Sidang MK, PKB & Nasdem Tuntut PSU

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pendahuluan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) legislatif 2019 di Provinsi Maluku. PKB dan NasDem menuntut digelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) di daerah pemilihan Kota Ambon.
Permohonan diajukan oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang diregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 25-01-31/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019.
PKB sebagai Pemohon melalui kuasa hukum Indra Bayu memersoalkan perbedaan selisih penghitungan suara yang ditetapkan KPU (Termohon) di Dapil Maluku 1 (Kota Ambon).
“Hal ini dapat merugikan Pemohon, dengan hilangnya beberapa kursi perolehan suara yang seharusnya Pemohon dapatkan sebagai akibat dari tindakan Termohon,” jelas Indra dalam persidangan, Kamis (11/7) pukul 08.00 WIB di Ruang Panel Lantai 4 Gedung MK.
Sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan ini dilaksanakan oleh Panel Hakim Konstitusi Aswanto sebagai Ketua Panel dua, bersama Anggota Panel, Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul.
“Dalam melaksanakan tugasya, Termohon melakukan dengan cara yang melanggar prinsip Pemilu sebagai manifestasi dari kedaulatan rakyat yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945,” tambah Indra dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi (MK).
Dikatakan Indra, Pemohon jelas dirugikan oleh tindakan Termohon yang melakukan rekapitulasi penghitungan suara yang merugikan Pemohon dan menangguhkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) sebagaimana Keputusan KPU No. 11/HK.03.01KPTS/8171/KPU Kota/IV/2019. “Pemungutan suara ulang seharusnya dilakukan terlebih dahulu oleh Termohon, mengingat pemungutan suara ulang merupakan rekomendasi Bawaslu Kota Ambon melalui rekomendasi Panwascam di beberapa TPS wilayah Maluku,” papar Indra.
Indra menyebutkan terjadi selisih 273 suara antara PKB sebanyak 9.005 suara dengan Partai Hanura 9.278 suara. “Bila dilakukan pemungutan suara ulang, berpeluang mengubah konfigurasi perolehan suara,” jelas Indra.
Berikutnya Panel Hakim Konstitusi memeriksa permohonan Partai Golkar untuk PHPU DPR-DPRD 2019 Dapil Provinsi Maluku, yang teregistrasi dengan Nomor 175-04-31/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019. Kuasa hukum Partai Golkar, Fahri Bachmid menjelaskan pokok permohonan yang terdiri atas penggelembungan suara sah serta pengurangan suara hingga berbagai kecurangan yang merugikan kader Partai Golkar dan suara Partai Golkar secara keseluruhan. Akibatnya, Partai Golkar kehilangan kursi mulai dari DPR, DPRD Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku.
“Pelanggaran-pelanggaran tersebut terjadi di Kecamatan Kei Besar Selatan, Kecamatan Hoat Sorbai, Kecamatan Kei Kecil, Kecamatan Kei Besar, Kecamatan Kei Kecil Timur Selatan, Kecamatan Kei Kecil Barat dan beberapa kecamatan lainnya,” ungkap Fahmi.
Oleh karena itu, dalam petitum, Golkar menuntut pemungutan suara ulang di seluruh TPS sebagian besar Provinsi Maluku.
Sedangkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengajukan permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 109-10-31/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019. PPP mendalilkan tidak dilaksanakannya rekomendasi Bawaslu kepada KPU untuk melaksanakan PSU pada 8 TPS di Kabupaten Bagian Seram Barat.
“Ada dugaan, petugas KPPS melakukan perusakan, pengurangan dan penghilangan surat suara yang berakibat pada perolehan suara PPP di Kabupaten Seram Bagian Barat,” tegas Bagus Setiawan salah seorang kuasa hukum PPP.
Lain lagi dengan permohonan Partai Nasional Demokrat (NasDem) yang teregistrasi dengan Nomor 201-05-32/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019.
Reza Muhammad Nur selaku kuasa hukum NasDem mempermasalahkan ketidaksesuaian data perolehan suara yang dimiliki Partai NasDem dengan KPU. Akibatnya, NasDem kehilangan satu kursi DPRD Provinsi Maluku dari Dapil Kota Ambon.
Sementara, Partai Gerinda melalui kuasa hukumnya, Raka Gani Pisani, mengungkapkan dugaan praktik penggelembungan maupun pengurangan suara atas nama Johan Johanis lewerissa dan Robby B. Gaspersz Dapil Kota Ambon. Raka menyampaikan soal dugaan praktik kecurangan tersebut saat membacakan gugatan kliennya.
Namun, majelis hakim mempertanyakan bahwa yang dibacakan dalam perkara gugatan ini paling akhir tanggal 31 Mei. Sementara yang dibacakan termohon terdapat materi tanggal 1 Juli.
“Sebentar-sebentar, yang saudara baca yang tanggal 1 Juli ya? Inikan sudah kita informasikan lebih awal bahwa yang dibaca itu adalah tidak lewat dari tanggal 31 Mei. Lah, ini yang saudara baca malah tanggal 1 Juli,” kata Hakim Konstitusi Manahan Sitompul.
