Saksi Kunci Kasus DAMRI Ambon Belum Diperiksa Polisi
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Penyelidikan polisi dalam kasus DAMRI Cabang Ambon masih terkendala oleh keberadaan salah satu saksi kunci. Yaitu sopir bus yang menemukan bukti slip UDJ Januari 2020, yang bersangkutan tidak hadir lagi kemarin.
Padahal sopir yang disebutkan identitasnya ini dari penjelasan penyidik Subdit III Ditreskrimum Polda Maluku telah memberikan konfirmasi akan hadir dalam pemeriksaaan kemarin. “Kurang tau lagi, kemungkinan tertahan di perjalanan. Tau sendiri lah, kondisi transportasi lintas Seram seperti apa,” ujar Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol Moh Roem Ohoirat dihubungi Kabar Timur, Rabu kemarin melalui telepon seluler.
Dengan ketidakhadiran saksi tersebut penyelidikan kasus dugaan penipuan, pemalsuan tandatangan, dan penggelapan hak-hak sopir DAMRI Ambon menjadi tak pasti. “Penyidik khan butuh fakta hukum. Makanya saksi terkait bukti itu harus bisa dihadirkan,” ujar Koordinator Investigasi LPPNRI Maluku Minggus Talabessy dihubungi terpisah.
Sebelumnya dia meminta penyidik lebih hati-hati mengelola sumber-sumber saksi kasus ini. Disebabkan keterangan saksi bisa membuat lebih terang kasus dan membantu polisi mengungkap dugaan tindak pidana yang terjadi. “Jadi bukan dibiarkan kemana-mana gitu,” ujarnya.
Terkait barang bukti, diketahui merupakan slip penerimaan subsidi Uang Dinas Jalan (UDJ) bulan Januari 2020. Berisi tandatangan 26 sopir DAMRI Ambon dengan nilai uang diterima masing-masing Rp 935.000,- untuk bulan tersebut.
Sayangnya, semua tandangan pada slip UDJ ini dibantah oleh semua sopir tersebut sebagai tanda tangan mereka. Dugaan adanya penipuan dan penggelapan hak-hak akhirnya jadi perbincangan 26 sopir DAMRI tersebut.
Buntutnya, salah satu sopir DAMRI Cabang Ambon Yakub Hermawan Kaisuku menjadikan bukti tersebut sebagai alasan kuat melakukan pelaporan ke Polda Maluku.
Terkait kasus yang menimpa para sopir tersebut, pengacara Fachri Bachmid sebelumnya berkomentar dalih manajemen Perum DAMRI Cabang Ambon bahwa dana subsidi 7 persen tak ada dalam kontrak antara perum tersebut dengan Kementrian Perhubungan RI adalah hal yang mustahil. Pasalnya, seluruh sopir Damri di Indonesia mendapatkan dana subsidi itu. “Kenapa Ambon tidak?,” ujar pakar Hukum Tata Negara dan Ahli Konstitusi, Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar itu, Minggu (12/9) lalu.
Menurutnya dana subsidi merupakan kebijakan negara. Karenya tidak mungkin negara mengistimewakan daerah tertentu saja.
Dari temuan realisasi slip pembayaran dengan tanda tangan (palsu) sopir, sebesar Rp 935.000 itu, kata dia, bukan saja penggelapan dana, tapi bisa masuk ranah tindak pidana korupsi atau tipikor. “Sebab dana subsidi tujuh persen itu bersumber dari anggaran negara,” pungkas Bachmid. (KTA)
Komentar