Pasien Corona Ngamuk di Tempat Karantina
KABAARTIMURNEWS.COM, AMBON – Puluhan pasien positif covid-19 yang menjalani karantina di gedung Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Maluku, mengamuk.
Mereka membakar satu unit tenda yang berada di dalam komplek LPMP. Aksi yang terjadi, Jumat (12/6) sekitar pukul 19.15 WIT ini, puncak dari kekecewaan mereka yang merasa dipermainkan oleh pemerintah daerah melalui Gugus Tugas Covid-19.
Dipicu kerasnya suara musik, amarah mereka akhirnya “meledak”. Amukan puluhan pasien yang divonis positif corona ini berawal dari ulah petugas yang mengawasi pasien di lokasi karantina yang berada di desa Poka, kecamatan Teluk Ambon, kota Ambon ini. Beberapa saat setelah menunaikan ibadah sholat mahgrib, sebagian pasien terusik dengan kerasnya suara dari sebuah toa. Petugas piket jaga di LPMP memutar lagu. Suara musik dikeluarkan melalui toa tepat ke tempat karantina yang dihuni pasien.
“Suara dari toa itu begitu keras membuat bising. Padahal saat itu sejumlah pasien usai menunaikan sholat maghrib dan mengaji di kamar,” kata salah satu pasien menghubungi Kabar Timur, tadi malam.
Dikatakan toa memang dipasang untuk memudahkan petugas menyampaikan pengumuman atau memanggil pasien sewaktu-waktu yang berada di kamar.
Tapi ulah petugas memutar lagu dan dipancarkan melalui toa mengganggu ketenangan pasien. “Loh kita ini pasien dikarantina, lagi susah tidak tahu kapan selesai dikarantina. Tapi dong (petugas) malah putar lagu keras-keras. Dong itu seng pung hati, bersenang-senang diatas penderitaan orang,” kesal dia melalui video call sambil menunjukkan aksi pasien yang protes petugas di LPMP.
Pasien yang kesal karena bising dengan suara musik, akhirnya membakar sebuah tenda bertuliskan BNPB di LPMP. Petugas jaga yang merupakan relawan covid-19 dan pegawai LPMP tidak berkutik melihat amarah pasien.
Dia menuturkan, pasien yang diklaim positif corona hasil pemeriksaan swab di LPMP berjumlah sekitar 50 orang. Menjalani karantina lebih dari sebulan. Mereka merupakan warga yang tinggal di beberapa kawasan di kota Ambon.
Sebelum ditempatkan di LPMP, mereka dikarantina di hotel Sumber Asia atau hotel Garuda oleh Pemkot Ambon setelah rapid test dinyatakan reaktif atau positif. “Kami dikarantina di hotel hampir sebulan sebelum dipindahkan ke LPMP,” jelasnya.
Mereka dipindahkan ke LPMP setelah menjalani pemeriksaan swab PCR dan hasilnya dinyatakan positif terpapar virus corona. “Terhitung karantina di hotel dan LPMP ini sudah sebulan lebih, bahkan beberapa sudah dua bulan,” sebutnya.
Para warga ini mengaku heran, disebut positif corona. Sebab secara klinis, tubuh mereka segar bugar dan tidak mengeluhkan penyakit. “Gejala sakit corona itu kan, flu, pilek dan demam. Kita di sini semua sehat kok, tapi kenapa kami dibilang kena corona,” ujarnya dalam dialeg Ambon.
Mereka semakin kesal bercampur marah, selama ini Gugus Tugas Covid, tidak pernah menunjukkan bukti dokumen hasil swab yang menyatakan positif corona. “Kami selalu minta bukti hasil swab ke dokter yang ditugaskan di LPMP, dia cuma bilang kalian hasil swab masih positif,” jelasnya.
Anehnya pasien penghuni LPMP ini telah menjalani pemeriksaan swab lebih dari lima kali. “Beta sendiri sudah diperiksa swab lima kali, tapi seng pernah ditunjukan bukti bahwa beta ini positif,” kesalnya.
Para pasien ditempatkan di bangunan tiga lantai di LPMP. Ruang Anggrek terdapat dua laintai. Lantai lainnya ruang Kamboja. Tiap pasien masing-masing menempati satu kamar.
Selama menjalani masa karantina, kebiasaan yang dilakukan adalah berjemur selama 20 menit, mulai pukul 9 pagi dan berolahraga. “Berjemur dan olahraga itu insiatif masing-masing pasien, tidak dipaksakan,” jelas pasien lainnya kepada Kabar Timur.
Meski selama dikarantina, dijamin sehari tiga kali makan, mereka mengeluhkan model pelayanan. “Kita dilarang berkumpul, tapi petugas tidak mengantarkan makanan kami ke kamar. Ketika kita berkerumun ditenda ambil catering dimarahin petugas,” kesalnya.
Mereka juga memprotes pelayanan medis Gugus Tugas Covid. Meski puluhan pasien ini mengaku sehat, tapi dokter jarang memeriksa kesehatan mereka. “Dokter itu kadang tiga empat hari sekali, bahkan ini sudah seminggu tidak datang periksa kami. Biasanya pemeriksaan suhu tubuh dan tekanan darah,” ujarnya.
Selama menjalani karantina, pasien diberikan obat klorokuin dan vitamin yang diklaim dapat menyembuhkan penyakit corona. “Dokter kalau tidak datang hanya menelepon mengingatkan jangan lupa minum obat. Ini sudah beberapa hari tidak telepon dan datang lihat kami,” kesalnya.
Mereka berharap mereka segera dikeluarkan dari lokasi karantina karena kondisi sehat. “Kami ini sehat, buat apa kami dikarantina lama-lama. Pemerintah harus bijak melihat ini dan memenuhi keinginan kami untuk segera dikeluarkan dari karantina,” ujar mereka.
Selain sehat, beberapa pasien yang dikarantina merupakan tulang punggung keluarga yang harus menghidupkan anak dan istrinya di rumah. “Kami sudah hampir dua bulan tidak kerja, siapa yang kasi makan anak istri kami di rumah jika tetap dikarantina dan tidak tau kapan keluar,” jelasnya.
Bahkan penghuni LPMP yang didominasi wanita ini terpaksa harus berpisah dengan anak-anaknya. “Pak, anak-anak saya itu di rumah masih kecil, siapa yang jaga dong karena beta laki kerja cari uang,” ujar seorang ibu itu. (KT)
Komentar