Kejati Diingatkan, Ada Lahan Adat di PLTMG

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON-Penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan lahan PLTMG Namlea Kabupaten Buru, institusi kejaksaan diingatkan bertindak cermat. Apalagi lahan yang jadi objek perkara bukan milik negara, maupun Fery Tanaya.
Terkait progres penyidikan perkara tersebut Kasipenkum Kejati Maluku Samy Sapulette mengaku kejaksaan masih intens memeriksa saksi. Kemarin satu saksi sedianya diperiksa di Kejari Namlea Kabupaten Buru namun ditunda karena saksi tidak hadir.
“Saksi dari Kantor BPN Buru. Yang bersangkutan tidak hadir, jadi akan dijadwalkan ulang pemeriksaannya,” jelas Samy, kepada Kabar Timur, Rabu (7/10).
Ditanyakan apakah Kejati Maluku menggunakan bukti-bukti yang sama menjerat calon tersangka perkara ini, Samy enggan menjelaskan rinci hal itu. Dia juga tidak mengungkapkan ada atau tidaknya bukti baru dikantongi penyidik.
Namun Samy tidak menepis adanya informasi dari pihak Pemerintah Negeri Lilialy yang mengklaim lahan tersebut. Sebelumnya Raja Negeri Lilialy Husein Bessy menyatakan, lahan yang bermasalah tersebut bukan status tanah negara.
Sebagaimana didalilkan oleh kejaksaan menjerat Fery Tanaya yang memakai dokumen Erpak melego tanah tersebut ke pihak PLN UIP Namlea. Menanggapi hal itu, Samy Sapulette menolak berkomentar, dia hanya menyatakan baiknya diikuti saja penyidikan perkara ini hingga bergulir ke pengadilan.
“Karena apa yang ditanyakan sudah masuk ke ranah materi perkara. Semuanya pada akhirnya akan terungkap apabila perkara ini sudah berproses ke pengadilan,” kata Samy.
Kepada Kabar Timur Husein Bessy menjelaskan bila lahan yang di jual Fery Tanaya kepada pihak PLN UIP Namlea sebagian masuk dalam wilayah petuanan Negeri Lilaly Kecamatan Liliy Kabupaten Buru.
“Hati-hati Itu lahan adat petuanan Negeri Lilialy, bukan tanah negara,” ujar Husein Bessy kepada Kabar Timur beberapa waktu lalu.
Selain Husein Bessy ada pihak Moh Mukadar yang juga mengaku punya beberapa bagian di atas lahan tersebut. Kepada Kabar Timur, Mukadar menyatakan bahkan kepemilikan lahan oleh pihaknya telah memiliki kekuatan hukum tetap di pengadilan, hingga Mahkamah Agung RI.
Tapi yang diherankan, kata Mukadar, ketika pertama kali melaporkan Fery Tanaya sekira tahun 2018 lalu, di Kejati Maluku sebagai penyerobotan lahan miliknya, Fery malah jadi tersangka karena menjual tanah milik negara, berdasarkan dokumen Erfak yang dimiliknya bertransaksi dengan PLN UIP Namlea senilai Rp 6,3 miliar. Penjualan oleh Fery tersebut sekaligus menjadi kerugian keuangan negara, sebelum perkara ini dibatalkan oleh hakim yang mengabulkan permohonan praperadilan Fery Tanaya. (KTA)
Komentar