Skandal Dana Nasabah Dibobol
BNI Harus Bertanggungjawab
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Baik Kepolisian, Jaksa sebagai penuntut umum, dan pintu terakhir adalah pengadilan. Orang cukup curiga dengan kasus ini.
Kejahatan perbankan bermodus pembobolan dana nasabah BNI Ambon, tidak hanya melibatkan Faradiba Yusuf Cs, namun BNI sebagai korporasi harus ikut bertanggungjawab dalam skandal yang menghebohkan dunia perbankan.
BNI seolah-olah “cuci tangan.” Padahal, secara korporasi Faradiba Cs, dalam jabatanya merayu para nasabah menyimpan dananya di BNI. Dalam sistim perbankan, lalu lintas keuangan tentu diketahui pimpinan bank.
Ironisnya lagi, dana nasabah yang dibobol hanya Rp 58 miliar, padahal sudah terkuak kalau Rp 300 miliar dana nasabah yang dibobol.
Kuasa hukum salah satu korban nasabah BNI Ambon, Herman Hattu, mengatakan, pertangungjawaban pidana, tak hanya person, namun korporasi. “Jadi bank (BNI) harus bertanggungjawab juga,”tegas Hattu.
Menurut dia, dari sisi pertangungjawaban pidana, Fradiba Cs, namun pertanggungjawaban korporasi adalah lembaga, yakni BNI.”Mesti, dua-duanya. Faradiba Cs dan BNI sebagai korporasi,”tandas Hattu yang bergelar doktor itu.
Dikatakan, jika tidak ada BNI, orang tidak menjadi nasabah di bank tersebut. Kalau tidak ada BNI, tidak ada hubungan dagang atau bisnis.”Kalau tidak ada BNI, masyarakat tidak menitipkan uang dan tujuanya uang mereka harus aman. Apalagi, bank plat merah lagi,”jelasnya.
Oleh karena itu, dirinya percaya, dalam konteks pidana seperti itu, akan mencari kebenaran materil. Tak hanya Faradiba Cs, sebagai pelaku yang telah didakwakan, namun ada pihak lain yang belum dijerat. “Tapi, yang penting adalah, bagaimana jaminan bank terhadap nasabah yang ikut dirugikan,”tegasnya.
Yang paling fatal adalah apakah bank dapat dipercaya lagi atau tidak.”Bukan siapa “cuci tangan” dan siapa “cuci kaki.” Tapi, harus ada pembersihan agar ada kepercayaan publik,”ingat dia.
Dia mencontohkan, Faradiba Cs, melakukan aksinya karena mereka memiliki jabatan di BNI. Kalau tidak memiliki jabatan mereka tidak bertindak apapun.
“Secara struktural, Faradiba Cs kelompok menengah di BNI. Ada atasanya. Bagaimana menggali ini supaya mendapat kebenaran materil sejati itu, agar ada kepercayaan publik terhadap bank,”ingat dia.
Apalagi, harap dia, masyarakat sementara menanti lembaga hukum menangani skandal perbankan seperti apa. “Baik Kepolisian, Jaksa sebagai penuntut umum, dan pintu terakhir adalah pengadilan. Orang cukup curiga dengan kasus ini,”papar Hattu.
Dia mengaku, media cetak dan elektronik memberitakanRp 300 miliar dana nasabah yang dibobol, namun mengemuka di pengadilan hanya Rp 58 miliar.”Dimana sisanya. Apakah peradilan terhadap Faradiba ini sepotong-sepotong. Jadi kasus ini harus diusut tuntas dan paripurna,”tanya Hattu.
Terpisah, pakar hukum pidana, Sherlok Lekipuouw mengatakan, dari aspek hukum, khususnya tindak pidana perbankan terdapat dua bentuk perbuatan hukum,yakni “kejahatan” yang terdiri dari tujuh pasal, yaitu Pasal 46, 47, 47A, 48 ayat (1), 49, 50, dan Pasal 50A.
“Pelanggaran dengan sanksi pidana yang lebih ringan daripada tindak pidana yang digolongkan sebagai kejahatan, terdiri dari satu pasal, yaitu Pasal 48 ayat (2),”kata Lekipiouw, ketika dihubungi Kabar Timur, via telepon selulernya, Selasa kemarin.
Sementara ruang lingkup tindak pidana, lanjut dia, diatur dalam UU Perbankan antara lain berkaitan perizinan, tindak pidana berkaitan rahasia bank. Tindak pidana berkaitan pengawasan bank, dan tindak pidana berkaitan kegiatan usaha bank.
Dalam skandal BNI Ambon, Dosen Fakultas Hukum Unpatti Ambon ini menegaskan, berdasarkan dakwaan Jaksa, perbuatan Faradiba Cs, disangkakan dengan UU Tindak Pidana Korupsi, Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan KUHP. “Pasti dan tentunya akan terlihat dengan jelas konstruksi perbuatan dan siapa otak dibalik skandal ini,” beber Lekipiouw.
Menurut dia, secara hukum tidak bisa berandai-andai, apalagi proses hukum sementara berjalan. Pelaku utama dalam case ini adalah Faradiba, yang bersangkutan otak dari seluruh kejahatan dengan memanfaatkan posisinya sebagai wakil pemimpin cabang BNI Ambon, bidang pemasaran untuk mengelabui para nasabah, bahkan kolega sesama wakil pimpinan dan atasannya di BNI.
Soal sistem perbankan termasuk di BNI, sistem dan prosedur seharusnya dibakukan dengan fungsi kontrol dan monitor yang kuat. “Namun manakala yang tidak memiliki integritas dan moral yang baik adalah unsur pimpinan, maka sistem manapun niscaya dapat dibobol. Ini soal waktu. Cepat atau lambat tetap akan terungkap,”pungkas Lekipiouw. (KTM/KTA/RED)
Komentar