Sementara itu, Hakim Aswanto menegaskan, setelah mencermati dokumen, pihak pemohon melakukan penambahan jumlah kecamatan ketika membacakan permohonanan. Sementara dalam permohonan yang diterima oleh mahkamah hanya terdapat 4 kecamatan per tanggal 31 Mei 2019, namun yang dibacakan oleh pemohon mencakup 5 kecamatan.
“Yang kami terima di tanggal 31 Mei ini kan empat kecamatan, kalau anda melampaui, kami dimarahi nanti. Karena itu sudah substansi, menambah dapil, kecuali sudah ditulis menambahkan satu kecamatan,” kata Manahan.
Kecamatan yang disebut oleh kuasa hukum pemohon adalah 5 kecamatan di Ambon yaitu Nusaniwe, Sirimau, Baguala, Teluk Ambon, dan Leitimur Selatan. “Silakan anda lanjutkan permohonan di tanggal 31 Mei itu di halaman 8, itu empat kecamatan,” ujar Aswanto.
14 PEMOHON
MK menggelar sidang pendahuluan PHPU, khusus untuk Maluku 14 partai mengajukan permohonan PHPU.
Pemohon untuk tingkat DPR RI hanya dari Parpol Golkar. Sementara untuk sengketa PHPU tingkat provinsi terdiri dari Partai Golkar pada dapil Malteng, Partai Nasdem dan Partai Gerindra dapil Kota Ambon serta Partai Perindo dapil Kabupaten Maluku Tenggara (Malra). Sementara untuk pemohon tingkat kabupaten/kota, sekitar delapan permohonan yang ikut disidangkan.
“Untuk rincian pemohon dari partai maupun perorangan, saya tidak begitu hapal. Tapi yang jelas ada 14 pemohon parpol khusus untuk Maluku,” kata Komisioner KPU Maluku, Almudatsir Zain Sangadji dihubungi Kabar Timur, Kamis (11/7).
Sangadji mengatakan, dua legal standing yang dipakai dalam PHPU. Pertama jika sengketa antar partai, maka pemohonannya partai sendiri dan juga koalisi untuk perolehan suara partai. Kedua, jika sengketa internal caleg dalam partai legal standingnya perorangan. Misalnya, partai Gerindra yang mempersoalkan perolehan suara di dalam partai.
Pada sidang tersebut, kualifikasi jawaban itu berdasarkan dalil pemohon. Di dalil pemohon itu, ada yang lokusnya langsung di sengketa hakim. Lokus sengketa hakim itu mempersoalkan tentang pertandingan perolehan suara yang ditetapkan oleh termohon kemudian perolehan suara yang diasumsikan oleh pemohon dan akan dibuktikan dalam proses pemeriksaan sidang sengketa hakim.
“Jadi untuk sengketa hakim pemilu sebenarnya lokusnya di situ. Ada beberapa partai yang langsung mendalilkan itu. Jadi konstruksinya memang konstruksi sengketa hakim. Misalnya seperti partai Perindo dan Nasdem di Kota Ambon dan kemudian PKS di Kabupaten Buru. Ini untuk kursi di DPRD Provinsi,” ucap Koordinator Divisi Hukum KPU Maluku ini.
Kemudian, ada juga yang dalil pemohon itu, mempersoalkan tidak dilaksanakannya rekomendasi Bawaslu berkenaan dengan PSU oleh termohon. “Intinya seperti itu,” jelas dia.
Ada juga yang membutuhkan dalil-dalil yang berhubungan dengan objek sengketa hasil yang langsung KPU Maluku lakukan bantahan terhadap angka-angka yang didalilkan oleh pemohon. “Ada juga esepsi tentang legal standing pemohon dalam hal kalau misalnya itu sengketa suara dalam partai caleg antar partai, maka yang punya legal standing itu adalah legal standing perorangan,” kata Sangadji.
Sangadji melanjutkan, misalnya sengketa hakim internal partai, jika legal standing langsung ditandatangani ketua dan sekretaris partai, maka itu disebut legal standing partai. “Itu yang kita eksepsi ke MK untuk memperhatikan dan memutuskan pemohon tidak memiliki legal standing,” paparnya.
Sangadji mengatakan, setelah sidang pendahuluan dengan membacakan permohonan pemohon dilanjutkan pembacaan jawaban termohon, keterangan pihak terkait dan keterangan Bawaslu Maluku pada 16 Juli mendatang.
“Setelah pembacaan pengesahan alat bukti pada 16 Juli mendatang, barulah ada pengesahan atau putusan pendahuluan. Sementara ini, jika ada yang memenuhi syarat formil langsung masuk ke pokok permohonan. Sebab ada beberapa dalil pemohon yang meminta itu. Jadi mereka masih redam putusan dari Bawaslu yang sudah ditindaklanjuti. Misalnya KPU menyatakan itu tidak memenuhi syarat untuk dilakukan PSU, ya diredam ulang untuk diputuskan MK,” kata Sangadji. (MG3)
Komentar