Aliansi Pemuda MBD Bakal Demo Kejati

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Mereka sudah disusahkan oknum-oknum koruptor yang bercokol di PT Kalwedo. Kejaksaan jangan berdalih yang aneh-aneh.

Sikap institusi Kejaksaan yang tidak pasti mengusut kasus dugaan korupsi biaya operasional KMP Marsela, bakal memicu aksi elemen pemuda dan mahasiswa di beberapa pulau yang dilayari feri penyeberangan tersebut di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD). Mereka menduga justru Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku yang ditunggangi kepentingan politik.

“Mau kepentingan politik, atau apa, intinya kapal ini tidak beroperasi sejak tahun 2017. Ini kebutuhan rakyat. Mereka sudah disusahkan oleh oknum-oknum koruptor yang bercokol di PT Kalwedo. Kejaksaan jangan berdalih yang aneh-aneh,” ujar salah satu korlap Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Pulau Romang, Kisar dan Wetar, Habel Matena kepada Kabar Timur, melalui telepon seluler, Minggu, kemarin.

Habel menyampaikan hal itu sehubungan rencana demo yang akan dilakukan pekan ini. Surat pemberitahuan, akan disampaikan hari ini ke Polres Ambon, dan sesuai rencana besoknya demo digelar.

Dia menepis alasan Kejati Maluku soal anggaran penanganan perkara tahun 2019. Menurutnya, institusi tersebut mestinya menaruh skala prioritas, dengan mendahulukan kepentingan masyarakat. Kabupaten MBD, kata dia, adalah wilayah kepulauan, transportasi laut tidak boleh disentuh oleh korupsi, sebab akan mematikan perekonomian masyarakat dengan sendirinya. “Buktinya, KMP Marsela sekarang tidak operasi khan? Sehingga kita memohon, kasus ini diprioritaskan dulu,” desaknya.

Sebelumnya Kasipenkum Samy Sapulette bersama Asintenl Kejati Maluku dalam pers rilis yang dikirim via elektronik, menjelaskan, penanganan kasus di Kejati tahun 2019 hanya untuk dua perkara dugaan korupsi.

Sehingga penanganan perkara sesuai urutan kasus yang dilaporkan mana yang lebih dulu, itu yang didahulukan. Dan yang paling mendasar, akui Samy, institusinya tidak ingin dijadikan alat bagi pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik terkait kasus ini.

Tokoh masyarakat kabupaten berjuluk bumi Kalwedo ini, Oyang Orlando Petrusz dihubungi terpisah, mengingatkan Kejati Maluku kalau kasus ini telah menjadi perhatian publik di Kabupaten MBD. Apalagi kasus ini berkaitan erat dengan kebutuhan dasar masyarakat di daerah dengan karakteristik kepulauan itu. “Kalau alasannya seperti itu, kita bisa tuding balik, jangan-jangan Kejaksaan justru yang ditunggangi,” ketusnya.

Diingatkan, jangan sampai sikap Kejati yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat MBD ini akan timbulkan perasaan antipati terhadap jaksa. Kasus ini, katanya, betul-betul menyentuh kepentingan langsung masyarakat. Dan bukan soal ada anggaran atau tidak, sebab hidup matinya perekonomian, pendidikan, dan kesehatan masyarakat MBD, juga turut ditentukan sarana transportasi laut seperti kapal feri ini.

“Jangan jaksa Kejati main-main. Masyarakat kami sudah dibuat resah bertahun-tahun akibat tidak berporasinya KMP Marsela. Mesti diusut siapa aktor intelektual di balik kasus ini,” ingat dia.

Diakui, kalau aroma politik kasus ini memang tinggi di daerah itu. Karena bercampur kepentingan sejumlah elit daerah. Namun, ujar dia, institusi Kejaksaan tidak boleh menjadikan ini pertimbangan untuk menyikapi laporan kasus itu.

Sekadar tahu saja, pelapor kasus ini di Kejati Maluku adalah nakhoda KMP Marsela sendiri yang merasa dirugikan pribadinya, lantaran menemukan adanya indikasi pemalsuan tanda tangan dirinya dalam pengajuan bisaya operasional feri tersebut ke Kementerian Perhubungan RI.

Kepada Kabar Timur eks nakhoda kapal tersebut Fernando Nifan yang mengaku laporan disampaikan ke Kejati pada 22 Maret 2019 lalu. “Beta bukan lapor dugaan korupsi tapi pemalsuan tandatangan beta sendiri terkait pencairan dana doking kapal ini. Pemalsuan ini musti dilaporkan, kalau tidak beta nanti dituduh ikut terlibat korupsi,” akunya.

Adalah usulan biaya doking ke Kementerian melalui Dinasi Perhubungan Provinsi Maluku senilai Rp 1 miliar. Menurutnya, besaran nilai tersebut tidak sesuai dengan tingkat kerusakan yang terjadi pada KMP Marsela.

Alhasil, dia menolak menandatangani proposal pengajuana biaya doking kapal dimaksud dan sama sekali tidak ikut menandatangani usulannya.

Tapi beberapa waktu kemudian, dirinya dikagetkan oleh adanya pemberitahuan dari manajemen PT Kalwedo yang mempertanyakan permintaan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana tersebut oleh pihak dinas.

Disampaikan pula, kalau dirinya harus ikut bertanggungjawab, sebab tanda tangan dirinya sebagai nakhoda KMP Marsela ikut tertera dalam usulan biaya doking dimaksud.

Dia membantah tersebut. Sebab perbedaan tanda tangan yang tercantum pada proposal pengajuan biaya doking di tahun 2017 itu jauh berbeda dengan tanda tangan miliknya.

Informasi terakhir yang diperoleh pihaknya, kalau tanda tangan itu dipalsukan komprador atau petugas kubikasi muatan di KMP Marsela sendiri atas perintah direktur BUMD Kalwedo. “Selain tanda tangan beda, beta punya nama juga ditulis salah, “ beber Fernando Nifan kepada Kabar Timur, Selasa (21/5) lalu.

Selain laporan soal tanda tangan, dia juga melaporkan soal hak-hak 20 ABK yang dipimpinnya yang tidak digubris manajemen PT Kalwedo sebagai pengelola KMP Marsela. Yakni soal upah 4 bulan sisa dari 8 bulan bertugas di atas kapal tersebut yang tidak kunjung dibayarkan. (KTA)

Komentar

Loading...