Pejabat Maluku Terlalu Banyak “Produksi” Akan

Melkias Frans

KABARTIMURNEWS.COM, Anggota DPRD Provinsi Maluku, Melkias Frans menilai, pemangku kepentingan di Maluku maupun dinas-dinas teknis terkait lainnya selama ini terlalu banyak memproduksi produk akan.

REALISASI nyata di lapangan masih jauh dari perencanaan yang ada, baik itu perencanaan pembangunan maupun lainnya.

“Saya mengikuti semua perencanaan yang dibijaki pemangku kepentingan di daerah ini selama saya duduk sebagai anggota DPRD. Faktanya, yang diproduksi hanya program atau produk akan. Artinya akan dibangun, akan dibuat, akan direhab, akan difungsikan, tapi faktanya jalan ditempat. Tidak ada realisasi lapangan,” sentil Frans kepada Kabar Timur di Ambon, Jumat (2/8).

Garis pantai terpanjang di Indonesia ada di Maluku. Tapi, provinsi dengan penghasil garam terbanyak salah satunya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Provinsi NTT juga telah mendapat pangsa pasar dengan negara lain. 

“Kenapa NTT memproduksi garam dan join dengan negara luar? karena memang industri mereka di sana jalan dengan baik. Padahal, yang punya garis pantai terpanjang ada di kita di Maluku. Tapi kita tidak bisa memproduksikan garam sama dengan NTT. Yang kita produksi hanya akan dan akan,” tegas politisi partai Demokrat ini.

Bukan saja soal garam, NTT juga telah mengekspor moringa oleifera (nama latin) atau biasa disebut kelor. Industri di NTT memproduksi kelor sebanyak 40 ton per pekan diekspor ke negara Jepang. Dan sedang menjajaki pasar di Eropa dan Amerika. 

“Ada banyak pohon kelor di Maluku. Coba kalo produksinya jalan, PAD Maluku pasti meningkatkan,” ujarnya.

Yang paling disayangkan industri tekstil. Maluku khususnya Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) dan Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KTT) dikenal sebagai penghasil kain tenun. Tapi, semenjak Maluku ini ada, tidak pernah kain tenun ini ditetapkan sebagai pakaian adat Maluku. Yang ada hanyalah rencana dan kata akan.

“Berulang kali saya mintakan agar kain tenun MBD dan KKT ditetapkan sebagai pakaian adat Maluku. Soal corak atau motifnya, nanti orang Seram, Ambon, Lease, Buru, Bursel sesuaikan dengan budaya mereka. Yang paling penting kain tenunnya ditetapkan dulu sehingga bisa dipromosikan di dalam negeri maupun luar negeri,” kata Frans.

Kain tenun NTT dijadikan pakaian adat dan dikenakansemua pejabat di instansi pemerintahan setiap hari Selasa dan Kamis. Kain tenun NTT juga sudah go internasinal. Inggris telah bekerja sama dan memasarkan pakaian adat milik NTT.

“Semua ini ada di Maluku dan malah lebih memadai dari yang ada di NTT. Tapi begitulah, kita di Maluku hanya bersuara tanpa bertindak,” kesal dia. (MG3)

Komentar

Loading...