Dibatasi Berbicara, Anggota Dewan “Serang” Wattimury

IstimewahKantor DPRD Maluku

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Rapat tim pengawasan Covid-19 DPRD Maluku bersama kepala Dinas Kesehatan Maluku dan sejumlah direktur rumah sakit non rujukan Covid-19, berlangsung alot hingga panas.

Sejumlah anggota dewan naik pitam, setelah mereka dibatasi menyampaikan pendapat oleh Ketua DPRD Maluku Luki Wattimury ketika memimpin rapat, Senin (8/6).

Padahal, menurut mereka persoalan Covid-19, butuh perhatian serius, sehingga apa yang disampaikan mesti diberikan waktu lebih agar penanganan virus corona oleh rumah sakit non rujukan tidak terjadi lagi penolakan.

Rumah sakit non rujukan Covid-19 yang diundang mengikuti rapat dengan dewan, yakni RS Sumber Hidup (GPM), RS Bakti Rahayu, RS Al Fatah, dan RS Hatiwe Kecil (Otoquik).

Saodah Tethol, misalnya ketika diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat, dibatasi. Padahal, Tethol ingin menjelaskan penanganan Covid-19. "Pimpinan jangan batasi saya berbicara. Kita harus diberikan kesempatan untuk menyikapi penanganan Covid-19," kesal politisi Gerindra itu.

Dengan wajah kesal dan emosi, wakil rakyat Dapil Tual, Malra, dan Aru memukul meja dan langsung meninggalkan ruang sidang paripurna tempat digelar rapat.
"Saya dibayar rakyat untuk berbicara menyuarakan aspirasi mereka. Pimpinan jangan batasi saya berbicara menyikapi penanganan Covid-19. Saya tidak setuju. Saya walkout dari ruang rapat," kesal Tethol kepada Kabar Timur, kemarin.

Mestinya, harap dia, Wattimury, bijaksana memberikan waktu yang cukup kepadanya untuk berbicara. "Masak saya diberikan waktu hanya 3 menit. Jangan batasi kami berbicara. Pimpinan harus bijaksana dong," kecam dia.

Setelah Tethol aksi walkout, rapat berlangsung semakin panas. Perdebatan antara Wattimury, dengan anggota dewan yang lain kembali terjadi. Ini setelah, anggota dewan, Elfiana Pattiasina diberikan kesempatan menyampaikan pendapatnya.

Pattiasina mengatakan, alokasi anggaran penanganan Covid-19, peruntukanya harus jelas. Dia berharap, rumah sakit non rujukan Covid-19, dibantu anggaran dan Alat Pelindung Diri (APD) agar tidak ada lagi penolakan pasien Covid-19.

"Persoalan saat ini penanggulangan Covid-19. Mereka (rumah sakit non rujukan) bagian dari persoalan ini, makanya harus dibantu," tegas politisi Demokrat itu.

Kehadiran rumah sakit non rujukan bagian dari skrining (pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui apakah seseorang berisiko lebih tinggi mengalami suatu masalah kesehatan) Covid-19.

Menurut Pattiasina yang juga berprofesi sebagak dokter, skrining sangat dibutuhkan rumah sakit non rujukan. "Rapat koordinasi ini masukan bagi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, agar diplot anggaran oleh Pemda, karena mereka bersentuhan langsung dengan masyarakat terdampak dan tidak terdampak. Ini bagian dari persoalan Maluku saat ini," ingat dia.
Pattiasina berharap pimpinan dewan sampaikan hal itu ke Gustu Covid-19 Maluku. "Makanya pimpinan dewan yang punya kompetensi harus sampaikan ke Pemprov," harap mantan Wakil Ketua DPRD Maluku ini.

Belum selesai menyampaikan pendapat, Wattimury, tiba-tiba memotong pembicaraan Pattiasina. Keduanya akhirnya terlibat perdebatan seru. "Ibu kasih pikiran apa," sela Wattimury.
"Pikiran kami, Pemprov bisa jawab kebutuhan masyarakat," kata Pattiasina menjawab pertanyaan Wattimury.

