Demo Desak KPK Bongkar Mafia Proyek BPJN Maluku
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak mengungkap mafia proyek di Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) XVI wilayah Maluku, bergema di Jakarta.
Belasan pemuda Maluku di Jakarta, Rabu (22/7) gelar aksi demonstrasi di kantor Kementerian PUPR dan gedung KPK. Demonstran yang tergabung dalam Gerakan Lintas Aktivis Mahasiswa menyampaikan empat tuntutan.
Empat poin tuntutan itu adalah, pertama, mendesak KPK usut tuntas dugaan kerugian negara senilai Rp 10 miliar di BPJN Maluku. Kedua, mendesak KPK mengungkap mafia proyek pada Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi Maluku. Ketiga, praktik mafia ini diduga berulang kali terjadi dibawah pimpinan Pokja Mendi Sapulette.
Dan keempat, meminta Kementerian PUPR evaluasi pejabat Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi Maluku karena terindikasi terlibat mafia proyek yang merugikan keuangan negara.
Unjuk rasa di depan kantor Kementerian PUPR dan gedung KPK yang berjalan damai itu dikawal aparat kepolisian. Dalam aksi itu, pendemo menyerahkan pernyataan sikap atau tuntutan secara tertulis yang diterima Humas Kementerian PUPR dan KPK.
Pamflet bertuliskan desakan KPK mengusut dugaan korupsi dan mafia proyek di BPJN Maluku yang merugikan negara diusung pendemo. Demonstran dalam orasinya mendesak Kementerian PUPR mengevaluasi dan menindak tegas oknum pejabat di BPJN dan Pokja yang diduga merupakan bagian dari mafia proyek-proyek insfrastruktur di BPJN Maluku.
Orasi yang disampaikan demonstran mengecam Mendi Sapulette, Sekretaris Kelompok Kerja (Pokja) 10 dalam lelang paket proyek tahun 2020, yaitu dua jembatan di Pulau Seram. “Pejabat Kementerian PUPR yang terlibat dengan Mendi Sapulette perlu ditindak tegas oleh KPK,” tegas pendemo dalam orasinya di depan gedung KPK.
Keputusan Pokja 10 yang melanggar aturan dalam proses tender dua jembatan di pulau Seram dinilai disengaja untuk memperoleh keuntungan pribadi dan kelompoknya. “Keputusan lelang oleh Mendy Sapulette untuk memperkaya dirinya. Kami mencium tindakan Mendy bukan berpikir untuk membangun daerah, tapi bagaimana caranya memperkaya diri,” kata orator dari atas mobil pick up.
Karena itu, lembaga antirasuah diminta mengusut praktik mafia dan dugaan korupsi juga untuk membersihkan dari oknum-oknum pejabat kotor di BPJN Maluku yang hanya berorientasi memperkaya diri. Pendemo berjanji akan kembali turun ke jalan mendesak Kementerian PUPR dan KPK jika aspirasi atau tuntutan tidak ditindaklanjuti.
EVALUASI HASIL LELANG
Dua hari sebelum aksi demonstrasi digelar, sejumlah pengusaha jasa konstruksi asal Maluku melalui kuasa hukum mencoba menemui Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Jakarta, Senin (20/7) tapi gagal.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian PUPR Widiarto, menolak menemui Darmi Marasabessy, kuasa hukum kontraktor. Keinginan menemui Widiarto untuk mencari keadilan atas keputusan Pokja 10 yang merugikan belasan pengusaha jasa kontruksi yang mengikuti lelang paket proyek jembatan Wai Tunsa dan jembatan Wai Pulu.
Kedatangan Darmi Marasabessy juga untuk menanyakan laporan aduan hasil lelang yang telah dilayangkan kontraktor ke Irjen Kementerian PUPR.
Kuasa hukum dilibatkan karena sudah sebulan, Irjen Kementerian PUPR belum merespon laporan aduan kontraktor peserta lelang yang dicurangi Pokja 10.
Merespon keinginan kliennya, Darmi Marasabessy bertandang ke kantor Kementerian PUPR. Tujuannya, meminta Irjen menanggapi keinginan para kontraktor tersebut yang meminta Irjen mengevaluasi ulang hasil tender proyek dua paket jembatan yang dimenangkan perusahaan milik Hans Wijaya alias Hai.
