Lusikooy Sebut Ada Kediktatoran Terselubung di Kasus Fery Tanaya

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Berkas perkara tersangka kasus pengadaan lahan untuk pembangunan PLTMG 10 MV di Pulau Buru dengan tersangka Fery Tanaya telah masuk Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Ambon.
Kabarnya, cukong kayu Pulau Buru ini akan disidangkan Selasa besok 4 Mei 2021. Menjelang sidang dimaksud, pengacara dari Tanaya, Henry S. Lusikooy kembali buka suara. Dia bahkan menyebut kalau kasus kliennya itu sebagai satu adegan komedi yang selama ini menjadi tontonan publik.
“Ada kediktatoran terselubung dalam kasus yang menyeret Tanaya. Dan bagi saya, Tanaya telah menjadi korban dari over kriminalisasi,” kata Lusikooy kepada wartawan, Sabtu, pekan kemarin.
Menurutnya, penahanan terhadap Tanaya, yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka 26 April 2021 lalu, telah menjadi konsumsi publik. Namun dari sini, publik kerap bertanya, sebenarnya ada kepentingan apa dibalik perkara ini.
“Karena hampir empat tahun masyarakat Maluku telah dipertontonkan dengan suatu tontonan yang sangat menggelikan,” tandasnya
Dikatakan, kediktatoran dan over kriminalisasi ini diduga dilakukan oleh oknum-oknum penyidik Kejati Maluku, yang menyidik perkara. Pasalnya, penegak hukum telah mengubah dan memaksa suatu perbuatan yang bukan pidana menjadi perbuatan pidana.
Kliennya juga telah ditetapkan sebagai tersangka saat status kasus masih dalam tahap penyelidikan, sehingga bertentangan dengan Hukum Acara Pidana serta segala bentuk aturan lainnya.
“Penyidik juga telah merekayasa Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1979 tentang pokok-pokok kebijaksanaan dalam rangka pemberian hak baru atas tanah asal konversi hak-hak barat, pasal 1 ayat (1) yang menerangkan, tanah hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai asal konversi Barat, yang jangka waktunya akan berakhir selambat-lambatnya pada tanggal 24 September 1980, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960, pada saat berakhirnya hak yang bersangkutan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara,” jelasnya
Rekayasa yang dimaksudkan adalah karena tanah yang dikuasai langsung oleh Negara sebagaimana yang digaris bawahi maknanya dirubah menjadi tanah milik Negara. Padahal arti sebenarnya dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara adalah tanah yang belum dilekati hak.
“Tanah yang dikuasai langsung oleh negara adalah tanah negara sebagaimana Pasal 1 butir 2 Peraturan Menteri Agraria / Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999 tentang Tata cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Tanah Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah sebagaimana Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Kata dikuasai oleh Negara bukanlah dimiliki oleh negara, Sebagaimana Undang- Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar-dasar Pokok Agraria, dalam Penjelasan umum Angka Romawi II bagian (2) dijelaskan bahwa bahwa dikuasai dalam pasal tersebut bukanlah berati dimiliki,” tegas dia
Lusikooy juga melihat, dalam kasus ini ada upaya merekayasa agar kliennya tidak menerima ganti rugi atas tanah tersebut, karena merupakan aset negara. Padahal sama sekali secara fakta tanah tersebut belum menjadi aset milik Negara. Alasannya, sebab belum tercatat dengan sertifikat hak pakai atau hak pengelolaan atas nama Pemerintah RI, Pemerintah Daerah maupun BUMN yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional.
Sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, Pasal 49 ayat (1) menyebut bahwa barang milik Negara/Daerah yang berupa tanah yang dikuasai pemerintah pusat / daerah harus disertifikatkan atas nama pemerintah Republik Indonesia / Pemerintah Daerah Yang bersangkutan”
“Bahwa Fery Tanaya tidak berhak menerima ganti rugi adalah kebohongan besar yang dibuat-buat penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku, karena kebenarannya secara hukum adalah Fery Tanaya berhak menerima ganti rugi. Hal ini diperkuat dengan berbagai aturan yang ada, “pungkasnya. (KTY)
Komentar