Politisi PDIP itu berharap Pattiasina, memberikan pikiran agar dituangkan dalam rekomendasi politik dewan. "Makanya, pikiran ibu kami pimpinan lanjutkan," katanya.
Pattiasina balik menanggapi Wattimury. "Pikiran saya kontribusi anggaran untuk bantu mereka. Di mana transparansi anggaran Covid-19 selama ini," tanya Pattiasina.

Namun, Wattimury sepertinya tidak menanggapi Pattiasina. "Ketua dengar dulu," tegas Pattiasina. Namun, Wattimury, tidak mengindahkan saran Pattiasina. Selanjutnya, Wattimury, memberikan kesempatan kepada wakil rakyat lainya untuk berbicara.

Sedangkan sejumlah direktur rumah sakit non rujukan Covid-19 menyampaikan terkendala anggaran, APD, dan kurangnya tenaga medis, sehingga tidak bisa menerima pasien Covid-19.
Wattimury, sebelum menutup rapat menyampaikan permohonan maaf kepada Kepala Dinas Kesehatan Maluku Meikyal Pontoh dan sejumlah direktur rumah sakit non rujukan Covid-19 karena rapat berlangsung alot.

"Anggota dewan dalam pernyataan sangat keras merupakan hal biasa karena keterwakilan dari masyarakat yang harus disikapi anggota dewan. Jadi saya minta maaf dan harus dipahami," harap Wattimury.

TRANSPARANSI ANGGARAN
Dalam rapat itu, sejumlah anggota DPRD Maluku mempertanyakan penggunaan anggaran Covid-19. Menurut mereka belum ada transparansi Gugus Tugas dalam penggunaan anggaran penanganan virus mematikan itu. APD belum juga didistribusikan ke sejumlah rumah sakit swasta untuk menangani pasien Covid-19. "Ini lagi-lagi soal transparansi anggaran. Kemudian muncul pertanyaan, anggaran itu hanya untuk Gugus Tugas saja atau bagaimana? Sebenarnya persoalan saat ini menyangkut pencegahan dan penanggulangan Covid-19 ini, seharusnya rumah sakit swasta harus dibantu tim Gugus Tugas,” tegas dua anggota tim pengawasan Covid-19 DPRD Maluku, Elfiana Pattiasina dan Turaya Samal, kemarin
Pattiasina berharap, rumah sakit swasta juga harus dibantu dari sisi penganggaran maupun APD lewat Gugus Tugas Covid-19 Maluku.

Pattiasina meminta Tim Pengawasan Covid-19 DPRD Maluku mengundang Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan Covid-19 Maluku, untuk membicarakan anggaran. "Tujuanya, agar sejumlah rumah sakit swasta disuport anggaran untuk ikut penanganan Covid19," harap Pattiasina.

Sebab, anggaran Covid-19 dipotong dari APBD Maluku sebanyak 50 persen. Namun, sampai sekarang rumah sakit swasta belum dibantu. "Tenaga medis rumah sakit swasta ini juga secara langsung dengan masyarakat, dalam hal ini yang terdampak maupun yang tidak terdampak. Ini bukan hanya tugas Dinas Kesehatan, tetapi pemerintah daerah secara umum. Sudah berapa lama ini? Kok sampai sekarang belum bisa. Kami DPRD menerima penjelasan, bahwa mereka belum mendapatkan kontribusi APD,” tegasnya.

Senada dengan Pattiasina, Turaya Samal ikut mempertanyakan alokasi anggaran untuk rumah sakit swasta. Menurut politisi PKS itu, di satu sisi pemerintah membatasi aktivitas masyarakat, namun di sisi lain, pemerintah tidak transparan soal penggunaan anggaran di APBD maupun alokasi anggaran yang lainnya. “Masukan saya, kita evaluasi Pemda dan Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan Covid-19 Maluku,” usul Samal. (KTM)

Komentar

Loading...