Korupsi Taman Kota KKT, Dakwaan Harusnya Batal Demi Hukum

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Sidang perkara korupsi Taman Kota Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) menghadirkan pengawas proyek Frans Pelamonia kemarin. Dalam persidangan dengan agenda pembacaan eksepsi atau pembelaan itu, kuasa hukum Pelamonia, menyatakan dakwaan jaksa harusnya batal demi hukum.

"Kenapa harus batal? Itu karena dakwaan JPU tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap," kata pengacara Marthen Fodatkosu Kamis (29/7).

Faktanya dalam dakwaannya JPU antara lain menyatakan kliennya Frans Pelamonia tidak melakukan perubahan kertas kerja. Yakni terkait paving blok yang harus berstandar SNI. "Tidak disebutkan soal SNI. Apakah pengawas proyek harus melawan kontrak? Khan tidak," ujar Fodatkosu.

Dia menilai tidak cermatnya dakwaan bukan saja kwalitas paving blok. Tapi juga soal kesimpulan ahli Politeknik yang dipakai jaksa dalam menaksir kerugian negara.

Menurutnya, ahli politeknik tidak melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap kualitas pekerjaan. Ahli hanya mengamati tinggi rendah paving blok, tapi tidak menghitung langsung jumlah dan menilai kualitas paving blok yang dipakai.

Bahkan dari situ kliennya membuat dokumentasi dan dilaporkan ke terdakwa PPTK Wilma Fenanlampir. Dari situ PPTK mengambil kebijakan melakukan perubahan kertas kerja.
"Jaksa bilang tidak dilakukan perubahan kertas kerja, itu tidak benar," tandasnya.

Dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan yang dipimpin Hakim Ketua Jenny Tulak itu, JPU menyatakan sebagai pejabat pelaksanaannya teknis kegiatan (PPTK), terdakwa Wilelma tidak cermat dalam proses penyusunan amandemen kontrak. Bahkan terjadi penambahan item pekerjaan pasangan paving blok hanya memuat harga satuan tanpa disertai dengan volume.

Padahal tugas PPTK adalah mengendalikan pelaksanaan kegiatan, melaporkan perkembangan pelaksana kegiatan dan menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.

Sementara Frans Pelamonia sebagai pengawas lapangan bersama saksi Abraham Kore (alm.) tidak membuat dokumentasi dan kertas kerja ketika melakukan penghitungan untuk perubahan desain dan volume yang dimintakan oleh penyedia.

Frans malah membiarkan penyedia melakukan pemasangan paving block tidak sesuai pekerjaan fisik terpasang, dimana seharusnya laporan kemajuan pekerjaan dibuat dan menjadi tanggung jawab pihak penyedia jasa.

Sementara itu, terdakwa Adrianus Sihasale tetap melakukan pembayaran atas item pekerjaan paving block yang tidak sesuai dengan kontrak pengadaan. Ironisnya Sihasale menandatangani berita acara penyelesaian pekerjaan dalam bentuk berita acara pemeriksaan hasil pekerjaan 100 persen. Begitu juga berita acara serah terima barang dan profesional hand over (PHO.

“Yang dilampirkan pada surat permintaan pembayaran langsung padahal senyatanya pekerjaan tersebut di lapangan tidak sesuai karena dokumen tersebut,” tandas JPU Ahmad Attamimi.

Kemudian dari hasil audit BPKP Provinsi Maluku terbukti kerugian uang negara mencapai Rp 1.035.598.220,92. Hakim kemudian menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda eksepsi.(KTA)

Komentar

Loading...