Tuhuteru Polisi Teladan Indonesia

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Niat Bripka Bastian Tuhuteru tulus membantu masyarakat. Dia menjadi guru dan berhasil membangun sekolah darurat di Dusun Walapau, Desa Namrina, Kecamatan Namrole, Kabupaten Buru Selatan. Anak didiknya 30 orang. 80 persen sudah bisa membaca dan menulis.

Bripka Bastian Tuhuteru, anggota Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyrakat (Bhabinkamtibmas) Dusun Walapau, mendapat penghargaan bergengsi dari Kapolri Jenderal Pol. Muhammad Tito Karnavian. Ia dinyatakan sebagai polisi teladan nomor satu di Indonesia tahun 2019.

PS. Kanit Binmas Polsek Namrole pada Polres Pulau Buru, jajaran Polda Maluku itu menerima penghargaan secara langsung dari Kapolri dalam acara Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Polri di Jakarta, Rabu (12/6).

Tuhuteru, anggota Polri asal Provinsi Maluku ini dianggap berhasil menjalankan kewajibannya di luar tugas dan fungsi Polri. Pengabdian tanpa batas yang dilakukannya di bidang pendidikan. Dia mampu menjadi guru dan berhasil membangun sekolah darurat untuk anak usia sekolah.

Anggota Polri berpangkat empat ekor kuning di pundaknya ini mengaku bersyukur. Padahal, dia sendiri tidak mengharapkan penghargaan itu, lantaran pengabdiannya kepada masyarakat dilakukan secara tulus dari lubuk hati yang paling dalam.

“Prinsipnya jangan memotivasi untuk mendapatkan sesuatu. Jangan berbuat karena berharap sesuatu, itu tidak boleh. Tapi polisi harus serba bisa. Kita bisa lihat peluang di tempat kerja. Polisi bisa jadi guru, pendeta, imam, ustadz, bisa di bidang pertanian, nelayan dan lain-lain,” terangnya kepada Kabar Timur.

Menurutnya, bidang pendidikan bukan wilayah kerja ataupun tugas Polri. Pendidikan merupakan tanggungjawab pemerintah. Tapi, Polri juga bisa membantu tugas pemerintah sebagaimana nawacita Presiden Joko Widodo dan program Kapolri, yaitu Profesional, Modern dan Terpercaya (Promoter).

“Saya awalnya rasa prihatin karena melihat anak-anak tidak sekolah. Saya terpanggil untuk berbuat di luar tugas dan tanggungjawab saya. Saya tidak berharap akan mendapatkan sesuatu. Tapi saya ingin berbuat dengan ada progresnya. Rejeki itu Tuhan sudah atur,” ungkapnya.

Lulusan Sekolah Bintara Polri SPN Paso Polda Maluku pada tahun 2005 awalnya ditempatkan di Ditsabhara Polda Maluku. Ketika bertugas di Dit Sabhara, Tuhuteru kuliah di Universitas Patimura pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Politik jurusan Bimbingan Konseling dan lulus dan mendapat gelar Sarjana Pendidikan (SPd) pada tahun 2012.

Pada tahun 2015, dimutasi ke Polres Buru dan ditempatkan di Polsek Namrole dengan Jabatan Ps Kanit Bimas. Awal mula Tuhuteru terpanggil mengabadikan diri kepada masyarakat sejak diperbantukan menjadi anggota Bhabinkamtibmas tahun 2016. Kala itu ia melihat anak usia sekolah mulai dari 7-18 tahun tidak mengecap pendidikan.

“Kurang lebih terdapat 30 anak. Keseharian mereka hanya berkebun, berburu, membantu orang tua. Sementara untuk wanita di sana mereka menikah di usia muda. Mereka ini masih berpegang teguh dengan adat istiadat. Dari situ beta (saya) tergerak hati,” ujarnya.

Di awal melaksanakan tugas, Tuhuteru sempat ditolak masyarakat setempat. Penolakan warga merupakan imbas dari sejumlah orang yang pertama kali datang di dusun itu. Mereka berniat membantu membangun sekolah. Tapi di sisi lain, juga menyiarkan agama sehingga masyarakat setempat menolak.

“Beta kemudian menyampaikan bahwa beta ini Polisi Merah Putih, bukan polisi agama Islam ataupun agama Kristen. Sehingga bapak ibu tidak usah takut. Bapak ibu kalau terjadi masalah juga pasti akan lapor ke beta, karena beta ini Bhabinkamtibmas, beta ini sahabat masyarakat. Dari situ dong (mereka) tarima beta,” jelasnya.

