Dana Subsidi DAMRI Harus Diusut, Pakar: Pemalsuan Itu Pidana
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar meminta kepolisian mengusut tuntas dugaan penggelapan dana subsidi tujuh persen yang terjadi di Perum DAMRI Cabang Ambon.
“Kalau sopir DAMRI di Ambon mengaku tidak pernah tanda tangan, lalu bukti surat itu ada tanda tangan mereka, berarti ini sudah pidana pemalsuan dan penggelapan uang. Aparat hukum harus mengusutnya,” kata Fickar Hadjar ketika dihubungi Kabar Timur via seluler, Senin (6/9).
Menurutnya, dana subsidi tujuh persen tentu merupakan hak dari para sopir DAMRI. Mestinya, dana itu diberikan seperti halnya di daerah lain. “Pertanyaannya, kalau dana subsidi tidak ada, mengapa tanda tangan mereka dipalsukan. Ini jelas pidana,” tegas alumni Magister Ilmu Hukum Universitas Indonesia itu.
Fickar mengaku tidak mau lebih jauh berbicara soal masalah ini. Prinsipnya, jika ada pemalsuan tanda tangan dan pihak yang dirugikan memiliki bukti itu, segera dilaporkan sehingga status penyelidikannya lebih jelas.
Sebelumnya diberitakan, dugaan korupsi dana subsidi perintis tujuh persen kepada 26 sopir Damri di Perum Damri Cabang Ambon selama lebih dari lima tahun diungkap Agus Triyanto salah satu sopir Damri Cabang Ambon, yang dimutasi ke Damri Cabang Sorong, Papua.
Pendapat lain menyebutkan, Perum DAMRI Cabang Ambon dinilai tidak transparan terkait dana Uang Dinas Jalan (UDJ) 7 persen yang diklaim para sopir perusahaan penyedia jasa transportasi milik negara itu. Apalagi ada bukti pembayaran dana subsidi tersebut, walau tanda tangan para sopir disinyalir palsu.
Terpisah Praktisi hukum Maurits Latumeten kepada kepada Kabar Timur, menilai bukti surat yang ditemukan di gudang Perum DAMRI Cabang Ambon itu sebagai bentuk tidak transparannya pihak manajemen perusahaan. “Apakah ada penyalahgunaan dana subsidi atau tidak itu lain soal. Tapi hak para sopir yang tidak diterima itu yang mesti diproses hukum, kalau ada bukti seperti itu,” katanya di PN Ambon, Senin kemarin.
Dia mengaku cukup tahu kondisi lapangan yang menjadi trayek bus DAMRI di pulau Seram yang dikenal cukup ekstrim. Itu lah sebabnya, jika disebut ada dana subsidi 7 persen untuk para sopir baginya adalah hal yang wajar.
“Katong (kita) semua tahu jalan-jalan trans Seram itu seperti apa. Masuk ke pelosok-pelosok kecamatan, bapa kami, resikonya itu kawan. Jadi wajar ada subsidi,” kata Maurits.
Dia menandaskan, institusi hukum mesti mengusut masalah ini yang menurutnya, merupakan kasus dugaan penggelapan hak-hak karyawan Perum DAMRI Cabang Ambon. Pentingnya kasus ini diusut demi kinerja Perum DAMRI itu sendiri.
Sebab hak-hak para sopir yang tidak dibayarkan akan memengaruhi pelayanan terhadap pengguna jasa transportasi milik negara itu.
“Entah salah atau benar klaim para sopir itu, tapi masalah ini harus dibuat terang di institus hukum. Karena pengaruhnya ke masyarakat pasti ada,” ingatnya.
General Manager (GM) Perum DAMRI Cabang Ambon Moh. Isa Renyaan dikonfirmasi terkait bukti surat berupa nama-nama sopir penerima UDJ Subsidi 7 persen per Januari 2020 yang ditemukan sejumlah sopir mengaku tidak tahu menahu. “Kalau itu sy tdk tau,” akuinya melalui pesan WhatsApp.
Adanya dana subsidi perintis tujuh persen bagi seluruh pengemudi (sopir) di Indonesia sejatinya bukan lah isapan jempol. Sejak tahun 2015 dana tersebut telah dinikmati para sopir Perum DAMRI Cabang Ambon.
“Beta (saya), sempat terima dana subsidi perintis, dimasa pemimpin lama. Hanya satu kali saja, yakni di tahun 2015,” ungkap Yakub Hermawan Kaisuku kepada Kabar Timur beberapa waktu lalu.
Dia mengaku pimpinan lamanya memberikan dana subsidi disertai dengan penjelasan berikut bukti Surat Keputusan (SK), Menteri Perhubungan kepada mereka. “Jadi memang ada SK Menteri yang ditunjukan pimpinan waktu itu terkait dengan subsidi tujuh persen itu,” ungkap Wawan sapaan akrab Yakub Hermawan Kaisuku.
Hanya saja, ketika itu, pimpinan lama dipindah tugaskan, masuk pimpinan baru. Dan ketika datang pimpinan baru, dana subsidi tujuh persen yang sempat kita rasakan manfaatnya hilang. “Sudah tidak ada lagi subsidi itu,” akuinya.
Para sopir termasuk dirinya sempat mempersoalkan, kendati oleh pimpinan baru menyebutkan bahwa dana subsidi itu tidak ada. “Katanya yang dibayarkan oleh pimpinan lama itu, bukan dana subsidi tapi, kebijakan pimpinan saja,” kata Wawan mengutip pengakuan pimpinan baru yang kini telah bertugas di Damri Cabang Pulau Buru.
Tak ada lagi persoalan. Bagi mereka, mungkin penjelasan pimpinan baru ada betulnya. Namun, ketika Ambon dihantam gempa, bau busuk tentang dana subsidi tujuh persen kembali terungkap. Pasalnya, dalam bersih-bersih berkas dalam ruangan mereka menemukan daftar list pembayaran dana subsidi perintis tujuh persen untuk bulan Januari 2020.
“Daftar list pembayaran dana subsidi ditemukan salah satu sopir. Berkas itu diambil lengkap dengan semua tanda tangan sopir. Padahal mereka (sopir), termasuk saya tidak pernah bertanda tangan. Jadi tanda tangan itu semuanya dipalsukan,” ceritanya sambil menunjukan daftar list pembayaran dana subsidi tujuh persen itu, lengkap dengan tanda tangannya. (KTA)
Komentar