Pastikan Tender Renovasi Sekolah Sesuai Mekanisme
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Kepala Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Maluku, Abdul Khalil Kastella memastikan, tender proyek renovasi sekolah di sembilan kabupaten/kota, sesuai mekanisme.
‘’Tidak ada akal-akalan dalam proses tender proyek. Semua proses tender sesuai mekanisme,’’kata Kastella ketika mendatangi Redaksi Kabar Timur, Kamis, kemarin.
Pernyataan Kastella, sekaligus menepis dugaan proses tender renovasi sekolah akal-akalan, yang diberitakan koran ini. Dia mengaku, pihaknya tidak tahu menahu siapa pemenang tender renovasi sekolah.
Kata dia, proses tender renovasi sekolah diserahkan kepada Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK). “Kami hanya menerima hasil pemenang tender dari BP2JK. Kita hanya menerima hasil evalussi dan pemenang tender. Kita tidak intervensi. Semua sesuai prosedur,’’tegasnya.
Dia mengatakan, tahun 2019 ini Maluku, mendapat dana renovasi sekolah dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Dana itu, kemudian dipindahkan ke Kementrian PUPR.
‘’Dana yang digelontorkan sekitar Rp 200 miliar lebih untuk bangun sekolah-sekolah di Maluku. Atas dasar itu, Kementrian PUPR dalam hal ini Dirjen Cipta Karya, menggelontorkan dana sesuai pendanaan yang ada untuk bangun sekolah di sembilan kabupaten/kota,’’jelasnya.
Dari alokasi dana yang digelontorkan, jelas dia, pihaknya tidak menggabungkan paket proyek. Dia mengaku, pihaknya tidak bagi-bagi atau pisah proyek. Kecuali, lanjut dia, ada proyek senilai Rp 1 miliar sampai Rp 4 miliar, digabungkan oleh pihaknya.
“Proyek diatas Rp 10 miliar atau turun dari Rp 10 miliar hingga Rp 5 miliar kita identifikasi. Kira-kira sekolah mana yang perlu direnovasi kita kerjakan dengan dana sebesar itu. Jadi tidak benar kalau ada KKN atau penggabungan paket-paket pekerjaan,’’sebutnya.
Menurut dia, dana DIPA yang diturunkan atau digelontorkan sesuai tingkat kerusakan atau tingkat pembangunan sekolah di setiap kabupaten/kota. ‘’Yang komplain itu pengusaha kecil. Pusat tidak melihat itu. Pusat melihat, bagaimana dana ini diserap di setiap kabupaten/kota di Maluku, dengan baik,’’ingatnya.
Ditegaskan, jika ada pengusaha kecil sesuai komplain Perpres 16 tahun 2018 bisa join dengan pengusaha-pengusaha yang mendapatkan pekerjaan itu. ‘’Atau pada saat mereka menawarkan pekerjaan, pengusaha kecil bisa JO (Join Operasional) ke perusahaan besar. Tapi, kita tidak melihat sampai disitu,’’terangnya.
Soal Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual, tidak kebagian renovasi sekolah, tambah dia, Dinas Pendidikan Malra dan Kota Tual, tidak memasukan usulan atau proposal ke Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Itu masalahnya. Kenapa hanya sembilan kabupaten/kota yang dapat, dua kabupaten/kota ini tidak dapat. Kita tidak membeda-bedakan. Ini hasil usulan setiap Dinas Pendidikan di kabupaten/kota. Nah, setelah diidentifikasi pembangunan butuh Rp 10 miliar, dana digelontorkan untuk renovasi,’’paparnya.
Ditakutkan, jika ada komplain proses tender, Kementrian PUPR atau Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, mendegar berdampak terhadap alokasi anggaran tahun berikut. “Otomatis berpengaruh ke pendanaan tahun berikut. Itu hasil komunikasi kita,’’kata Kastella.
Sebagimana diberitakan sebelumnya, Tender akal-akalan Balai Cipta Karya Maluku agar kontraktor lokal bermodal kecil tidak ikut tender terkuak. Diduga terjadi pada proses lelang sejumlah paket proyek bernilai belasan sampai puluhan miliar rupiah di balai baru Kementerian PUPR Provinsi Maluku itu.
Akibatnya hanya sembilan 9 Kabupaten/Kota yang digelar tender tersebut. Sebut saja, paket Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Sekolah di Kabupaten kepulauan Aru senilai Rp 12.867.951.000,-Kemudian, paket yang sama di kabupaten Buru Rp 17.581.063.000,- Lalu di Kabupaten Maluku Tenggara senilai Rp 33.102.657.000,-Masih ada 6 daerah lainnya termasuk Kota Ambon, semuanya tak bisa diikuti kontraktor lokal.
“Akumulasi dari keseluruhan nilai proyek di 9 kabupaten/kota itu mencapai Rp 223.288.556.000,-Tapi akibat dari telah terjadi pemaketan proyek yang tadi diperuntukkan kualifikasi kecil diubah menjadi menengah, maka muncul persoalan yang fatal,” ungkap salah satu pelaku usaha konstruksi kecil Felix Setitit kepada Kabar Timur, melalui sambungan seluler.
Di Kabupaten Malra dan Kota Tual, sebut dia, proyek Balai Cipta Karya Maluku itu tidak bisa diikuti kontraktor lokal seperti dirinya. Padahal sesuai Perpres No.16 tahun 2018, kontraktor kualifikasi kecil ikut masuk.
“Karena semua paket yang ada dipaketkan menjadi kualifikasi menengah. Padahal sesuai perpres paket rehabilitasi seperti ini kisarannya untuk kontraktor yang punya kualifikasi mulai Rp 0 miliar-Rp 10 miliar,” kata dia.
Sebagai pengusaha konstruksi kualifikasi kecil, Felix mengaku sangat keberatan. Menurut dia, hanya ulah oknum-oknum tertentu pada Balai Cipta Karya karena kepentingan ekonomi terselubung dengan para kontraktor menengah ke atas. “Indikasi kejadian itu ada pada Pokja Pemilihan 14 BP2JK Maluku Kementerian PUPR tahun 2019 di Ambon,” tudingnya.
Dia menilai hal itu telah terjadi, karena pihak Pokja melakukan proses lelang ulang. Setelah menyatakan, sejumlah peserta lelang tidak memenuhi kualifikasi untuk menangani proyek-proyek rehabilitasi sekolah dan prasarana sekolah tersebut.
Menurut dia dunia konstruksi yang melibatkan pengusaha barang dan jasa harus diwarnai dengan persaingan yang sehat. Menghindari terjadinya pertentangan kepentinan baik lansun maupun tidak langsung.
“Apalagi sampai terjadinya penyalahgunaan kewenangan. Melalui akal-akalan pemaketan proyek hanya untuk pelaku usaha tertentu, sementara Pepres terkait tidak menghendaki demikian,” tandasnya. (KTM/KTA)
Komentar