Semenjak diijinkan mengajar, Tuhuteru tidak langsung melakukannya. Dia memulainya dengan menciptakan suasana yang penuh keakraban dengan anak-anak. Sebab, anak-anak setempat masih takut melihat polisi.

Awal perkenalan dengan anak-anak “gunung” yaitu dengan mengajak mereka bermain dan berjalan-jalan mengelingi dusun menggunakan sepeda motor. Mereka diajak mandi dan bermain di sungai hingga rasa takut perlahan menghilang.

“Anak anak ini awalnya masih takut polisi, karena hidup di gunung. Makanya beta bermain, dan jalan-jalan bersama mereka menggunakan sepeda motor. Mereka senang, karena masih anak-anak,” jelasnya.

Setiap kali kembali dari Namrole, Ibukota Kabupaten Buru Selatan, Tuhuteru selalu membawakan makanan. Dia juga membeli sabun untuk memandikan dan membersihkan mereka sebelum proses belajar mengajar berlangsung.

“Setiap mengunjungi mereka, beta selalu bawa gula-gula, kue. Beta kasi mandi dong pakai sabun sampai bersih baru kita belajar. Sampai rasa takut terhadap polisi itu hilang dari benak mereka,” ucapnya.

Dalam sepekan, proses belajar mengajar yang dilakukan Tuhuteru berlangsung selama 3 sampai 4 kali perjumpaan. Pertemuan dengan anak-anak terjadi setelah dirinya lepas piket dari tugasnya sebagai Polri.

“Awalnya belajar di dalam tenda kurang lebih 7 bulan. Kemudian pindah di salah satu rumah Kepala Soa. Puji Tuhan tahun 2017 lewat dan 2018 saya pendekatan dengan salah satu tokoh masyarakat. Kita pendekatan dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Buru Selatan. Oleh perkenan Tuhan, di situ bisa bikin sekolah darurat dari papan,” jelasnya.

Tuhuteru merasa bangga terhadap puluhan anak didiknya yang memiliki semangat untuk terus belajar tanpa mengenal lelah. Alhasil, jerih payahnya dengan mengeluarkan uang sendiri hasil gaji anggota Polri selama ini berbuah manis.

“Dari 30 anak-anak yang awalnya tidak bisa baca tulis, kini kurang lebih 80 persen sudah bisa membaca dan menulis. Kegiatan ini tidak mengganggu saya punya jam dinas. Buku-buku didapat dari swadaya dan kantor arsip daerah. Tapi buku tulis, pena dari uang kering (kantong pribadinya),” sebutnya.

Beberapa waktu lalu, lanjut Tuhuteru, Kapolres Pulau Buru memberikan bantuan kepada siswa-siswa berupa tas dan perlengkapan sekolah lainnya. “Siswa-siswi ini juga menulis surat kepada bapak Kapolres,” ujarnya.

Dusun Waplau terletak 20 Km dari Kota Namrole. Untuk ke sana, harus melewati lintasan jalan tanpa asal, menyusuri sejumlah sungai dan mendaki pegunungan. Jalan beraspal hanya sepanjang 2 Km dari Namrole. Bila musim hujan datang, wilayah tersebut sulit dijangkau kendaraan roda empat maupun roda dua. Karena, jalanan setempat berlumpur dan arus sungai sangat deras.

Menurut Tuhuteru, penghargaan polisi teladan diterima melalui seleksi diikuti 22 Polda di Indonesia ikut. Pesertanya berjumlah 44 orang. Seleksi anggota teladan merupakan program Srena Polri. Terdapat tiga kriteria penilaian, yaitu pendidikan, pertanian dan ketrampilan.

“Dari 44 peserta disaring menjadi 15 orang dan tersisa 6 orang yang dipanggil ke Jakarta. Kemudian disaring melalui penyampaian visi misi unggulan. Puji Tuhan, melalui seleksi itu Polda Maluku ditetapkan sebagai juara pertama tingkat nasional,” jelasnya.

Dia berharap rekan-rekannya Bhabinkamtibmas di Maluku dapat melihat kekurangan masyarakat saat menjalankan tugasnya di desa binaan. “Apa yang bisa kita lakukan, maka lakukanlah dengan tulus. Karena polisi juga harus serba bisa dan menjadi sahabat masyarakat,” sarannya. (CR1)

Komentar

Loading...