Dua Petinggi DPP PDIP Bungkam
Dalih Ketua DPRD Maluku Tak Terima Uang Dibantah

Apakah benar ada penyerahan uang dengan bukti-bukti yang ada atau tidak. Polisi kalau serius, pasti mudah mengusut kasus ini.
Kwitansi penerimaan uang dan surat pernyataan yang ditandatanganinya menjadi bukti tertulis Ketua DPRD Maluku Lucki Wattimury menikmati puluhan juta rupiah dari Zakarias Reressy. Tapi kini Wattimury berkelit tidak menerima uang dari kontraktor asal kabupaten kepulauan Tanimbar itu. Bendahara PDIP Maluku ini bahkan berdalih namanya dicatut dan tandatangannya dipalsukan.
Dalih Wattimury itu disampaikan saat dimintai klarifikasi oleh DPP PDIP di Jakarta. “(kasus penipuan ini) Sudah diklarifikasi ke DPP PDIP. Dia (Wattimury) bilang tidak menerima uang dari Reressy karena namanya bukan Lucas (tertulis di surat pernyataan), namun nama sebenarnya adalah Lucky. Begitu juga dengan tandatangan yang tertera di surat pernyataan dan kuitansi dipalsukan atau tidak sesuai tanda tangan aslinya,” ungkap salah satu kader PDIP Maluku kepada Kabar Timur, Rabu (16/9).
Dalam surat pernyataan itu, jabatan Wattimury tertulis Wakil Ketua DPRD Maluku. Padahal ketika itu, Wattimury menjabat ketua Fraksi PDIP DPRD Maluku. “Jadi memang banyak kejanggalan karena tidak sesuai fakta,” kata sumber mengutip pengakuan Wattimury.
Wattimury sudah kembali ke Ambon setelah dimintai keterangan oleh DPP PDIP. “Jadi semua tudingan kalau LW (Lucky Wattimury) terima uang dibantah, karena tidak sesuai tandatangan dan nama aslinya. Jadi tidak ada masalah LW sudah kembali dari Jakarta,” klaimnya membela Wattimury.
Namun dalih Wattimury dipatahkan oleh seorang rekan Zakarias Reressy. Dia mengaku sebagai saksi yang melihat langsung mantan anggota DPRD kota Ambon itu menerima uang dari Reressy. Uang sebanyak Rp 75 juta di salah satu tempat di kota Ambon.
“Benar ada penyeraham uang dengan janji Cak (Zakarias) dapat proyek,” kata orang dekat Zakarias yang enggan namanya diwartakan, kemarin. Dia heran ketika kasus ini kini mencuat ke publik, Wattimury mendadak pandai berbohong untuk menutupi boroknya yang memalukan sebagai wakil rakyat.
Dia menegaskan, surat pernyataan yang ditandatangani Wattimury dan sejumlah saksi dikonsep oleh Margareth Antony, PNS di Dinas PUPR Maluku. “Jadi memang ketika itu dokumen (surat pernyataan) yang disiapkan langsung ditandatangani Pak Lucky dan saksi-saksi,” bebernya.
Menurutnya klaim sepihak Wattimury hanya akal-akalan untuk membangun opini publik dirinya tidak melakukan tindakan penipuan agar lolos dari jeratan hukum.
Dia menantang polisi menyelidiki kasus ini untuk mengungkap fakta sebenarnya dan mengungkap kebohongan Wattimury. “Nah, kita lihat nanti. Apakah benar ada penyerahan uang dengan bukti-bukti yang ada atau tidak. Polisi kalau serius, pasti mudah mengusut kasus ini,” ingatnya.
KWITANSI-SURAT PERNYATAAN
Dalih Wattimury bahwa namanya dicatut dan tanda tangannya dipalsukan terbilang janggal.
Kronologis kasus ini berawal ketika pada 2 November 2018, Wattimury menghubungi Zakarias melalui telepon seluler. Dia menjanjikan pria 51 tahun itu tiga paket proyek fisik bersumber dari dana aspirasi DPRD Maluku tahun anggaran 2019.
“Proyek akan dikerjakan Februari 2019,” kata Zakarias dalam surat laporannya ke Kapolda yang salinannya diperoleh Kabar Timur, Rabu (2/9).
Tiga paket proyek fisik yang berlokasi di kota Ambon adalah proyek talud penahan air senilai Rp 800 juta di kawasan Kopertis, Karang Panjang. proyek air bersih Rp 1.480.000.000 di Ahuru dan proyek di Desa Airlow, kecamatan Nusaniwe Rp 1,2 miliar.
Untuk memperoleh tiga paket proyek itu, Wattimury meminta uang Rp 150 juta sebagai bentuk kompensasi. Zakarias menyanggupi permintaan Wattimury. Dan disepakati proyek akan diserahkan kepada CV Tri Agung yang dipimpin Jaqueline R.E Fasse, istri Zakarias.
Sebagai bukti ikatan janji itu tertuang dalam surat pernyataan yang dibuat dan ditandatangani Wattimury dan tiga orang saksi pada 2 November 2018. Dalam surat pernyataan tertera nama Drs Lucas Wattimury, alamat Karang Panjang, Ambon. Pekerjaan/jabatan Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku.
