Pastikan Manajer PT PIP Bukan Tersangka
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON-Wilayah “abu-abu” di ranah penegakkan hukum benar-benar dimanfaatkan. Dengan alasan ada undang-undang yang mengatur, Kejaksaan Negeri (Kejari) Namlea Kabupaten Buru meloloskan manajer PT Prima Indo Persada Jo Paulus Hendry Johan dari status tersangka perkara pencemaran lingkungan di kawasan Gunung Botak.
Kepastian tidak disandangnya status tersangka oleh Johan disampaikan Kepala Kejari Namlea Sedia Ginting SH, Rabu (7/8). Bahwa yang dijadikan tersangka di perkara itu bukan Paulus Johan selaku manajer, tapi PT PIP selaku badan hukum.
“Dia (Paulus Jonan) mewakili badan hukumnya saja. Ia Boleh, ada undang-undang (yang mengatur),” kata Sedia Ginting dimintai konfirmasi melalui telepon seluler.
Sebelumnya ada bocoran diterima Kabar Timur, menyebutkan, manager PT PIP itu sudah dibatalkan dari status tersangka oleh pihak Kejari Namlea. Status tersebut berubah begitu saja saat berkas perkara dimatangkan di ranah penuntutan jaksa.
“Sekarang malah sisa menunggu rentut (rencana penuntutan) dari Kejagung. Kasus ini khan dari Mabes Polri, makanya tunggu Kejagung,” akui Sedia Ginting tanpa beban.
Tapi sumber LSM yang memantau pergerakan penanganan perkara ini di Kejari Namlea, menyatakan patut diduga ada kepentingan terselubung di balik berubahnya status Jo Paulus Jonan. “Ada dil dalam tanda petik. “Dorong terus, ada tanda petik di dalam perkara ini. Harusnya orang yang jadi tersangka, bukan badan hukumnya,” kata sumber.
Ditanya lanjut, pihak mana saja yang terlibat kepentingan terselubung dimaksud, dia menyatakan, Kejati Maluku dan Kejari Namlea. “Di sini (Kejati) dan di sana (Kejari Namlea),” sentilnya.
Anomali atau keanehan penanganan hukum oleh jaksa ini sebelumnya sudah tercium. Sumber menyebutkan dalam perkara dugaan pelanggaran UU lingkungan hidup ini manager perusahaan, Jo Paulus Henry Yohan bakal lolos dari hukuman pidana.
“Hanya badan hukumnya yang dijadikan tersangka. Padahal pelaku, setidaknya pimpinan perusahaan atau pejabat daerah yang ikut terlibat juga harus (tersangka),” kata sumber.
Yang jadi tersangka adalah badan hukum PT PIP, sementara manajernya tidak, kata smber tentu masyarakat yang telah dirugikan merasa tidak adil. PT PIP diproses hukum karena diduga melakukan open dumping atau pembuangan limbah B3 ke lingkungan sekitar dan mengelola limbah beracun Tapi semua dilakukan tanpa ijin.
Berikutnya PT PIP tidak melakukan kerjasama dengan pihak ketiga, sebagaimana aturan pengelolaan limbah B3. Dengan kasus ini pihak PT PIP disangkakan melanggar Pasal 102, Pasal 103, Pasal 104 Jo Pasal 116 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, seperti disampaikan Kabid Humas Polda Maluku M Roem Ohoirat sebelumnya. Sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/N 25/I/2019/Bareskrim, tanggal 7 Januari 2019.
PT PIP yang beralamat di Jalur H Dusun Wamsait, Desa Dava, Kecamatan Waelata Namlea, Kabupaten Buru, dalam laporan itu dilaporkan mengelola lingkungan secara tidak benar. Puluhan saksi telah diperiksa oleh Ditreskrimsus Polda Maluku ketika kasus ini ditangani. orang diperiksa sebagai saksi terdiri dari karyawan PIP, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buru, Pemerintah Provinsi Maluku, dan 5 ahli yaitu puslabfor, lingkungan hidup, korporasi, dan hukum pidana.
Selain PT PIP, Ditreskrimsus Polda Maluku juga menetapkan Mintaria Loesiahari sebagai Direktur Utama (Dirut) PT. Buana Pratama Sejahtera (BPS), sebagai tersangka. Mintari Loesiahari mewakil PT. BPS dijadikan tersangka dibidang pertambangan oleh penyidik subdit V tipidter Bareskrim Polri pada Januari 2019.
Ijin penataan dan rehabilisasi sungai Anahoni, kawasan Gunung Botak dari limbah kimia berbahaya, justru melenceng dan malah melakukan aktivitas pertambangan emas. Sayangnya, Kejati Maluku belum mengkonfirmasikan proses hukum lanjutan terhadap Mintari Loesiahari seperti apa. (KTA)
Komentar