Skandal BNI Ambon, Saksi : Ada Transaksi dan Aliran Dana Mencurigakan

ILUSTRASI

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Saksi mengku orang pertama menemukan adanya transaksi mencurigakan, di KCP Aru Rp 29 miliar, 14 September 2019 lalu.

Adalah saksi Prajoko Suryo mengaku Faradiba Yusuf tidak memiliki kewenangan untuk menarik uang dari kas bank. Faktanya dia menemukan transaksi dan aliran duit mencurigakan sebelum skandal BNI Ambon terkuak.

Prajoko adalah kepala pelayanan nasabah BNI Ambon, yang pimpinannya adalah Fery Siahainenia, maupun Dione Limon sebelum pindah ke salah satu cabang BNI di Jakarta.

Jadi Farah hanya bisa meminta, tapi tidak punya kewenangan. Bagaimana bisa transaksi itu terjadi?, ucap Dody Soselissa salah satu kuasa hukum terdakwa Faradiba Yusuf kepada Kabar Timur usai sidang lanjutan korupsi BNI Ambon, Jumat, kemarin di Pengadilan Tipikor Ambon.

Soselissa menduga ada pihak lain yang meloloskan penarikan tanpa fisik uang dalam sistem BNI. Termasuk para pimpinan KCP yang telah menjadi terdakwa. Dan hal itu diduga ikut diaminkan oleh jajaran pimpinan bank di atasnya hingga pimpinan pusat.

Namun karena KCP Aru, Tual, Malteng dan Waihaong diduga menurut saja, skandal pun terjadi. Artinya kalau KCP punya kewenangan kenapa tidak tolak transaksi itu?, kata Dody.

Dalam kesaksiannya, Prajoko Suryo mengaku saat dikonfrontir dengan terdakwa Faradibah, kewenangan dimaksud hanya ada pada pimpinan Kantor Cabang Utama (KCU) BNI Ambon maupun Kantor Cabang Pembantu (KCP) Aru, Tual, Maluku Tengah dan KCP Waihaong dimana skandal ini terjadi.

Faradibah meminta kejujuran salah satu pimpinan KCU BNI Ambon itu, soal transaksi gelap yang terjadi di 4 KCP BNI tersebut. Namun, Prajoko mengaku tidak tahu, bagaimana itu terjadi. Apabila pimpinan KCP tidak kirim uang ke saya, apakah kasus ini bisa terjadi? Penurunan kas pada bank? Saya minta bapak jujur, sergah Faradiba Yusuf, yang dijawab tidak oleh Prajoko.

Saksi Prajoko Suryo dalam keterangannya di depan majelis hakim yang dipimpin Pasti Tarigan didampingi Hery Leliantono dan Jefta Sinaga itu mengaku dia lah yang pertama menemukan adanya transaksi mencurigakan, yaitu di KCP Aru sebesar Rp 29 miliar pada 14 September 2019 lalu.

Hal itu setelah pihaknya mendapat komplain atau keluhan dari sejumlah nasabah yang mengaku ada selisih kekurangan yang signifikan pada saldo tabungan mereka.

PAKAR SEBUT JANGGAL

Disisi lain, terkait BNI Ambon, melimpahkan tanggung jawab dana nasabah kepada terdakwa Faradiba Yusuf dalam skandal ini, dianggap aneh oleh pakar hukum pidana Universitas Pattimura, Ambon, Doktor Sherlok Lekipiouw, saat dihubungi Kabar Timur, Jumat, kemarin.

Saya tidak percaya dana nasabah BNI Ambon yang dibobol Rp 58, miliar sekian menjadi tanggung jawab Faradiba Cs. Ini janggal dan aneh. Saya prihatin dan patut untuk dipertanyakan, ujar Sherlok.

Dia meyakini, dana nasabah BNI Ambon, yang dibobol melebihi nilai Rp 58 miliar yang terungkap di persidangan, dan bisa jadi melibatkan pimpinan bank dan juga orang dekat Faradiba.

Saya yakin selain Faradiba Cs, orang dalam bank dan orang dekat belum disentuh. Mereka ini diduga ikut menyembunyikan dana nasabah maupun aset yang dibeli dari kejahatan perbankan,tegas Lekipiouw.

Pakar Hukum Pidana Unpatti ini, meminta, majelis hakim harus menghadirkan orang dekat Faradiba, sebagai saksi dan diminta pertanggungjawaban hukum.Orang-orang yang diduga ikut dan turut serta menikmati hasil kejahatan Faradiba, diminta pertanggungjawaban hukum. Karena itu seluruh rangakaian kejahatan ini harus diusut dan dibongkar tuntas tanpa diskriminasi, ucapnya.

Kendati begitu dia mengaku, proses persidangan Faradiba Cs, telah dihadirkan sebagai terdakwa maupun saksi beserta sejumlah karyawan BNI dan nasabah BNI yang menjadi korban dari tindak kejahatan perbankan.

Walaupun dari keterangan para saksi yang hadir dalam persidangan telah memberatkan perbuatan Faradiba Cs, namun demikian terdapat fakta-fakta hukum yang masih belum terungkap, yaitu peran dari orang-orang terdekat Faradiba serta pihak lain yang mendapatkan keuntungan atas tindakan Faradiba,papar Lekipiouw.

Dikatakan, fakta yang terungkap baik dalam penyidikan maupun persidangan bahwa perbuatan Faradiba dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama. Kita dapat menyimpulkan bahwa terdapat banyak transaksi yang dilakukan Faradiba,beber dia.