Dalam surat itu tertulis Wattimury menyerahkan pekerjaan tiga paket proyek tersebut kepada Zakarias Reressy atas nama CV Tri Agung dengan nilai kompensasi sebesar Rp 150 juta dari nilai kontrak setelah dipotong pajak (terlampir kwitansi).
“Sebagai kelengkapan administrasi, pemberkasan dokumen perusahaan akan diserahkan pada Desember 2018. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun,” tulis Wattimury dalam surat bermaterei tertanggal 16 Juli 2019.
Dalam surat pernyataan juga tertera tulisan tangan dengan tinta basah Wattimury. Tertulis rehab talud penahan tanah di desa Hunuth DP Rp 500 juta. Dan Pembangunan air bersih di RT 008/RW 017 desa Batu Merah Rp 500 juta.
Surat pernyataan itu juga tertera tanda tangan tiga orang saksi satu diantaranya Jaqueline, istri Zakarias.
Pada Desember 2018, Zakarias ke Ambon menemui Wattimury. Zakarias menyerahkan uang muka sebagai tanda jadi (tahap pertama) Rp 75 juta kepada Wattimury. Dan menyerahkan kelengkapan admnistrasi berupa pemberkasan dokumen perusahaan sekaligus memastikan tiga paket tersebut kepada korban.
Setelah menerima uang dan berkas dokumen dari Zakarias, Wattimury mulai melancarkan aksi tipunya. Buntutnya, Zakarias gagal mendapatkan tiga paket tersebut.
“Dia (Wattimury) jelaskan 3 paket itu tidak dapat diakomodir dan akan digantikan dengan dua paket proyek fisik,” tulis Zakarias. Wattimury memastikan dua proyek dikerjakan pada 16 Juli 2019. Dua paket itu adalah pekerjaan talut penahan tanah di Desa Hunuth senilai Rp 500 juta. Dan Pembangunan air bersih di RT 008/RW 017 desa Batu Merah senilai Rp 500 juta.
Pada Juli 2019 korban kembali menemui Wattimury di Ambon menagih janji dua proyek itu. Wattimury menganjurkan korban ikut proses tender. Memenuhi keinginan itu Zakarias menggunakan jasa pihak ketiga untuk menyiapkan dokumen tender, transportasi dan penijauan objek proyek itu. Total dihabiskan Rp 10 juta. Tetapi pada akhirnya, dua paket itu dimenangkan dan dikerjakan oleh perusahaan lain.
Untuk keduanya kalinya Zakarias ditipu Wattimury. Dia meminta pertanggung jawaban Wattimury karena tidak mendapatkan dua paket proyek itu. Wattimury kembali melancarkan aksi tipu ketiganya. Dia untuk ketiga kalinya berjanji akan memenuhi janjinya. Wattimury meminta Zakarias mengusulkan rencana kerja tahun anggaran 2020 yang diusulkan dan dianggarkan Luki selaku Ketua DPRD Maluku. Lokasi proyek di kabupaten Kepulauan Tanimbar dianggarkan dalam DIP Provinsi Maluku.
Memenuhi keinginan Wattimury, Zakarias menyerahkan rencana kerja berupa pekerjaan beton jalan setapak di kelurahan Saumlaki, Desa Olilit Timur dan di Desa Sifnana. Berikut pekerjaan drainase dan pekerjaan pagar gedung aula gereja Tri Tunggal di Sifnana.
“Tetapi usulan itu hanya janji kosong tidak juga diakomodir dalam DIPA 2020,” kata Zakarias.
Aksi tipu-tipu Wattimury berlanjut dengan menjanjikan Zakarias proyek pekerjaan pembanguan perumahan di Tanimbar. Tapi itu hanya akal bulus Wattimury karena tidak disebutkan lokasi dan nilai proyek.
Sukses melancarkan aksi penipuan, Wattimury menghindar dari Zakarias. Beberapa kali coa dihubungi, telepon seluler Luki tidak bisa lagi dihubungi. “Dia tidak punya etikad baik dan menghindar,” kata Zakarias dalam suratnya.
Akibat menjadi korban penipuan Luki, Zakarias mengalami kerugian mencapai Rp 125 juta. “Kerugian 75 juta biaya pokok dan kerugian imaterial (biaya transportasi, akomodasi sekitar Rp 50 juta. Total 125 juta,” katanya.
Dalam suratnya, Zakarias menyebutkan Luki telah menipunya sebagaimana Pasal 378 KUHPinada tentang penipuan. Laporan Zakarias ke polisi disertai copian surat pernyataan dan kwitansi pengambilan uang yang ditandatangani Wattimury.
DPP BUNGKAM
Kasus penipuan dengan modus iming-iming paket proyek pemerintah yang dilakoni Wattimury sepertinya dianggap hal yang lumrah oleh DPP PDI Perjuangan. Bungkamnya dua petinggi DPP PDIP menjadi bukti kasus penipuan oleh kadernya di Maluku dianggap masalah sepele.
Hampir sepekan, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang dihubungi tidak merespon panggilan telepon dan pesan whatsapp Kabar Timur. Meskipun ulah Wattimury telah mencoreng citra PDIP di Maluku, sejumlah pertanyaan yang dilayangkan Kabar Timur tidak berbalas.
Aksi bungkam juga ditunjukan Ketua DPP Bidang Kehormatan PDIP Komarudin Watubun. Pertanyaan yang sama juga tidak dijawab anggota DPR RI ini.
(KT/KTM)
Komentar