Bau Mark Up di Dana MTQ Buru

Ilustrasi

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Harapan di setiap even daerah terkait 3 S yakni sukses pelaksanaan, sukses administrasi dan sukses prestasi, sepertinya tak dicapai Pemda Kabupaten Buru dalam pelaksanaan MTQ Tingkat Provinsi Maluku ke-28 beberapa waktu lalu. Diduga terjadi mark up anggaran dalam pelaksanaannya.

Dugaan adanya mark up anggaran mulai terkuak setelah dana sebesar Rp 46 miliar dinilai tidak sesuai peruntukkannya. Peruntukkan dimaksud bukan saja dari sisi alokasi anggaran, tapi juga terkait dinas yang seharusnya menangani item-item pekerjaan persiapan momen MTQ tersebut.

Sebut saja, Bappeda Kabupaten Buru diberi tanggungjawab mengelola anggaran proyek penanaman rumput di arena utama MTQ, senilai Rp 500 juta. Badan tersebut juga bertanggungjawab mengelola biaya peliputan media, senilai Rp 300 juta lebih termasuk biaya transportasi dan akomodasi para kru media.

“Karena itu, kita minta Kepala Bappeda dan Sekretarisnya diusut,” ujar sumber Bappeda kepada awak media, di Namlea, Sabtu (22/6). Terhadap dugaan tersebut pihak Kejaksaan diminta melakukan penyelidikan terhadap badan daerah itu. “Terutama Kepala Bapeda Kabupaten Buru Najib Hentihu dan sekretarisnya Ulfa,” kata sumber.

Data yang diperoleh pihaknya, kata sumber, ditemukan sejumlah item pengeluaran atau belanja yang tidak sesuai harga dalam proyek penanaman rumput di alun-alun utama tempat pelaksanaan MTQ yang total pengeluarannya mencapai Rp 500 juta.

Anehnya, hingga saat ini kontraktor yang memenangkan proyek tersebut tidak diketahui, juga tendernya seperti apa dan kapan dilaksanakan. Di lain pihak ada informasi, kalau setiap ASN di Bappeda Kabupaten Buru diinstruksikan setiap hari dalam rangka persiapan MTQ diwanti-wanti membawa rumput sendiri ke lokasi yang telah ditetapkan.

Kini beredar isu di masyarakat kalau dana yang dialokasikan untuk proyek penanaman rumput itu terindikasi korupsi.

Selain proyek tersebut, indikasi korupsi juga terjadi sehubungan MoU dengan salah satu TV lokal, realisasi biayanya tidak sesuai nilai kontrak yang sudah disepakati. Selain stasion TV tersebut, di duga ada korban lain dari 4 stasion TV nasional. “Dalam hal ini Bapeda yang nilai kontraknya juga perlu dipertanyakan, sehingga perlu diaudit berapa besar anggaran persisnya.

Dalam draf kerjasama yang dibuat Sekretaris Bapeda ditentukan nilai biaya untuk setiap media TV nasional Rp 17 juta, yang diawali dengan penawaran media.

Namun besar dana yang diterima masing-masing TV nasional hanya sebesar Rp 15 juta. Dengan alasan Rp 2 juta itu merupakan hibah untuk empat media lainnya yang tidak terdaftar dalam draf alokasi biaya liputan.

Tapi yang terjadi TV nasional dimaksud hanya menerima biaya peliputan sebesar Rp 6 juta. Sedang media-media yang disebutkan tidak terdaftar hanya mendapatkan konpensasi biaya liput Rp 1 juta.

Itu juga biaya liput Rp 1 juta untuk empat media lain tersebut diberikan kuitansi dengan nama media masing-masing.

“Anggaran yang kami terima ini kan hibah dari rekan-rekan TV nasional, seharusnya tidak perlu ada kuitansi lagi, kenapa ibu sekretaris suruh teken kuitansi, ada apa ini,”ungkap salah satu awak media.

Menurut salah satu kru TV nasional, hal ini akan menimbulkan kesulitan di kemudian hari. Pasalnya, pembayaran tidak dimintai bukti NPWP dan cap masing-masing media TV tersebut. Dan mungkin saja, masing-masing stasiun TV nasional ini tidak mengetahui adanya MoU dengan panitia MTQ. (KTA)

Komentar

Loading...