Dihadang Warga, Eksekusi UD Amin Berlanjut Hari Ini
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Tidak kurang 150 personel kepolisian yang dibackup tentara, belum mampu mengeksekusi lahan. Pasalnya, warga adat mengamuk dan menghadang proses tersebut. Tapi, kegagalan lainnya disebabkan alat berat exavator tiba-tiba rusak.
Rencananya, pembongkaran sejumlah bangunan milik UD Amin yang gagal kemarin itu, berlanjut hari ini, Kamis (18/7). Setelah gagal menjalankan eksekusi lahan di Kebun Cengkih, Negeri Batu Merah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Rabu (17/7), kemarin, Pengadilan Negeri Ambon melalui Panitera, rencananya akan melanjutkan proses eksekusi tanah yang di atasnya berdiri sejumlah bangunan milik UD Amin, hari ini.
Eksekusi sesuai surat penetapan Nomor 9/Pen.Pdt Eks/2018/PN Amb, Jo Nomor 76/pdt. G/2012/PN.Ab. Ini berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 305 PK/Pdt/2016 tanggal 3 Agustus 2016, Jo putusan Mahkamah Agung Rl Nomor 523 K/Pdt/2014, tanggal 16 Juli 2014, Jo putusan Pengadilan Tinggi Maluku, Nomor 22/Pdt/2013/PT.Mal, tanggal 17 September 2013, Jo putusan Pengadilan Negeri Ambon Nomor 76/Pdt.G/2012/PN.Ab, tanggal 4 Maret 2013.
Pemohon eksekusi adalah Marthen Hentiana (61), melalui kuasa hukumnya Monir Kairoty. Sementara termohon eksekusi yaitu Nurdin Nurlette (44) dan Nurdin Fatah (49). Lahan yang dieksekusi seluas 5.727 M2, sesuai tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 3414, tertanggal 4 April 1996.
Pantauan Kabar Timur, proses eksekusi dihadang warga maupun Pemerintah Negeri Batu Merah. Puluhan warga dibawa pimpinan Penjabat Negeri Fandy Masawoi dan Ketua Saniri Negeri Batu Merah Salem Tahalua, ini memprotes pelaksanaan eksekusi yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur hukum.
Saling kejar tampak terlihat. Warga terus mengikuti pergerakan Panitera Notje Leasa. Mereka meminta Notje agar menunjukan peta dari objek lahan yang akan dieksekusi. Warga juga meminta agar Panitera mendatangkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon.Penghadangan eksekusi juga dilakukan karena bagi warga, objek yang dimaksud dalam sertifikat milik Marthen Hentiana berlokasi di Desa Tantui. Sementara selama ini, warga mengaku Desa tersebut tidak pernah ada. “Kita akan biarkan kalian melakukan eksekusi. Tapi saya minta kalian untuk membuat surat pernyataan bahwa kalian akan bertanggungjawab. Sebab, masalah ini sementara bergulir di pusat. Juga masalah ini sedang dibanding pada Pengadilan Tinggi,” tegas Salem Tahalua.
Menurutnya, surat pernyataan yang dibuat nanti akan dipakai sebagai bukti nyata bila mana kasus ini kembali dimenangkan oleh pihaknya. “Karena hari ini kalian akan bongkar bangunan ini semua. Bangunan ini nilainya ratusan miliar. Kalau sudah dibongkar dan jika kami menang, lalu siapa yang mau bertanggung jawab?,” tanya Salem kepada Notje Lease dan Monir Kairoty.
Menurutnya, surat pemberitahuan eksekusi lahan yang diterima pihaknya dari Pengadilan Negeri Ambon, tidak dicantumkan objek lahan dan nama yang akan dieksekusi. “Makanya kami mau lihat mana peta eksekusi. Jangan asal main tunjuk. Buktikan dengan petanya,” tambahnya, sembari di iyakan puluhan warga lainnya.
