepada negara/daerah, oleh seseorang atau badan yang telah melakukan perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun lalai. (Pasal 1 angka 16 UU BPK),"tutupnya.

SITA BARANG BUKTI

Sementara itu, terpisah, Praktisi Hukum Marnex Ferison Salmon,  mengingkan jaksa agar segera menyita seluruh surat atau dokumen menyangkut realisasi belanja di DPRD Kota Ambon tahun anggaran 2020, yang berkaitan dengan kasus yang sementara ditangani ini.

Menurutnya, penyitaan surat atau dokumen sejak dini untuk mengantisipasi terjadinya penghilangan barang bukti oleh oknum-oknum yang diduga terlibat didalamnya. "Kejaksaan pasti paham soal ini. Maka itu saya ingatkan sebelum barang bukti berupa surat atau dokumen sengaja dihilangkan, sebaiknya sejak dini sudah disita demi kelancaran proses penyelidikan kedepannya," imbau Marnex.

Dia juga meminta agar jaksa segera memanggil tiga pimpinan DPRD Kota Ambon untuk diperiksa. Sehingga mereka dapat menjelaskan rekomendasi BPK RI Perwakilan Provinsi Maluku yang menemukan kerugian keuangan negara pada realisasi belanja tahun anggaran 2020 senilai Rp 5,3 miliar.

"Sebagai pimpinan, mereka harus bertanggungjawab. Apalagi beredar kabar bahwa mereka beserta staf Setwan tidak menindaklanjuti rekomendasi dari BPK. Pasti ada sesuatu. Maka itu, mereka harus segera diperiksa untuk menjelaskan semuanya," tegas Marnex.

Dia menjelaskan, dugaan korupsi di DPRD Kota Ambon tahun anggaran 2020 ini, adalah kasus yang kini menjadi perhatian publik, terutama masyarakat Kota Ambon. Sebab, tahun 2020 itu adalah tahun dimana masyarakat Kota Ambon dihadapkan pandemi Covid-19.

Olehnya itu, dia berharap agar proses penyelidikan kasus tersebut dapat berjalan secara transparan kepada publik. Sehingga, publik juga dapat mengikuti dan mengetahui perkembangan penanganan kasusnya.

"Kalau bisa jangan awal penyelidikan saja terbuka ke publik. Nanti selanjutnya sudah tertutup. Ingat bahwa penanganan kasus ini bagian dari pertaruhan harga diri Korps Adhyaksa dihadapan publik, karena sudah jelas ada temuan oleh BPK," jelas Marnex.

"Dan jika dalam proses penyelidikan nanti ditemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, penyelidik harus segera meningkatkan kasusnya ke tahap penyidikan dan menjerat pihak-pihak yang patut bertanggung jawab," tambahnya. (KT/KTE)

Komentar

Loading...