BPK Lama Menghitung Kerugian SPPD Fiktif Ambon

ILUSTRASI

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON- Hasil perhitungan kerugian negara terkait kasus korupsi anggaran Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) yang diduga fiktif tahun 2011 di Kota Ambon hingga kemarin, tak kelar-kelar. Polres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease sendiri masih menunggu hitungan BPK sejak tahun 2018 lalu.

Penyidik Tindak Pidana Tertentu Satuan Reserse Kriminal Polres Ambon masih menunggu hasil audit kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kasus dugaan korupsi SPPD fiktif yang ditengarai merugikan negara sebesar kurang lebih Rp6 miliar tersebut.

“Kami masih menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari BPK. Hasil audit belum keluar,” kata Kasubbag Humas Polres Ambon Ipda Julkisno Kaisupy kepada Kabar Timur, Selasa (3/9).

Menurutnya, penyidik sudah melakukan koordinasi dengan BPK untuk menanyakan hasil perhitungan kerugian negara yang telah ditimbulkan dalam kasus tersebut. Namun, dari BPK sendiri memberikan jawaban bahwa mereka masih melakukan perhitungan.

“Polres Ambon tetap lakukan koordinasi dengan BPK. Dan masih proses perhitungan,” tutup mantan Kapolsek Teluk Ambon ini.

Sebelumnya diberitakan, sebagian besar bukti skandal dugaan korupsi SPPD fiktif tahun 2011, di Pemkot Ambon, telah terkumpul. Langkah berikutnya, penyidikan kasus ini menunggu pemeriksaan saksi ahli dan perhitungan kerugian negara oleh BPK.

“Setelah keterangan saksi ahli dan hasil audit BPK, selanjutnya dilakukan gelar perkara dan penetapan tersangkanya,” kata Kapolres Ambon, AKBP Sutrisno Hady Santoso, kepada wartawan.

Kapolres memastikan sebagian besar alat bukti yang dikumpulkan dalam kasus ini telah berhasil diperoleh penyidik. “Jadi sudah 80 persen bukti skandal kasus ini telah kami miliki. Tinggal sedikit lagi,”  kata Kapolres, seraya menambahkan, penanganan kasus ini cukup lambat, karena kelengkapan alat bukti, keterangan ahli cukup menyita waktu penyidik kasus ini.

Penyidik, kata dia, bolak-balik Jakarta melakukan pemeriksaan sejumlah maskapai penerbangan, yang dilakukan dilakukan untuk memastikan nama, tiket, harga, kapan dan dimana perjalanan dinas dilakukan. “Apakah tiket itu sudah fiks berangkat ataukah tidak. Ini kan perlu kejelasan,” ungkap Sutrisno.

Dari situlah,  lanjut dia, penyidik akan mengetahui besarnya kerugian pasti yang ditimbulkan dalam perjalanan dinas tersebut. Sehingga saat berkasnya dilimpahkan kepada jaksa, tidak terjadi banyak koreksi.

“Kita harus teliti betul berapa tiket yang fiktif dan betul betul digunakan. Sehingga tidak salah dalam penanganan dan berlarut larut ketika berkasnya bolak balik di jaksa. Bagusnya bukti cukup lengkap di awal, sehingga saat diajukan tidak banyak koreksi jaksa dan langsung kita limpahkan,” harapnya.

Dalam perkara ini, perwira dua melati di pundaknya itu tidak melihat siapa yang paling bertanggungjawab. Tapi siapa yang terlibat, semuanya diperlakukan sama.“Penetapan tersangka setelah kecukupan bukti. Ada keterangan ahli yang belum kita dapatkan, karena kesibukannya. Ahli dari akademisi di Jakarta. Salah satu alat bukti yang belum kita dapatkan adalah audit BPKP. Koordinasi sudah dilakukan dan masih menunggu hasil audit akhir,” tandasnya. (CR1)

Komentar

Loading...