Afganistan Belajar Perdamaian di Maluku

FOTO: Ruzady Adjis/Kabar Timur

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Sebanyak 10 diplomat Afganistan belajar tentang isu bina damai atau peace building di Maluku. Kedatangan mereka untuk melihat kehidupan dan belajar langsung bagaimana pengalaman Maluku dalam penyelesaian konflik horizontal yang pernah terjadi beberapa tahun silam.

Ke-10 diplomat diantaranya Mr. Abdul Ghaffar Jamshidi selaku Official of MoFA Afghanistan, Mr. Abdul Wahab Rahimi (Official of MoFA Afghanistan), Mr. Abdulzaman Akbari (Third Secretary), Mr. Asef Naderi (Second Secretary), Ms. Faridullah Malizai (Second Secretary), Mr. Fawzia Habib (First Secretary), Mr. Hamed Khurasani (First Secretary), Mr. Jamal Nasir Gharwal (Third Secretary), Mr. Jangyalai Hakimi Chief of Staff MoFA Afghanistan) dan Mr.Mohammad Amin Yaqoubi (First Secretary).

Kedatangan mereka di Maluku didampingi Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Luar Negeri RI, Dr. Yayan G.H. Mulyana bersama timnya. Mereka bersama Tim Kemenlu, mengadakan pertemuan bersama Pemerintah Provinsi Maluku dipimpin Plt Kepala Kesbangpol Maluku, Dachjar Sialana, yang dihadiri para tokoh agama, perwakilan universitas hingga perwakilan Polda Maluku dan Kodam XVI/Pattimura.

Pertemuan ini dilangsungkan di ruang rapat lantai enam kantor Gubernur Maluku, Jumat, kemarin. Plt Kepala Kesbangpol Maluku, Dachjar Sialana mengatakan, dalam pertemuan tersebut, para diplomat Afganistan banyak menanyakan tentang bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan konflik.

Apalagi, dalam waktu yang terbilang singkat sekitar empat tahun proses penyelesaian dan pemulihan situasi dan kondisi di Maluku pasca konflik horinzontal, bisa teratasi. “Tadi kita (Pemda Maluku) sampaikan, kekuatan terbesar kita kearifan lokal. Disamping itu adanya intervensi pemerintah dalam hal regulasi seperti Instruksi Presiden Nomor 88 serta kebijakan Pemerintah Pusat untuk recovery (pemulihan). Itu disampaikan dan mereka (Diplomat Afganistan) senang,”papar Sialana, usai pertemuan, kepada wartawan.

Disamping itu juga, menanggapi kekaguman para diplomat Afganistan saat menyinggung mengenai posisi Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral di Jakarta yang berdekatan hingga buat para diplomat takjub. Sialana menyebutkan, dalam pertemuan itu disampaikannya di Maluku justru kerukunan antar umat beragama di Maluku tercermin dalam perilaku kehidupan, bukan hanya dalam bentuk fisik bangunan sarana tempat ibadah yang berdekatan letaknya.

“Tadi saya sampaikan di Maluku justru tercermin lewat perilaku kehidupan, itu kearifan lokal kita, saat ada masjid komunitas muslim dibangun, saudara pela dari kristiani ikut membantu sehingga mereka tadi merasa luar biasa persaudaraan di Maluku,”sambungnya.

Bahkan, kata Sialana, para diplomat itu kaget saat tahu di Maluku tidak hanya terdapat komunitas muslim dan kristen (protestan dan katolik) saja, tetapi ada komunitas hindu dan budha. “Mereka tercengang melihat pemerintah yang tidak hanya memperhatikan Islamic Center dan Cristiani Center, tetapi pemerintah juga memperhatikan Katolik Center, Budha Center dan Hindu Center. Itu mereka kagum karena pemerintah pusat tidak melepas tangan terhadap Maluku,”jelasnya.

Dikatakan, kedatangan diplomat dari salah satu negara di jazirah Arab itu ke Maluku menjadi sebuah kebanggaan bagi Maluku terlebih untuk belajar tentang membangun perdamaian. “Ini jadi tantangan kita di Maluku untuk jangan jadikan ini sebagai slogan. Intinya harus pertahankan dan wujudkan terutama generasi penerus. Karena intinya toleransi, baik itu toleransi antar sesama komunitas beragama maupun toleransi bagi orang luar yang datang ke Maluku,”tandasnya.

