Kisah Pilu Warga SBT Demi Pelayanan Kesehatan
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON – Berada di desa terpencil, warga harus bertaruh nyawa untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Cerita pilu dan miris ini harus dirasakan warga yang berada di pedalaman yang tidak tersentuh fasilitas kesehatan.
Warga di Desa Mising, Kecamatan Kilmuri, Kabupaten Seram Bagian Timur bisa menjadi potret terbatasnya berbagai akses yang mudah diperoleh bagi warga yang tinggal di perkotaan. Jika cuaca laut tidak bersahabat, warga Desa Mising harus berjuang ekstra keras untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Mereka terpaksa melintasi jalur darat dengan gerobak untuk mengangkut warga yang sakit menuju puskesmas karena ketiadaan transportasi darat.
Evakuasi pasien menggunakan gerobak di jalur darat itu harus ditempuh warga berjam-jam untuk tiba di Puskesmas Kilmury, Kecamatan Kilmury. Foto-foto perjuangan warga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tersebut beredar di media sosial dan menjadi viral.
“Saya dapat foto dan pasang di facebook. Itu masih keluarga saya sakit. Saya sampaikan kendaraan yang kita punya hanya longboat, karena kondisi laut yang tidak bersahabat, ombak (besar), akhirnya jalan darat. (Meski) juga tidak ada seperti jalan lintas (jalan darat yang mulus), jadi alternatif terakhir begitu (gunakan gerobak),” kata keluarga pasien, Hamin Kocal, Senin (22/2).
Warga Mising yang diangkut dengan gerobak itu adalah Dahlan Kocal (35). Dia harus dievakuasi ke puskesmas dengan gerobak demi mendapatkan pertolongan medis. Dahlan terpaksa dibawa dengan gerobak oleh anggota keluarga dan kerabatnya, Minggu (21/2) ke puskesmas di Desa Kilmuri lantaran di Desa Mising tidak ada fasilitas kesehatan.
Jamila Kocal, kakak kandung korban mengatakan, adiknya dibawa dengan menggunakan gerobak lantaran tidak ada transportasi darat dari desa mereka menuju ke puskesmas. “Di sini tidak ada jalan darat. Satu-satunya jalan menuju puskesmas hanya melalui jalur pantai atau jalur laut,” kata Jamila.
Dahlan dievakuasi ke Puskesmas Kilmuri karena dianiaya dan dicekik oleh warga di desa Mesing hingga nyaris tewas. Jamila mengatakan, saat membawa adiknya menuju puskesmas, mereka harus menyeberangi lima sungai. “Ada lima sungai yang kita lewati, ada empat sungai kecil dan satu sungai besar. Yang sungai besar itu sungai Tala,” ujarnya.
Harusnya keluarga membawa Dahlan dengan motor tempel melalui jalur laut. Namun, karena kondisi laut yang tidak memungkinkan, maka keluarga akhirnya mengevakuasi Dahlan sambil menyusuri pantai.
Untuk mencapai Puskesmas Kilmuri, Jamila dan keluarganya harus berjalan kaki lebih dari 20 km dengan memakan waktu tempuh lebih dari tiga jam. Sejumlah keluarga juga membawa perbekalan berupa makanan dan minuman untuk kebutuhan di jalan. “Kita ada yang bawa bekal juga, takutnya jangan sampai lapar karena perjalanannya jauh,” ujarnya.
Nihil fasilitas kesehatan Jamila mengaku kondisi yang menimpa adiknya itu merupakan kondisi yang lazim dialami warga di desa tersebut saat sedang sakit dan membutuhkan perawatan medis. Sebab, di desa mereka itu tidak ada satu pun fasilitas kesehatan baik, puskesmas ataupun puskesmas pembantu yang dibangun pemerintah daerah SBT.
Kilmuri merupakan wilayah yang paling tertinggal di SBT akibat keterbatasan akses transportasi, kesehatan, dan pendidikan . “Tidak ada puskesmas atau pustu di sini. Jadi kalau ada yang sakit harus dibawa ke Kilmuri. Biasanya lewat laut, tapi kalau kondisi laut buruk seperti saat ini harus lewat jalan pantai,” ungkapnya.
Dia berharap Pemkab SBT memperhatikan kondisi warga di wilayah tersebut dan dapat membangun fasilitas kesehatan yang layak. “Semoga pemerintah bisa lihat desa ini, bisa bangun puskesmas dan jalan di sini agar kita tidak susah seperti ini,” kata Jamila.
(KT)
Komentar