Tapi Irjen Wudiarto menolak ditemui Darmi Marasabessy. Dia tidak ingin ditemui pengacara. Alasannya, Irjen telah melayangkan surat balasan aduan terkait lelang proyek jembatan Wai Tunsa dan Wai Apu. Tapi sampai sekarang kami belum menerima balasan surat dari Irjen,” kata sejumlah kontraktor kepada Kabar Timur, kemarin.
Untuk memastikan Irjen telah membalasa aduan itu, Darmi Marasabessy meminta salinan surat, tapi ditolak Irjen. “Surat balasan katanya sudah dikirim jadi tidak perlu diberikan salinan balasan surat aduan,” katanya.
Kejanggalan dan sikap tidak biasa Irjen memunculkan kecurigaan. “Kenapa Irjen menolak ditemui. Apakah hasil lelang dua paket jembatan itu yang menabrak aturan itu dibiarkan begitu saja,” herannya.
Menurutnya menjadi tugas Irjen merespon aduan masyarakat atau pengusaha jasa konstruksi terkait proyek infrastruktur yang dibangun menggunakan anggaran negara. “Karena itu Irjen memiliki tanggung jawab untuk melakukan evaluasi ulang terhadap berbagai indikasi kecurangan yang dilakukan oknum-oknum pejabat di BPJN Maluku dalam kasus ini yang diduga melakukan penyimpangan aturan dalam proses lelang yang mengarah pada terjadinya praktik KKN,” katanya.
Dia berharap Irjen mengeluarkan rekomendasi untuk evaluasi ulang penetapan hasil lelang oleh Pokja 10 pada proyek jembatan Wai Pulu dan Wai Tunsa.
Sebagaimana diketahui, Nilai pagu proyek jembatan Wai Tunsa sebesar Rp 73 miliar. Sedangkan jembatan Wai Pulu Rp 76 miliar. Proses lelang kedua mega proyek ini rampung Mei 2020.
Pokja 10 yang dipimpin Iswanto Ari sebagai ketua dan Mendy Sapulette selaku Sekretaris menetapkan perusahaan milik bos Hai sebagai pemenang meskipun nilai penawaran dua paket jembatan itu lebih tinggi dari sejumlah perusahaan yang menawarkan harga lebih rendah.
Dua paket proyek tahun anggaran 2020 ini bergulir saat Kepala BPJN Maluku dijabat Sutopo.
Perusahaan jasa kontruksi yang dicurangi dan dinyatakan kalah penawaran dalam lelang proyek mengadukan Pokja 10 ke Irjen Kementerian PUPR.
Paket proyek jembatan Wai Tunsa, Pokja memenangkan PT Panamas Multi Konstruksi dengan nilai penawaran Rp 64.692.522.000 sebagai pemenang pertama. Perusahaan ini milik bos Hans Wijaya alias Hai.
Pemenang kedua PT Karmel One. Nilai penawaran proyek terkoreksi Rp 66.550.000.000. Dan cilakanya, panitia menetapkan pemenang penawaran dengan paket proyek nilai tertinggi. PT Karmel One milik bos Nyong Paul ditetapkan pemenang meski nilai penawaran lebih mahal mendekati Rp 2 miliar dari PT Panamas Multi Konstruksi. Meski telah memenuhi syarat lelang, sejumlah perusahaan yang mengajukan penawaran lebih rendah dari dua perusahaan itu dinyatakan kalah oleh Pokja.
Persengkokolan atau modus kejahatan pokja dengan kontraktor berlanjut di lelang paket jembatan Waipulu. Atas pengaruh dan kuasa Sekretaris Pokja Mendy Sapulette kembali memutuskan dua pemenang. Pemenang pertama dan kedua, lagi-lagi perusahaan milik Hai dan Nyong Paul. Perusahaan milik Paul sebagai pemenang pertama dan pemenang kedua perusahaan milik Hai. Sejumlah perusahaan yang mengajukan penawaran lebih rendah dari dua perusahaan itu dinyatakan kalah oleh Pokja.
Menabrak aturan kembali dilakukan Pokja dengan memutuskan Bos Hai sebagai pemenang lelang proyek jembatan Waipulu, meskipun nilai penawaran lebih tinggi. Nilai penawaran PT Karmel One Rp 64.700.000.000. Sementara PT Panamas Multi Konstruksi Rp 73.230.117.000.
Nilai kemahalan atau kerugian negara dalam paket proyek jembatan Wai Pulu mencapai Rp 8,5 miliar. (KT)
Komentar