Nasabah BNI Ambon Bakal Menggugat
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Klienya anak dan ibu nasabah BNI Ambon. Dana mereka yang dibobol Rp 6,5 miliar, tapi BNI “cuci tangan.”
Terungkap sejumlah fakta persidangan di di kasus Faradiba Yusuf Cs, di Pengadilan Negeri Ambon, memperkuat kuasa hukum sejumlah nasabah BNI Ambon, yang dananya dibobol untuk mengugat bank plat merah itu secara perdata.
Dari fakta-fakta persidangan itu terungkap salah satunya, ada kelalaian dan kesengajaan yang dilakukan pimpinan BNI Ambon mengakibatkan dana nasabah dibobol. Menariknya, tak seorangpun pimpinan BNI Ambon yang terjerat kasus ini.
Mereka (pimpinan), seolah “cuci tangan” dan menuduh Faradiba Cs yang bertanggung jawab. Bahkan, dana nasabah yang dibobol, hanya terungkap Rp 58 miliar di persidangan. Padahal, sejak awal kejahatan perbankan itu mencuat disebutkan lebih dari Rp 300 miliar dana nasabah dibobol.
Berdasarkan pelbagai fakta-fakta persidangan yang janggal dari penanganan kasus ini, para nasabah yang dirugikan bakal mengugat Perdata BNI Ambon di Pengadilan Negeri Ambon, agar dana ratusan miliar mereka yang dibobol dikembalikan.
Kuasa hukum nasabah pembobolan BNI Ambon, Herman Hattu mengaku, pihaknya berencana menggugat Perdata BNI Ambon. “Kita sementara menunggu putusan Pengadilan Negeri Ambon, yang mengadili Faradiba Cs, agar ada dasar hukum ketika gugat Perdata,”kata Hattu, ketika dihubungi Kabar Timur, via telepon selulernya, Minggu kemarin.
Hatu mengaku, pihaknya telah menyiapkan gugatan Perdata melawan BNI Ambon, sebagai pihak tergugat terkait raibnya dana nasabah yang dibobol di bank itu. “Kita pasti gugat BNI secara Perdata. Kita sudah siap gugatannya,”tegas Hattu.
Apa yang mendasari, pihaknya menggugat Perdata BNI Ambon, dia mengaku, dalam persidangan Faradiba Cs, ada yang aneh.”Kalau kita ikuti keterangan dari para pejabat BNI Ambon, saat sidang, malah dicurigai kelalaian dan kerjasama itu ada. Ada unsur kerjasama dengan pelaku (Faradiba Cs),”beber Hattu.
Mestinya, dari keterangan itu, penyidik melakukan proses hukum lanjutan atau tidak. Menurut dia, fakta persidangan itu namanya Novum atau ada bukti baru.” Keterangan di pengadilan itu mesti dipakai. Namun, Faradiba Cs, seolah-olah sendiri yang bertanggungjawab. Sejak awal saya katakan ada skenario “cuci tangan” pakai “cuci kaki,”ingat Hattu.
Pertanyaanya, lanjut dia, penyidik dan Jaksa objektif atau tidak. Bukan soal siapa yang melakukan tindak pidana, tapi pertanggungjawaban atas perbuatan itu mesti objektif dan proporsional secara hukum. “Terbukti atau tidak urusan pengadilan.Tapi materi hukumnya terbukti ada dua alat bukti kenapa tidak dilanjutkan,”tanya Hattu.
Lantas, siapa nasabah yang dibela. Dia enggan beberkan nama mereka. Dia mengaku, klienya masing-masing anak dan ibu dalam satu keluarga, nasabah BNI yang dananya dibobol sebanyak Rp 6,5 miliar. “Nilai dana yang dibobol fantastis, tapi BNI sepertinya cuci tangan,’’tegas Hattu.
Usai putusan Pengadilan Negeri Ambon, mengadili Faradiba Cs, dilakukan pendaftaran gugatan bersamaan nasabah korban lain. Menurutnya, gugatan perdata hak setiap warga negara.”Gugatan ini kan soal hak masing-masing orang. Ini soal teknis. Nanti kita lihat,”sebut Hattu.
Diberitakan sebelumnya, sidang lanjutan pembobolan dana nasabah oleh terdakwa Faradiba Yusuf Cs kembali digelar, Jumat (15/5). Fakta persidangan terungkap, mantan Wakil Pimpinan dan juga Kepala Pemasaran Kantor Cabang Utama (KCU) PT BNI BNI Ambon, Faradiba Yusuf tidak punya kewenangan dan otorisasi melakukan transaksi dana tanpa fisik uang.
Tapi faktanya, transaksi cashback uang tunai terjadi juga. Jadi siapa yang berperan di balik bobolnya BNI Ambon miliaran rupiah? Jejak kejahatan yang diduga dilakukan oleh oknum petinggi bank di BNI Ambon, mulai terkuak, dua saksi di persidangan kemarin mengaku transaksi gelap tersebut sudah terjadi berulang-ulang sejak tahun 2012.
“Konstruksi perkara ini sesuai fakta sidang, Faradiba itu tidak bersentuhan langsung dengan teller. Sidang sebelumnya kewenangan memerintah tidak ada pada Fara. Walau pun dia wakil pimpinan KCU Ambon,” ujar Jonathan Kainama kepada Kabar Timur, usai persidangan, kemarin.
Bahkan Faradibah yang juga kliennya itu, sebut Kainama tidak memiliki otoritas apapun untuk memaksakan transaksi tanpa fisik uang itu dilakukan oleh pihak teller di KCP Aru, di mana kejahatan perbankan ini bermula.
Dua petugas teller pada KCP BNI Aru, Ledian Kastanya dan Melvin Tuhumury kompak mengaku, meski tidak dipaksa oleh pimpinan KCP mereka kuatir gaji tidak dinaikkan jika menolak melakukan transaksi yang diinginkan Faradiba.
Transaksi fiktif alias tanpa fisik uang dengan validasi BNI lengkap dengan surat-surat itu nyaris tak ketahuan selama bertahun-tahun. Hingga ditemukan kejanggalan dalam transaksi Rp 29,6 miliar di KCP tersebut.
Dari fakta persidangan kemarin, Ledian dan Melvin, mengungkapkan sebelum mengsekusi transaksi fiktif, mereka berdua lebih dulu menyampaikan permintaan Faradibah ke pimpinan mereka Joseph Maitimu, kepala KCP BNI Aru. “Kami sudah koordinasikan, tapi pimpinan (Joseph) bilang, nanti saya tanggungjawab,” ungkap Melvin Maitimu di persidangan.
Entah apa, Joseph siap tanggungjawab. Yang pasti, fakta sidang sebelumnya, saksi Kepala KCU BNI Ambon Fery Siahainenia mengaku, dia punya otoritas atas transaksi dengan nilai di atas Rp 5 miliar.
Di lain pihak, saksi kepala pelayanan KCU BNI Prajoko Surya, yang juga perancang transaksi dengan sistem ikon dengan iming-iming kenaikan level itu. Di persidangan Selasa pekan lalu, Projoko tak bisa mengelak kecurigaan majelis hakim bila dirinya yang mengawasi lalu lintas transaksi, karena memegang password otorisasi.
Selain Prajoko, saksi Fery Siahainenia, mantan kepala BNI Ambon juga mengaku punya kewenangan mengawasi lalu lintas transaksi, meski faktanya dia tidak bertindak apa-apa mencegah transaksi yang melanggar SOP itu. (KTA/KTM)
Komentar