Skandal BNI, Seharusnya Bukan Perkara Korupsi

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Sejak bergulir di Pengadilan Tipikor Ambon, majelis hakim belum bisa mengungkap secara terang kemana aliran dana skandal korupsi BNI Ambon yang diduga didalangi Faradibah Yusuf.
Para saksi yang dihadirkan mulai teller, staf level atas dan auditor internal, nasabah bank sampai saksi ahli BPK dan PPATK hanya mengungkap modus yang dipakai Faradibah, sementara nilai riil kerugian negara Rp 58,9 miliar terkesan masih asumsi alias belum terbukti di persidangan.
Di lain pihak, ada puluhan nasabah BNI Ambon yang dana mereka belum pasti apakah akan dibayar atau tidak padahal punya bukti valid. Tanpa menunggu putusan akhir perkara ini, sebetulnya mereka bisa menggugat bank pelat merah itu.
Sementara hilangnya dana nasabah yang seharusnya dikejar penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku sebagai kejahatan perbankan, tapi tidak dilakukan. Padahal berapa dana nasabah yang bobol dalam kejahatan tersebut, dari situ kerugian bank atau negara bisa diketahui setelah dibayarkan oleh bank.
Demikian kesimpulan praktisi hukum Hendry Lusikooy yang menilai peradilan perkara ini sejak awal sudah salah arah. Lantaran, yang diajukan oleh tim jaksa penuntut umum adalah perkara korupsi, bukan kejahatan perbankan.
“Yang seharusnya kan ini kejahatan perbankan, bukan Tipikor. Kalau korupsi mesti ada nilai riil kerugian negara, sementara BPK bilang baru berpotensi kerugian. Kalau baru potensi berarti kerugian negara belum riil,” ujarnya di Pengadilan Negeri Ambon, Senin (20/7).
Sebagaimana persidangan yang menghadirkan saksi ahli Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, I Putu Adikondana terungkap hanya mengaudit berdasarkan BAP penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku. Ironisnya, banyak pihak yang tidak diverifikasi oleh auditor BPK itu, baik internal KCU BNI Ambon, apalagi nasabah.
Hal yang sama dengan saksi auditor internal BNI bahkan saksi PPATK, semua kerja sebatas “pesanan” penyidik kepolisian atau BAP para saksi maupun terdakwa.
Menurut pengacara senior itu, perkara dengan terdakwa Faradibah Yusuf dkk ini adalah kejahatan perbankan, yang terjadi akibat sistem di dalam bank yang diduga sengaja dipakai oknum-oknum pejabat BNI Ambon untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Hanya saja wakil pimpinan KCU BNI Ambon dkk itu yang dijerat sementara pihak internal bank lainnya seperti mantan kepala KCU BNI Ambon Fery Siahainenia dan wakilnya Noly Sahumena, kepala seksi pelayanan nasabah (alm) Prajoko Surya tak dijerat hukum.
Bahkan, masih fakta persidangan, kejahatan ini telah berlangsung lama jauh sebelum kasus ini mencuat dan dilaporkan ke Ditreskrimsus. Itu berarti secara sistem banyak pihak seharusnya dimintakan pertanggungjawaban termasuk OJK sebagai pengawas perbankan yang dinilai tidak becus bekerja.
“Jadi ini kejahatan perbankan, seharusnya oknum korporasi yang banyak itu, bukan cuma Faradibah Cs yang jadi tersangka di polisi, lalu terdakwa di pengadilan,” tandas Lusikooy.
(KTA)
Komentar