Audit Kerugian Negara Korupsi BM Dobo Diragukan

ILUSTRASI

KABARTIMURNEWS.com, AMBON - Mantan Kepala Cabang Bank Maluku Dobo Kabupaten Aru Aminadab Rahanra (47) kembali disidang, kali ini menghadirkan saksi ahli auditor BPK RI. Menariknya, tim penasehat hukumnya menilai kerugian negara belum tuntas dihitung oleh auditor tapi berani menyatakan kerugian sebesar Rp 3 miliar lebih.

“Riil nilai kerugian negaranya ada, tapi secara logika proses menghitungnya belum klir,” ujar penasehat hukum (PH) terdakwa, Ode Abdul Mu’min SH di Pengadilan Negeri Ambon Kamis (15/8) usai persidangan.

Ode Abdul beralasan, semua keterangan saksi ahli BPK bernama Jetno itu mengungkap fakta kalau tim auditor tidak menghitung secara detil uang yang mana pada bank mengalami kekurangan karena dipakai oleh terdakwa untuk kepentingan pribadi.

“Riil catatan nilai kerugiannya ada, tapi uang yang mana, itu auditor tidak tau,” ujarnya.

Pantauan Kabar Timur di persidangan, majelis hakim yang dipimpin Jimy Waly beberapa kali membantu memperjelas tujuan pertanyaan tim PH yang ditujukan ke Jetno. Yang mempertanyakan metode menghitung kerugian negara yang dipakai tim auditor BPK RI.

Jetno menjelaskan panjang lebar proses penghitungan tersebut. Namun dia tidak secara detil menyebutkan uang yang mana pada bank yang diduga hilang atau dipakai oleh terdakwa.

Majelis terlihat heran, darimana BPK mendapatkan nilai kerugian negara sebesar Rp 3.110 miliar yang merupakan hasil audit tahun 2018 untuk perkara ini.

“Coba saudara ahli menjelaskan seperti apa rumus yang dipakai sehingga BPK declare (nyatakan) angka kerugian negaranya Rp 3 miliar lebih itu,” pinta hakim anggota Jefta Sinaga SH dengan nada tak sabar.

Namun, ahli BPK ini tidak menjelaskan sesuai permintaan hakim Jefta Sinaga. Dia kembali mengulang penjelasan sebelumnya, proses audit tim BPK hanya berdasarkan permintaan penyidik Polda Maluku.

Dengan melakukan klarifikasi atau meminta keterangan sejumlah pihak di manajemen PT Bank Maluku-Malut maupun pegawai cabang bank ini di Dobo. Dan dari manajemen bank yaitu data fraud pada Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) PT Bank Maluku-Malut.

“Data dari SKAI itu hanya salah satu referensi yang mulia. Masih ada yang lain, keterangan beberapa pihak, dokumen-dokumen, catatan-catatan,” akui Jetno.

Kepada Kabar Timur, tim penasehat hukum terdakwa lainnya, Joemicho Syaranamual menilai perkara ini terkesan dipaksakan oleh pihak bank untuk dipidana.Padahal dalam laporan keuangan PT Bank Maluku-Malut menyatakan bank tidak mengalami kerugian apa-apa dalam laporan tahun 2011-2012 itu.

Kalau pun kebocoran terjadi, kata dia, mestinya yang bertanggungjawab adalah organ Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bank tersebut. Dikarenakan laporan itu sudah disetujui oleh RUPS.

Joemicho juga ingin memastikan hubungan laporan tersebut dengan gaji dan tunjangan kliennya apakah dimasukkan ke dalam pos biaya pada neraca bank atau tidak. Dia menduga, pos biaya dimaksud seperti diungkap saksi ahli BPK RI Jetno di persidangan adalah gaji dan tunjangan kliennya.

Kalau seperti itu maka secara perdata terdakwa telah selesai mempertanggungjawabkan perbuatannya. Di lain sisi, lemahnya metode audit BPK RI seperti terungkap di persidangan diharapkan menjadi faktor pertimbangan hakim untuk membebaskan kliennya itu dari hukuman pidana.

“Terdakwa berpeluang bebas demi hukum. Sepertinya memang ada perbuatan, tapi bukan pidana,” imbuhnya.

Dalam dakwaannya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yeochen Almahdaly Cs menyebutkan pada akhir tahun 2010 saksi Elifas Leaua selaku bendahara Setda Kabupaten Kepulauan Aru mencairkan cek senilai Rp 4 miiar lebih.

Cek tersebut merupakan sisa APBD yang tidak diserap oleh Setda Kabupaten Kepulauan Aru sehingga harus disetor dalam kas daerah. Uang lalu dititipkan pada PT BM-Malut Cabang Dobo.

Selanjutnya tanggal 20 April 2011, terdakwa selaku pimipinan kantor cabang meminta dana milik setda itu disetorkan ke dua rekening pribadi masing-masing nomor 0802069719 atas nama saksi Johosua Futnarubun sebesar Rp500 juta.

Kemudian disetorkan lagi ke rekening nomor 0802057829 atas nama Petrosina R. Unawekla sebesar Rp 500 juta, sementara sisa dana Rp3 miliar didepositokan lagi atas nama Yuuf Kalaiupin.

Pada tanggal 5 Juli 2011, saksi Elifas Leaua melakukan penyetoran ke kas umum daerah dengan rekening nomor 0801036465 sebesar Rp3,353 miliar yang merupakan penyetoran sisa APBD tahun anggaran 2010 dan uang Rp72,3 juta lebih yang merupakan penyetoran sisa dana tidak terduga tahun 2010.

Lalu tanggal 6 Juli 2011 saksi Elifas juga menyetorkan Rp 566 juta lebih yang merupakan uang setoran sisa APBD tahun anggaran 2010.

Pada saat saksi Elifas melakukan penyetoran ke kas umum daerah tanggal 5 Juli 2011, terdakwa tidak menarik uang Rp500 juta yang dititipkan pada rekening saksi Joshua Futnarubun tetapi dibiarkan dan ditarik bertahap oleh terdakwa untuk keperluan pribadi.

Jumlah dana yang ditarik terdakwa bervariasi antara Rp20 juta hingga 330 juta ini dimulai dari tangga 8 Juni hingga 23 Agustus 2011 lalu.

Menurut JPU, penarikan secara bertahap oleh terdakwa ini diketahui berdasarkan foto copy rekening saksi Joshua Futnarubun yang diberikan terdakwa saat pemeriksaan. Jumlah dana yang ditarik terdakwa bervariasi antara Rp20 juta hingga 330 juta ini dimulai dari tangga 8 Juni hingga 23 Agustus 2011 lalu.

Selain itu, kata JPU, dana Rp3 miliar milik Setda Aru yang didepositokan ke rekening milik saksi Jusuf Kalaipupin juga tidak pernah diketahui sedang bunga deposito dinikmati oleh terdakwa.

Terdakwa juga pernah memberikan panjar kepada beberapa pengusaha dan SKPD lingkup Pemkab Kepulauan Aru tanpa melalui mekanis dan SOP yang ada pada PT. BM-Malut.

Perbuatan terdakwa telah melanggar pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto pasal 64 KUH Pidana dan pasal 55 ayat (1) KUHP sebagai dakwaan primair.

Sedangkan dakwaan subsidarinya adalah melanggar pasal 8 juncto pasal 18 UU tipikor, juncto pasal 64 ayat (1) dan pasal 55 ayat (1) KUH Piana. (KTA)

Komentar

Loading...