Joemicho Syaranamual Utamakan “Taktik” Dalam Sidang

KABARTIMURNEWS.COM. AMBON-Puluhan perkara korupsi ditangani, kebanyakan berakhir dengan vonis berat menyebabkan Joemicho Syaranamual berpikir keras. Tapi sekarang dia punya konsep sendiri menghadang dakwaan jaksa untuk kliennya.

Punya intelektualitas belum tentu bakal menang dalam berperkara, itu diakuinya. Perlu perenungan dan ini dilakoni pengacara muda yang belum lama genap berusia 30 tahun itu.

Ngaku lahir di rumah bukan di rumah sakit, Joemicho setiap pulang sidang, setelah lebih dulu memastikan putri kesayangannya telah tidur pulas, begitu pula sang isteri Alice Kristiyanti Syauta, dia lalu melakukan kilas balik terhadap sidang hari itu.

"Kira-kira taktik apa e, untuk perkuat fakta bahwa beta klien seharusnya tidak sendiri jadi terdakwa di pengadilan?" ucap Joemicho ditemui di depan pos jaga kantor Pengadilan Negeri Ambon, Selasa kemarin.

Menurut pengacara bertubuh tinggi namun atletis ini, perkara korupsi mesti ada aktor intelektual. Namun jika belum bisa diungkap tak perlu dipaksakan, mengalir saja mengikuti alur sidang.

Alumnus Fakultas Hukum tahun 2013 dan Magister Ilmu Hukum Unpatti Ambon yang akrab disapa "Jo" ini mengaku heran pada teman-temannya sesama pengacara. Kurang mengejar fakta meringankan hanya fokus pada pembuktian bahwa klien tidak bersalah.

"Boleh juga sih, tapi jangan monoton lah. Bikin susah klien saja nanti itu," imbuhnya.

Ada trik atau taktik dalam mengimbangi tuduhan jaksa di persidangan. Tidak perlu terlalu fokus pada pembuktian bahwa klien tidak bersalah.

"Gestur (bahasa tubuh), kemudian bagaimana menyusun dan melontarkan pertanyaan yang bisa meyakinkan hakim bahwa bukan klien sendiri. Tapi ada pihak lain juga, itu yang paling penting ," papar Joemicho soal taktik dimaksud.

Maka berbeda dengan beberapa perkara korupsi sebelumnya yang berakhir berat atas kliennya, kali ini, tidak lagi. Dalam perkara korupsi pembangunan jembatan penghubung dua desa bertetangga, Kojabi-Balatan di Kecamatan Aru Tengah Timur Kabupaten Kepulauan Aru vonis yang dijatuhkan jauh di bawah tuntutan JPU Kejari Aru Sisca Taberima.

Yakni 6 tahun, divonis 1,5 tahun bagi kedua terdakwa sekaligus kliennya, Salmon Gainau dan Daud Anton Ubwarin. Yang menurutnya kedua terdakwa mesti bebas demi hukum namun bisa diterima kedua kliennya itu.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon Andi Adha Cs sendiri menyebutkan Salmon sebagai ketua tim pelaksana proyek dan Daud selaku bendahara proyek terbukti bersalah dalam proyek pembangunan jembatan kayu sepanjang 4 kilometer itu.

Sebelum mengetok palu vonis atas perkara proyek swakelola masyarakat senilai Rp 3,5 miliar tahun 2014 melalui program PNPMandiri itu Andi Adha menyatakan kedua terdakwa terbukti melanggar UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana, dengan hukuman denda Rp100 juta subsider satu bulan kurungan.

Dalam proyek terkait pemberdayaan masyarakat guna mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan itu, Joemicho menilai aktor intelektualnya justeru masyarakat sendiri.

Mereka telah menyepakati kontrak dengan pihak fasilitator tapi ujung-ujungnya pekerjaan mandek. Di persidangan terungkap kalau proyek hal itu akibat upah yang tidak sesuai menurut para tukang dari desa Balatan.

"Yang anehnya, jembatan penghubung dari arah desa Koijabi seng ada masalah, beres," ungkapnya.

Menurutnya masyarakat desa Balatan tidak bisa dibawa ke ranah tipikor akibat menolak untuk lanjut kerja. Sementara mereka adalah sasaran setiap program pemerintah meski dianggarkan dengan uang negara.

Alhasil ujung-ujungnya kedua klien yang diseret institusi penegak hukum akibat pekerjaan tidak tuntas sesuai kontrak. Sementara anggaran telah cair kurang lebih 73 persen.(KTA)

Komentar

Loading...