Ironis, Terdakwa Korupsi Taman Kota Dituntut, Nama ‘Rio Sato’ Baru Muncul

KABARTIMURNEWS.COM. AMBON-Siapakah Rio Sato?, nama itu jadi pertanyaan besar di kepala Joemicho Syaranamual. Namun penasehat hukum terdakwa Hartanto Hutomo di perkara dugaan korupsi Taman Kota Saumlaki KKT ini enggan berkomentar. Padahal di persidangan kliennya sempat menyebut nama Rio Sato.
"Beta jang komentar dolo kapa e. Yang jelas Rio Sato ada disebut," ucap Joemicho Jumat pekan kemarin sebelum masuk ke mobilnya untuk tiduran. Dia menolak berkomentar lantaran belum ada saksi-saksi di persidangan Hartanto, kliennya, yang menyebutkan nama itu.
Sebagai terdakwa nomor paling buntut karena sempat masuk DPO Kejati, alhasil perkara Hartanto terlambat bergulir di Pengadilan Tipikor Ambon. Tapi di sela-sela sidang terhadap terdakwa pengawas lapangan Frans Julianus Pelamonia Rabu lalu, saksi Maradona mengaku dirinya diupah oleh Rio Sato. Menurut Maradona, Rio Sato adalah kontraktor yang sebenarnya di proyek pelataran parkir dan Taman Kota Saumlaki KKT, bukannya Hartanto Hutomo.
Ironisnya terhadap nama yang baru muncul di perkara yang ditanganinya itu JPU Ahmad Attamimy menolak memberi penjelasan. "Adoo, tulis berita tuntutan tadi saja, itu khan lebih fakta. Jangan tulis yang belum fakta," ujar Attamimy usai sidang tuntutannya terhadap terdakwa PPTK proyek Taman Kota Saumlaki Wilelma Fenanlampir, Pengawas Lapangan Frans Julius Pelamonia dan mantan Kadis PUPR KKT Adrianus Sihasale Jumat pekan kemarin.
Dalam amar tuntutannya atas ketiga terdakwa Ahmad Attamimy meminta majelis hakim menyatakan mereka bersalah melanggar UU antikorupsi. Ketiganya dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam perang melawan korupsi. Meski dalam tuntutannya JPU Kejati Maluku ini menyebutkan ada hal -hal meringankan para terdakwa, salah satunya mereka tidak menikmati uang hasil korupsi.
"Jadi saksi Maradona itu pengawas lapangan dari pihak perusahaan yang kerja Taman Kota Saumlaki. Rio Sato punya anak buah," ungkap pengacara Marthen Fordatkosu sesaat sebelum sidang agenda mendengarkan tuntutan JPU Ahmad Attamimy hari itu.
Di persidangan sebelumnya saksi Maradona memang mengaku bosnya Rio Sato meminjam bendera PT Inti Artha Nusantara milik Hartanto Hutomo yang juga komisaris perusahaan tersebut. Bahkan terungkap jika pencairan termin pertama hingga terakhir, dana masuk ke rekening perusahaan milik Rio Sato, bukan ke PT Artha Inti Nusantara.
Menanggapi fakta persidangan yang terbaru itu, membuat pengacara Marthen Fordatkosu penasaran. Tak pelak dia hari itu dia meminta majelis hakim menetapkan agar JPU Ahmad Attamimy Cs menghadirkan Rio Sato di persidangan.
Namun "dewi fortuna" sepertinya lebih berpihak kepada Rio. Hingga sidang dengan agenda mendengarkan tuntutan JPU terhadap terdakwa Wilelma Fenanlampir, Frans Julius Pelamonia dan Adrianus Sihasale Jumat pekan kemarin, Rio Sato tak juga dihadirkan JPU Attamimy Cs.
Menurut Marthen Fordatkosu mestinya Rio Sato dihadirkan, sebab merupakan fakta persidangan yang diungkap banyak saksi diantaranya oleh Maradona sendiri. Tapi jangankan jadi tersangka, jadi saksi kata dia, juga tak pernah. "Apalagi jadi terdakwa? Makanya, sebagai penasehat hukum Frans Pelamonia, kami menduga ada tebang pilih. Ada pihak-pihak yang diduga diloloskan," sentilnya.
Meski akhirnya pasrah dengan tuntutan terhadap kliennya yang relatif tinggi karena tidak sesuai dengan perbuatan yang dituduhkan jaksa yakni 8 tahu 6 bulan sama seperti terdakwa Wilelma Fenanlampir maupun Adrianus Sihasale, pengacara yang mulai brewokan ini hanya bisa bertumpu pada materi pembelaan yang telah disiapkan. Dia berharap pembelaan tersebut nantinya bisa dipertimbangkan oleh majelis hakim Jeny Tulak, Jefry Jefta Sinaga dan Felix Rony Wuissan agar kliennya Frans Julius Pelamonia dihukum seringan-ringannya.
Usai sidang Jumat pekan kemarin, Hakim Ketua Jeny Tulak sendiri meminta para penasehat hukum masing-masing terdakwa menyiapkan materi pembelaannya. Namun oleh Jeny Tulak mereka juga disilahkan menyiapkan materi pembelaan pribadi mereka satu-satu.
Sebagaimana tuntutannya, JPU Ahmad Attamimy meminta majelis hakim menghukum terdakwa PPTK proyek Taman Kota Wilelma Fenanlampir dan pengawas Frans Julius Pelamonia dengan pidana penjara selama 8 tahun enam bulan. Sama halnya KPA proyek tersebut, Adrianus Sihasale juga dengan tuntutan serupa. Yang berbeda hanya nilai denda, Wilelma dan Frans masing-masing Rp 300 juta, sedang Adrianus Rp500 juta.(KTA)
Komentar