Apalagi, sambung dia, Maluku sudah ditetapkan menjadi Laboratorium Perdamaian dan sudah dikenal secara nasional hingga internasional.

Sementara Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Luar Negeri RI, Dr. Yayan G.H. Mulyana mengatakan, dipilihnya Maluku sebagai model pembelajaran para diplomat Afganistan dikarenakan beberapa alasan.

Diantaranya, pengalaman konflik yang terjadi disebabkan multi faktor, konflik berlangsung cepat, cara penyelesaian cepat, serta cara penyelesaian yang melibatkan berbagai pihak baik pihak Pemda, Pemerintah Pusat dan yang paling penting adalah inisiatif yang muncul bottom up tidak hanya dari pemimpim agama, namun dari pemimpin masyarakat bahkan dari kalangan pemuda serta peran perempuan didalam menyelesaikan konflik dan merawat perdamaian yang sudah tercapai.

“Maluku merupakan suatu model yang sangat dihargai teman-teman dari Afganistan sebagaimana dijelaskan tadi mereka menghargai upaya-upaya yang sifatnya struktural dan banyak pelajaran yang bisa diambil dari Maluku untuk penyelesaian konflik dan menciptakan keamanan,”sebutnya kepada wartawan.

Mulyana mengaku, dalam pertemuan itu sudah dijelaskan tegas tentang peran dari “pela gandong” (kehidupan orang basudara) yang merupakan kearifan lokal masyarakat Maluku dalam penyelesaian konflik serta menjadi pemersatu ditengah masyarakat yang majemuk baik itu secara etnik maupun beragama dan menjadi pelajaran yang penting bagi teman-teman Afganistan.

“Tadi yang menarik perhatian mereka adalah keharmonisan di Maluku yang sudah menjadi DNA sejak zaman dulu. Keharmonisan antar etnik dan pemeluk agama sangat dalam terstruktur. Bahkan tadi disebutkan konsep “pela gandong” dalam kehidupan realitasnya seperti saat pembangunan tempat ibadah serta dalam menata kemasyarakatannya. Itu maksud kedatangan 10 orang delegasi Afganistan ke Maluku,”tuturnya.

Selain itu, kata dia menambahkan, ini merupakan komitmen Pemerintah Indonesia didalam membantu Afganistan menciptakan perdamaian disana. Melalui komitmen itulah, Pemerintah Indonesia menawarkan Afganistan untuk peningkatan kapasitas kemampuan dalam menyelesaikan konflik dan menciptakan kedamaian dan keharmonisan sehingga Maluku dipilih menjadi model pembelajaran tentang perdamaian. Terlebih lagi, Maluku menjadi Laboratorium Kerukunan Umat Beragama di Indonesia.

“Jadi tujuan teman-teman dari Afganistan ini untuk mendapatkan pelajaran dan pengalaman dari Maluku dalam hal penyelesaian konflik serta merawatnya. Ini (Maluku) adalah salah satu laboratorium dan model yang sangat dihargai oleh para delegasi Afganistan,”ungkapnya.

Untuk itu, tambah dia, Maluku merupakan model solusi penyelesaian konflik yang bisa dicontohi termasuk upaya perawatan perdamaian. “Tadi teman-teman Afganistan mencatat disini rupanya ada forum kebersamaan, Majelis Latupati yaitu majelis adat serta forum lainnya untuk semua unsur masyarakat serta dibangun pusat-pusat keagamaan seperti Islamic Center, Kristian Center, Katolik Center, Budhis Center hingga Hindu Center. Ini luar biasa, karena awalnya sebelum kesini kami pikir hanya ada komunitas muslin dan kristen saja. Tetapi ternyata ada komunitas agama lainnya, ini begitu multi religi,”imbuhnya.

Rencananya, kata dia, para delegasi Afganistan ini akan berada di Maluku, Ambon hingga 22 Juli mendatang. “Kita akan mendalami pela gandong di Universitas Kristen Maluku (UKIM) serta akan mendalami peran perempuan dalam penyelesaian konflik di IAIN Ambon. Jadi mereka ingin mengenal Ambon serta juga akan melihat objek wisata, budaya dan sejarah yang sangat kaya di Ambon, Maluku,”pungkasnya. (RUZ)

Komentar

Loading...