Upaya penghentian eksekusi gencar dilakukan warga saat itu. Bahkan, Kapolres Ambon AKBP Sutrisno Hady Santoso diminta bijak untuk melihat persoalan ini. “Kami datang karena diminta. Kami disini hanya untuk mengamankan putusan negara. Kami tidak tahu menahu mengenai proses hukumnya. Silahkan kalian tanya kepada Panitera atau Pengadilan. Eksekusi jalan dan tidaknya bukan dari kami, tapi dari Penitera atau Pengadilan. Kami hanya mengamankan,” tegasnya kepada sejumlah warga.
Kuasa Hukum Nurdin Nurlette, Al Walid mengaku heran dengan putusan Pengadilan. Tiga kali sidang, pembanding dari pihaknya kerap hadir. Tapi sidang selalu ditunda. Sebaliknya terbanding Marthin Hentiana dan kuasa hukumnya tidak datang. Namun, tiba-tiba putusan jatuh dan memenangkan terbanding secara diam-diam.
Pertimbangan PN Ambon dalam putusannya, hanya sebatas kehadiran, ketidakhadiran dan ketidakseriusan pihaknya pada sidang perdana tanggal 29 Agustus, 19 September dan 10 Oktober 2018. Padahal, ketiga jadwal sidang tersebut, pihaknya selalu hadir.
“Bukankah ketidakseriusan tersebut justru sebaliknya ada pada terlawan/terbanding yang tiga kali berturut-turut tidak menghadiri persidangan ataupun kuasa hukumnya dan putusan dalam perkara a quo harusnya verstek, bukan gugur?,” herannya.
Sementara itu, Panitera Notje Leasa kepada wartawan mengaku eksekusi tetap berjalan. Terkait persoalan peta eksekusi yang ditanya warga, Notje mengaku sudah tercantum di dalam persidangan. Sehingga yang dilaksanakan pihaknya kemarin merupakan putusan terakhir Pengadilan atau Peninjaun Kembali (PK).
“Saya belum tutup. Kita masih tunggu alat (exavator) datang. Nanti kalau sudah dipasang dan jadi, maka kita akan eksekusi. Kita usahakan satu atau dua bangunan selesai, kemudian diskor. Nanti lanjutannya besok,” terangnya.
Menurutnya, sebulan setelah eksekusi, pihaknya telah bersama-sama dengan termohon Nurdin Nurlette untuk turun melihat objek. Pihaknya bekerja sesuai dengan Undang-Undang (UU). Yang dilakukannya merupakan perintah UU. Jika tidak dijalankan, maka pihaknya akan dilaporkan ke Mahkamah Agung.
“Kalau soal surat pemberitahuan yang tidak mencantumkan objek itu dikarenakan surat pemberitahuan eksekusi pertama sudah diberikan. Ini kan surat pemberitahun eksekusi lanjutan. Karena surat pertama itu jelas. Jadi mereka jangan salah persepsi,” ungkapnya.
Terkait dengan adanya upaya perlawanan eksekusi yang diajukan Nurdin Nurlette, kata Notje, pihaknya tidak melihat hal tersebut. Apa yang dilakukan pihaknya ini bersandar pada putusan PK terakhir.
“Saya tidak berjalan dengan perlawanan. Yang saya lakukan sekarang ini adalah putusan PK terakhir. Jadi walaupun ada perlawanan sesuai prosedur hukum, tidak menghambat jalannya eksekusi. Eksekusi tetap jalan,” tandasnya.
Terpisah, Monir Kairoty, kuasa hukum Marthen Hentiana mengaku hingga sore kemarin belum dilakukan eksekusi karena terkendala dengan alat berat yang mengalami gangguan.
Terkait adanya perlawanan warga yang mencoba mencegah jalannya eksekusi, Monir meminta mereka untuk mengajukan ke Pengadilan. “Perlawanan bukan seperti perlawanan jalanan seperti begini di lokasi eksekusi. Kalau mereka sedang mengajukan perlawanan ya silahkan saja. Itu hak mereka. Tapi eksekusi tetap berjalan karena putusannya sudah inkrah,” jelasnya.
Menurutnya, pihaknya tidak lagi bertoleransi. Sebab, pintu penyelesaian sudah dibuka lebar. Namun dari pihak termohon eksekusi tidak memiliki etikad baik. “Jadi tidak ada toleransi lagi. Eksekusi tetap berjalan,” pungkasnya. (CR1)
Komentar