Dia berharap, dalam persidangan selanjutnya dapat digali lanjut terkait keikutsertaan oknum-oknum yang telah membantu melancarkan tindak kejahatan yang telah dilakukan Faradiba Cs. Patut diduga selain Faradiba, ada pihak-pihak lain yang memperoleh keuntungan dengan cara turut serta membantu, merencanakan dan atau memperlancar kejahatan yang dilakukan Faradiba Cs, untuk menutupi perbuatan-perbuatan pidana yang dilakukan,jelasnya

Terkait upaya recoveri BNI, tambah dia, nantinya dapat dilakukan dengan cara penyitaan uang cashback dari program fiktif yang telah ditawarkan Faradiba kepada beberapa nasabah. Penyitaan aset-aset milik Faradiba dan penggantian kerugian oleh para terdakwa melalui putusan pengadilan, sehingga dapat mengurangi kerugian yang dialami BNI,harap Lekipouw.

Sebagaimana diberitakan, bukan saja fakta persidangan uang para nasabah, tapi peran pihak lainnya seperti Daniel Nirahua diharapkan terungkap.

Puluhan nasabah BNI Ambon yang dananya bobol dan hilang yang diduga mencapai angka ratusan miliar belum ada kejelasan siapa yang bertanggung jawab. Bank plat merah itu seolah cuci tangan dan melempar tanggung jawab kepada Faradiba Yusuf tersangka utama kasus pembobolan dana nasabah itu.

Penanggung jawab sistem perbankan BNI Ambon, belum ada yang tersentuh. Tersangka Faradiba jadi biang kerok oleh pihak BNI itu sendiri. Kasusnya aneh dan penuh intrik. Padahal dari pelbagai keluhan nasabah yang dananya nihil (dibobol), semua masuk dalam sistim BNI. Penanggung jawab sistim, siapa? Nah, itu orang ikut bertanggung jawab, terang Yandri salah satu pengamat perbankan, kepada Kabar Timur, Kamis, kemarin.

Menurutnya, Faradiba selaku Wakil Pimpinan Cabang BNI Ambon, bidang marketing, tidak akan mampu mengendalikan sistim BNI, seorang diri. Ada pihak-pihak lain di BNI itu sendiri terlibat langsung. Mungkin sengaja ditutupi hanya untuk menjaga branding BNI, sebutnya.

Terpisah, Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus)Polda Maluku, Kombes Pol. Eko Santoso, berharap muncul fakta persidangan terkait uang para nasabah BNI Ambon yang hilang tersebut. Fakta sidang dapat menjadi bukti permulaan pihaknya kembali melakukan penyelidikan.

Malah kita berharap dari fakta persidangan termasuk nasabah-nasabah yang uangnya hilang itu yang belum ada kejelasan, harap Eko Santoso kepada Kabar Timur, Kamis (7/5).

Uang nasabah, sambung Eko, diharapkan penyidik dapat muncul di fakta persidangan. Agar semuanya jelas siapa yang bertanggungjawab. Sebab, selama ini BNI seolah-olah melimpahkan semuanya kepada Faradhiba Yusf alias Fara.

Itu kan kita harapkan juga terungkap di persidangan. Artinya, muncul tanggungjawab BNI juga bahwa itu tanggung jawab BNI, gitu kan. Karena kan sekarang BNI seolah-olah itu tanggung jawab Faradhiba, Faradhiba itu siapa? kan begitu, ujarnya.

Bukan saja fakta persidangan mengenai uang para nasabah, tapi Eko juga berharap terungkap peran pihak lainnya seperti Daniel Nirahua, suami Faradhiba Yusuf alias Fara.

Yang pasti kita lakukan penyelidikan sesuai pedoman BPK. Terkait peran Daniel untuk menjerat ke sana itu tidak ada. Contoh, kan duitnya di Faradhiba. Faradhiba itu tidak pernah sebut Daniel. Terus gimana saya mau libatkan Daniel. Kesulitan kita di situ. Artinya saksi dan bukti tidak mendukung ke sana, sebutnya.

Secara nalar, Eko mengakui jika orang yang hidup bersama, diduga kuat mengetahuinya. Ini kan orang hidup bersama, masa ndak, kan gitu. Cuman tersangkanya tidak pernah ungkap. Kan kita buntu, itu masalahnya. Mudah-mudahan di persidangan muncul itu. Nah itu bisa jadi pegangan buat kita untuk ungkap lebih lanjut, kata dia.

Mengenai aliran dana transferan ke rekening Fara, tambah dia, pihaknya sudah menangani semuanya. Sehingga jika ada fakta lain, bukan tidak mungkin pihaknya kembali lakukan penyelidikan. Fakta persidangan itu kita jadikan bukti permulaan untuk melaksanakan kegiatan penyelidikan lebih lanjut, katanya.

Eko mengaku pihaknya termasuk mengalami kesulitan lantaran proses penyidikan bukan dimulai dari awal, tapi dari tengah. Penyidikan kita kemarin kan bukan dari awal, mulainya dari tengah makanya itu tidak terungkap dengan jelas. Memang hanya tersirat saja. Kita berharap fakta persidangan yang mendukung untuk membuktikan itu nanti, sebutnya.

Menyoal mengenai peran Dionne E. Limmon, Kepala BNI Ambon sebelumnya, lagi-lagi Eko mengaku jika proses penyelidikan dimulai sejak tahun 2018, bukan 2013. Olehnya itu, menjadi kelemahan pihaknya.

Kalau mungkin pengungkapan kita dari tahun 2013 mungkin itu bisa, tapi kan kemarin itu berangkatnya dari 2018. Berangkatnya itu bukan dari awal. Itu kelemahan juga buat kita. Seperti audit BPK juga tidak dari awal. Auditnya dari pertengahan itu. Itu yang membuat penyidik juga kesulitan, tandasnya. (KTC/KTA/KTM/RED)

Komentar

Loading...