Berkas Dua Tersangka BNI Ambon Masih di Jaksa

Foto: ISTILUSTRASI

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Berkas perkara dua tersangka tersebut kembali dilimpahkan setelah tim penyidik melengkapi petunjuk JPU (P19).

Kasus pembobolan dana nasabah BNI Cabang Ambon hanya menjerat delapan orang tersangka. Enam diantaranya telah duduk sebagai terdakwa di kursi “pesakitan” Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Ambon. Dua lainnya, belum dilimpahkan polisi ke jaksa.

Mereka yang telah di sidang adalah tersangka utama Farradhiba Yusuf, anak angkatnya Soraya Pellu, dan 4 Kepala Kantor Cabang Pembantu (KCP). Diantaranya, KCP Mardika, Andi Rizal alias Callu; KCP Tual, Chris Rumalewang; KCP Aru, Josep Maitimu; dan KCP Masohi, Martije Muskita. 

Untuk dua lainnya yang masih berada di tangan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku yaitu tersangka Tata Ibrahim, Pejabat Divisi Humas BNI Wilayah Makassar dan Wiliam Alfred Ferdinandus, teller pada BNI Ambon.

Direktur Krimsus Polda Maluku, Kombes Pol. Eko Santoso, mengungkapkan, berkas perkara kedua tersangka yang dijerat terakhir, itu masih berada di tangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Maluku.

Berkas perkara dua tersangka tersebut kembali dilimpahkan setelah tim penyidik melengkapi petunjuk JPU yang diinginkan (berkas P19). “Masih di jaksa. Belum (Berkas perkara tersangka Tata Ibrahim dan Wiliam Alfred Ferdinandus belum dinyatakan lengkap),” kata Santoso kepada Kabar Timur, Kamis (4/6).

Sebelumnya diberitakan, terungkap dari keterangan saksi Welliam Ferdinandus, ternyata skandal perbankan yang di BNI Ambon diduga sudah terjadi sejak tahun 2018. Atau satu tahun sebelum skandal Faradibah Yusuf dilaporkan Wakil Pimpinan KCU BNI Ambon Nolly Stevi Sahumena, yang ketika bank masih dipimpin Dione Limmon.

“Sejak 2018 transaksi-transaksi atas permintaan Fararadiba, itu permainan apa? Saya ingin tau. Ini permainan apa di bank? Yang tau khan orang dalam masa anda tidak tau? Saudara bilang tidak tau tapi saudara lah yang lakukan transaksi-transaksi tak normal itu,” kata hakim ketua Pasti Tarigan dengan nada datar kepada Welliam Ferdinandus, petugas Teller KCP Mardika di persidangan, Jumat (19/5) di Pengadilan Tipikor Ambon.

Selain itu ikut terungkap adanya orang lain di luar bank yang digunakan untuk menandatangani slip penerimaan setoran dari transaksi fiktif alias tanpa fisik uang.

Sebut saja, Ariani atau Enjel yang adalah pacar Teller KCP Aru, Melvin Tuhumury. “Kenapa pacar mereka dipake, lalu tujuannya apa, ada setoran penerima tapi uang sudah ditarik lebih dulu,” tanya anggota majelis hakim Hery Leliantono kepada tim Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

Sejumlah petugas teller dari berbagai KCP BNI kembali dihadirkan dalam persidangan, kemarin. Dan seperti sidang-sidang sebelumnya Faradibah Yusuf masih jadi bulan-bulanan dakwaan jaksa. Tapi, fakta sidang juga mengarah pada pelaku lain di level atas.

“Mulai dari teller-teller itu, sampai Nolly, Prajoko bahkan Fery Siahainenia, itu harus dijadikan tersangka,” kata Richard Ririmasse, kepada Kabar Timur, usai persidangan Faradibah Yusuf Cs di Pengadilan Tipikor Ambon, Selasa (19/5).

Kuasa hukum mantan pimpinan KCP Aru, Yoseph Maitimu itu selain menuding Faradibah sebagai aktor utama korupsi BNI Ambon, seharusnya banyak pihak yang harusnya dijerat. Namun entah apa mereka tidak diseret ke meja hijau. 

Sama seperti teller KCP Aru, Ledian Kastanya dan Melvin Tuhumury, lima teller masing-masing dari KCP BNI Tual, Masohi, Mardika, Waihaong dan Unpatti sama mengaku, mereka melakukan transaksi fiktif hanya karena takut karier mereka di BNI tak berkembang.

Dengan dalih ada hitungan prestasi kerja khusus dari manajemen bank, bila mereka bersedia mengeksekusi transaksi gelap terupiah, mereka pun masuk dalam perbuatan pidana. 

Bukan hanya itu, uang komisi juga diperoleh, seperti dinikmati Welliam Ferdinandus, saksi teller KCP BNI Mardika.  “Yang pertama Ibu Fara titip lima belas juta, yang kedua lima juta rupiah,” akui Welliam di persidangan kemarin.

Namun menurut pengacara Hans Liesay, kejahatan perbankan di BNI Ambon sesuai fakta persidangan, diakibatkan oleh lemahnya sistem pengendalian internal. Anehnya, hal itu justru terkesan dibiarkan oleh para pimpinan bank di KCU Ambon.

“Kejahatan yang muncul karena semua memanfaatkan jabatan dan kewenangan. Ada yang bebas gunakan password. Sementara ada yang suruh untuk menghubungi Faradiba,” kata kuasa hukum Krestianto Rumahlewang, eks kepala KCP BNI Tual. (KTA/KTC)

Komentar

Loading...