Menteri KKP Ingin Petani Rumput Laut Sejahtera

Pastikan 2022 Industri Rumput Laut di Malra Beroperasi

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Target industri rumput laut atau seaweed estate di Kabupaten Malra akan beroperasi tahun 2022.

Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Sakti Wahyu Trenggono menginginkan masyarakat yang berprofesi sebagai petani rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) dapat sejahtera dari komoditas tersebut. “Saya ingin masyarakat Maluku Tenggara level kehidupannya dapat sejahtera dalam arti sesungguhnya melalui rumput laut,” ungkap Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono usai meninjau kawasan budidaya rumput laut di Ohoi Evu Kecamatan Hoat Sorbay, Malra, Kamis.

Sakti mengatakan, banyak pembudidaya rumput laut di daerah ini telah berhasil dan mampu menyekolahkan anak-anak dan membantu kehidupan perekonomian mereka sehari-hari. “Budidaya rumput laut di Malra ini harus terus dikembangkan, terus digalakkan, dan diharapkan Malra ini bisa menjadi wilayah percontohan untuk seaweed estate yang jelas,” tandas Sakti.

Bupati Malra, M Thaher Hanubun sempat memaparkan potensi rumput laut di Malra dan mendukung rencana KKP menjadi daerah tersebut kawasan industri rumput laut (seaweed estate). “Kesiapan dan strategi Pemda untuk mendukung program seaweed estate, kita menyiapkan lahan seluas 500 hektar di daerah ini untuk pembudidayaan, sementara pembangunan industri disiapkan lahan delapan hektar dan juga menyediakan ketersediaan lahan untuk pembangunan gudang penampungan maupun penjemuran,” papar Bupati Hanubun.

Luas lahan potensial rumput laut di Malra seluas 8.662,23 hektar (ha). Jumlah pembudidaya rumput laut di Malra, bertambah tiap tahunnya dari 1.641 orang pada 2018, menjadi 2.026 orang pada 2020. “Untuk produksi rumput lautnya sendiri, pada 2018 sebanyak 16.860 ton, 2019 naik menjadi 20.858 ton, dan 2020 mencapai 24.157 ton,” ujarnya.

Tindak lanjut pengembangan seaweed estate, menurut Bupati, pada 22 - 26 Agustus 2021 tim survei kawasan tersebut sudah turun yang terdiri dari Kemenkomarves, KKP, akademisi UNHAS, dan UPT Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon.

Kesiapan pendukung lainnya yakni, penyiapan kebijakan dan regulasi daerah, menyiapkan baseline data guna mengukur dampak seaweed estate terhadap peningkatan ekonomi dan penurunan angka kemiskinan di Malra, penyiapan infrastruktur dasar penunjang industri, dan penyiapan SDM. “Penyiapan masyarakat merupakan hal yang paling penting, sehingga sosialisasi akan dilakukan dan perlunya pendampingan serta penguatan kepada masyarakat pembudidaya terkait penyiapan tenaga kerja,” kata Bupati.

Sementara Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) menargetkan pengembangan industri rumput laut atau seaweed estate di Kabupaten Malra, sudah dapat beroperasi tahun 2022.

“Setelah ini kami bersama-sama Pemda Malra menyusun master plan  menentukan titik-titik produksi dan model produksi secara moderen, dan juga pengembangan dari sisi infrastruktur, baik bandara maupun jalan,” kata Asisten Deputi (Asdep) Kemenko Marves Muhammad Rahmat Mulianda dalam keterangan pers saat kunjungan kerja di Langgur, Maluku Tenggara (Malra), Kamis.

Ia menjelaskan rumput laut merupakan komoditas unggulan nasional, yang dalam RPJMN tahun 2020-2024 disebutkan rumput laut sebagai komoditas unggulan yang perlu dikembangkan. Maluku lebih khusus Malra termasuk sebagai sentra rumput laut yang harus mendapat atensi yang kaitannya dengan integrasi program Lumbung Ikan Nasional (LIN) di Maluku. “Maluku juga merupakan kontributor ke-6 produsen rumput laut nasional,” katanya.

Menurut dia, dengan melihat potensi pengembangan rumput laut yang begitu luas disimpulkan bahwa potensi rumput laut dapat dikembangkan di Malra. “Kami mengambil titik fokus di Malra karena potensinya, dan itu juga menjadi harapan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di mana Malra kita dukung penuh untuk dikembangkan industri rumput laut dari hulu ke hilir atau seaweed estate,” ujarnya.

Kemudian, lanjutnya, dengan dikembangkan industri rumput laut ini, maka Malra dijadikan sebagai lumbungnya rumput laut dan hasil dari kabupaten lainnya bisa diolah di Malra dan diekspor keluar, tidak lagi rumput laut ini dibawa ke Makasar atau Jawa Timur. “Jadi, dalam tahun depan ini sudah bisa dijalankan seaweed estate, dan terkait dengan model pengelolaan nantinya akan datang investor-investor yang siap untuk bekerja sama,” ujarnya.

