Modus Kebun Pala, Kayu Linggua SBT “Dijarah”

Ist

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Eksploitasi hasil hutan, yang diduga ilegal logging dengan modus perkebunan pohon pala, warga lokal hanya bisa menonton hasil alam mereka digarap. Faktanya kayu bernilai tinggi milik masyarakat Kecamatan Siwalalat dalam jumlah ribuan kubik diangkut keluar daerah tanpa kompensasi untuk pemilik lahan hutan yang dibabat.

Terjadi Negeri Atiyahu, masih kecamatan tersebut, PT  Sumber Berkat Makmur yang mengaku-ngaku mengantongi ijin dari Dinas Perkebunan Kabupaten SBT ditengarai membabat habis hutan yang didominasi kayu jenis linggua.

“Setiap hari operator bergerak, angkat kayu-kayu linggua. Kita tanya ibu Tina orang perusahaan itu, beliau bilang itu kayu limbah. Katanya ada ijin, beta ngotot antua bilang seng tau lai,” kata Ahmad Walakula, warga lokal Negeri Atiyahu kepada Kabar Timur melalui telepon seluler, Senin, kemarin.

Yang disesalkan, perjanjian macam apa yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan sehingga, kayu-kayu ditebang tapi hasilnya boleh dibawa pergi oleh pihak perusahaan. Parahnya lagi, kayu dari Negeri Atiyahu, diangkut ke desa tetangga, Negeri Poling kemudian disommel menjadi kayu dan papan yang siap jual.

Namun pemilik lahan hutan yang berisi kayu-kayu linggua ini merasa dirugikan, kalau tidak mau dibilang dilecehkan hak-hak adat mereka. Pasalnya, perusahaan tersebut masuk tanpa koordinasi dengan pemerintah negeri setempat, apalagi dengan marga adat pemilik lahan, itu tidak pernah dilakukan.

Padahal masyarakat berharap dengan koordinasi dimaksud, ada ruang untuk bicara soal kompensasi atau fee dari hasil kayu yang diambil. “Dorang angkut keluar dengan kapal landen, seng tahu dibawa kemana.  Intinya seng ada fee satu peser pun untuk masyarakat pemilik lahan yang punya kayu-kayu ini,” ungkap Ahmad kesal.

Aktivitas perusahaan asal Surabaya itu kini mulai dicurigai. Dugaannya PT Sumber Berkat Makmur hanya mengakali pemerintah daerah, maupun masyarakat pemilik hutan dengan kedok akan membuka perkebunan pala.

Setelah hutan dibuka dan kayu yang diklaim sebagai limbah itu ternyata diolah oleh sebuah perusahaan sommel di Negeri Poling. Dan setelah ditelusuri ternyata satu pemilik. Hanya beda nama perusahaan.

“Yang buka hutan dan kasi rata kayu-kayu di Atiyahu itu PT Sumber Berkat Makmur, tapi yang disommel itu nama lain lagi. Tapi sebenarnya satu pemilik saja,” ujar Ahmad.

Sebelumnya Ahmad Walakula melaporkan lahan warga di Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) dijarah pengusaha luar yang berkedok usaha perkebunan pala. Bibit pala yang dijanjikan untuk masyarakat tak kunjung realisasi, namun yang terjadi eksploitasi kayu besar-besaran terjadi di hutan milik masyarakat Negeri Atiahu, Abuleta, Naiwel dan Sabuai.

Menurut dia, bukti hal itu terlihat dari asdanya sisa-sisa kayu dengan ukuran dua sampai tiga depan orang dewasa. Namun kayu-kayu yang diklaim limbah hutan itu ternyata dikirim ke luar menggunakan transportasi laut.

Masyarakat juga pernah bertanya ke pemerintah negeri masing-masing, diperoleh penjelasan, kalau PT Sumber Berkat Makmur mengaku mendapatkan ijin dari Dinas Perkebunan Kabupaten SBT. “Raja bilang katong di desa harus siap terima saja. Itu alasan perusahaan ke pemerintah negeri bahwa katong di negeri harus terima mereka,” terang Ahmad.

Puncak keresahan masyarakat, diakui karena perusahaan tersebut masuk tanpa sosialisasi dengan masyarakat. Satu-satunya informasi yang diperoleh datang dari pemerintah negeri, kalau masyarakat dijanjikan bibit atau anakan pala untuk di tanam di perkebunan perusahaan.

Mungkin dengan sistem bapak angkat. Artinya kebun pala dan hasilnya tetap milik masyarakat, tapi harus dijual ke perusahaan. Tapi itu juga tidak jelas karena sudah satu tahun lebih tidak ada realisasi anakan pala.

Dan yang terjadi pengolahan besar-besaran kayu-kayu yang dilibas oleh alat berat perusahaan. Dampak lingkungan juga muncul, belum lama ini terjadi banjir bandang dari lokasi perusahaan.

Dia berharap persoalan yang dihadapi masyarakat negeri-negeri tersebut di Kecamatan Siwalalat mendapat atensi atau perhatian dari Pemerintah Kabupaten SBT maupun Pemprov Maluku. “Kita berharap Bupati dan Gubernur tidak diam, terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat di bawah ini,” pintanya. (KTA)

Komentar

Loading...