Soal “Tipu” Ketua DPRD Maluku

Lagi, Jurus Balikin Uang Hindari Proses Hukum

ilustrasi

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Sedikit demi sedikit kasus dugaan penipuan yang menyeret nama Ketua DPRD Maluku Lucky Wattimury terkuak, dan benar saja, korban politisi PDIP ini diduga bukan satu dua orang.

Seperti yang dilakukan Wattimury terhadap Zakarias Reressy untuk membungkam kasus ini tak diusut, ini juga hendak dilakukan terhadap JW, ketua salah satu asosiasi pengusaha jasa konstruksi di Maluku.

Ketika dihubungi kembali, JW berubah sikap dan enggan berkomentar panjang tentang persoalannya dengan Lucky Wattimury. Padahal  sebelumnya JW berjanji ketemu untuk memberikan informasi rinci soal kelakuan Wattimury terhadap dirinya. 

“Seng, jang dolo tamang, ini antua (Lucky) ada telepon beta, bilang kata ada mau kasih pulang (balikin) uang. Khan lebe baik lagi to? Jadi jang beta bicara ini dolo,” ucap JW dihubungi, Senin (19/10) melalui telepon selulernya. 

Didesak, JW akhirnya menjelaskan, kalau duit senilai Rp 20 juta tersebut diberikan atas permintaan Lucky Wattimury. Diakuinya pemberian uang tersebut lantaran dinjanjikan proyek fisik senilai Rp 300 juta. 

“Jadi itu jalan setapak, seng tau di sebelah mana,  tapi antua bilang nilai proyeknya Rp 300 juta. Tiga tahun ini, sering ketemu, tapi setiap bakudapa antua bilang nanti telepon, tapi mana? Seng ada,” beber JW.

Sebelumnya ketua para pengusaha jasa konstruksi ini membeberkan perbuatan Lucky Wattimury setelah membaca pemberitaan Kabar Timur menyangkut orang nomor satu di DPRD Maluku itu. “Jadi bung, yang Kabar Timur tulis itu betul. Beta ini salah satu korban juga,” ungkapnya Jumat pekan kemarin melalui telepon seluler.

Setelah membaca pemberitaan tersebut, dia lalu mencoba menghubungi Lucky Wattimury. Tapi kali ini bukan lagi untuk menanyakan janji proyek Rp 300 juta dari yang bersangkutan tapi untuk meminta uangnya Rp 20 juta itu agar  dikembalikan. 

Sebelumnya Plt Ketua LP3NKRI Maluku Edison Wonatta mengungkapkan dari pulbaket yang dilakukan pihaknya terindikasi korban Lucky Wattimury bukan hanya Zakarias Raressy, tapi masih ada belasan korban lainnya rata-rata kontraktor. 

Hanya saja para korban ini, kecuali Raressy, enggan memberikan bukti-bukti seperti kuitansi dan lainnya. “Adidas tuh saja, Rp 150 juta. Tapi koko (bos)nya bilang seng ada kuitansi, hanya saling percaya, loh mana bisa dilapor?” ujar Wonatta.

Namun pihak Hendra Lukito menepis tudingan LP3NKRI itu. Melalui kuasa hukumnya Yustin Tuny, dia menyatakan informasi pemberian uang sejumlah itu kepada Wattimury tidak benar, demikian juga janji proyek dari ketua DPRD Maluku itu.

INDIKASI KORUPSI

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, seseorang menjanjikan sesuatu dari jabatannya itu sudah masuk tindak pidana korupsi yang seharusnya tidak serta merta perkara dicabut lalu polisi menghentikan prosesnya.

Kasus penipuan bermodus barter proyek yang melibatkan Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury membuat sebagian besar publik Maluku tercengang. Bagaimana tidak, sejak kasus ini mencuat dan korban Zakarias Ressy mencabut laporannya.

Apakah kasus ini bisa diusut atau terhenti, setelah laporan tersebut dicabut. Pakar Hukum Pidana Prof. Dr Mudzakir berpendapat, penipuan yang dilakukan Lucky Wattimury telah memakan banyak korban.

Prinsipnya jika seorang pelapor menarik laporannya terhadap  masalah ini orang itu saja yang kasusnya dihentikan. Tapi jika ada korban lain, bukti dari orang pertama bisa dipakai melanjutkan dan mengusut adanya indikasi korupsi di satu daerah.

“Urusan terbukti dan tidak terbukti, itu jadi kewenangan kepolisian. Tapi prinsipnya jika ada lebih dari lima orang yang kena dampak tipu, bukti dari orang pertama bisa dipakai mengusut lebih dalam lagi kasus dimaksud,” kata Mudzakir ketika dihubungi Kabar Timur via seluler, Selasa (29/9), kemarin.

Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu menjelaskan, meski sejumlah orang yang merasa ditipu namun tidak memiliki bukti tertulis, pihak berwajib bisa gunakan pendekatan bukti-bukti pelapor pertama bahwa memang ada indikasi mereka dijanjikan sesuatu tapi tidak ditepati.

“Soal ini. Itu tekniknya penyidik bagaimana dia (penyidik) mengumpulkan bukti terhadap orang-orang yang pernah juga kena tipu Ketua DPRD Lucky, “ jelasnya. Dia menambahkan, sebenarnya kasus itu namanya delik biasa. Tapi jika seseorang menjanjikan sesuatu dari jabatannya maka itu sudah masuk tindak pidana korupsi yang seharusnya tidak serta merta perkara dicabut lalu polisi menghentikan prosesnya.

 “Karena ini tindak pidana korupsi maka penyidik harus hati-hati juga. Mencabut tidak mencabut itu khan delik biasa. Tapi ini soal rakyat menjadi korban tipu muslihat Lucky yang menjual jabatannya,” tandasnya.

Dalam kasus seperti ini, lanjut Mudzakir, yang dilihat itu bukan dari pribadi orang namun dari jabatan. Sebab dalam hukum pidana, yang dilarang itu paling utama yaitu menjual jabatan sebagai pemulus aksinya.

“Kalau tipu muslihat itu kan pasal penipuan KUHP. Tapi pada kasus ini, jabatan yang menjadi masalah. Lucky sudah menjual jabatannya dan itu berarti korupsi. Rakyat ditipu dengan penggunaan jabatan,” tegas Mudzakir.

 (KTA/KTY)

Komentar

Loading...