DI AMBON TINJAU PENGELOLAAN IKAN

Sementara itu,  di Ambon  Trenggono meninjau pengelolaan Perikanan.  Dia didampingi Gubernur, Murad Ismail, meninjau pengelolaan ikan di PT. Maluku Prima Makmur di Negeri Tawiri,  Ambon.

PT. Maluku Prima Makmur, bergerak di bidang perikanan, termasuk penangkapan, pengolahan, penjualan dan perdagangan produk perikanan.

“Nanti di wilayahnya pak gubernur (Maluku) dimulai dengan industri perdagangan. Saya melihat ada satu pabrik (PT. Maluku Prima Makmur) disini, yang masih kecil. Ini karena dia (Perusahaan) kesulitan bahan baku. Banyak sekali kendala seperti Rumpon yang tidak teratur,”katanya.

Menteri menjelaskan, Rumpon adalah jenis alat bantu penangkapan ikan yang biasanya dipasang di bawah laut dangkal maupun dalam. Tujuan pemasangan Rumpon, adalah untuk menarik sekumpulan ikan yang ada dan berdiam di sekitar Rumpon. “Kemudian kendala lainnya, salah satunya adalah kemungkinan adanya rebutan ikan, dengan para nelayan tradisional (Nelayan dari Indonesia),” jelasnya.

Dengan cara diregulasi, lanjut Menteri Wahyu, kendala dimaksud bisa diselesaikan menjadi lebih baik. Mengingat, pasar yang direncanakan akan dibangun harus lebih spesifik, perihal penjualan komoditas perikanannya. Dalam artian, komoditas perikanan yang akan dijual di pasar tidak dicampur.

“Harus spesifik seperti khusus Udang, Kerapu dan seterusnya. Sebab disini ikan banyak. Belum lagi Kepiting, Rumput laut dan lainnya. Saat saya di Kota Tual, pergi ke teluk yang luasnya tidak kurang dari 10 ribu hektar, yang juga kita akan programkan menjadi Budi Daya Rumput Laut,”terangnya.

Atas dasar itu, Wahyu menegaskan, zona III pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) yakni 714, 715 dan 718 yang berlokasi di perairan laut Maluku, akan dikembangkan budi daya ikan, rumput laut, kepiting, kerapu, lobster dan lainnya. “Sebab, potensi perikanan tangkap di tiga WPPNRI daerah Maluku, belum dimanfaatkan secara baik. Sehingga ke depan ini akan kita kembangkan, lebih baik lagi,”tegasnya.

Dirinya pun berencana, di tahun 2022, ia akan membuat kebijakan tentang fishing industry. Akan ada tiga tipe kota yang masuk, dalam program tersebut, yakni Kota Industri, Kota Nelayan Tradisional dan Kota Hobi (Hobi Mancing dan sebagainya terkait perikanan). “Jadi menangkap nanti harus terukur. Tidak boleh sembarang menangkap ikan, yang ujungnya nanti akan terjadi Over Fishing. Bila terjadi hal seperti ini, keberlanjutan populasi perikanan kita akan hancur,”ujarnya.

Dikatakan, agar populasi perikanan tidak hancur, perlu ada regulasi dan pelaporan kasus ilegal fishing bisa diminimalisir. Mengingat, Ilegal fishing tidak hanya terjadi di luar melainkan juga di dalam negeri. “Jadi yang kita jaga ini, adalah untuk keberlanjutan. Manfaat kedua adalah, kita akan menggeser industri perikanan yang selama ini Java Sentris menjadi industri perdagangan di masing-masing wilayah,”kata Wahyu.

Salah satu pelabuhan industri perdagangan akan dibangun di Pulau Ambon, Kota Tual dan Merauke Papua. Dengan begitu, para nelayan atau kapal perusahan yang menangkap ikan, diperairan laut zona III maupun zona lainnya, harus berlabuh di pelabuhan setempat.

“Ttiga-tiganya memenuhi syarat, tapi semua sentral. Kalau ekspor ini bisa melalui Ambon. Jadi tidak ada lagi ikan dari sini, yang dibawa ke Jawa atau tempat lain, semua akan diawasi dengan teknologi satelit. Kita akan gunakan satelit,”pungkas Wahyu.

Untuk menerapkan program pengawasan satelit, setiap kapal tradisional maupun industri, nantinya akan dilengkapi alat monitor. Hal ini, untuk membantu pemerintah mengetahui perkembangan penangkapan ikan. Atau, membantu Syahbandar setempat berkomunikasi dengan para nelayan maupun kapten kapal.

“Yang tidak terpasang berarti itu ilegal. Pasti ditangkap. Dan monitor itu selain bisa dilakukan pemerintah pusat, juga pak Gubernur (Pemerintah daerah). Kita akan share teknologinya. Ini supaya industri berkembang. Barangkali lima atau 10 tahun yang akan datang, Ambon menjadi Kota Satelit,” tutupnya. (KTE)

Komentar

Loading...