Korupsi PLTMG Namlea Semakin Terang

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Terungkap fakta baru perkara dugaan korupsi pengadaan lahan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Minyak dan Gas (PLTMG) di Namlea, Kabupaten Buru.

Lahan seluas 4,87 hektar yang dibeli PLN UIP Maluku dari Ferry Tanaya tahun 2016 lalu, tidak digunakan seluruhnya. Pembangunan PLTMG di atas lahan yang dibeli seharga Rp 6.401.814.600 itu hanya digunakan sekitar 3 hektar lebih. Sementara sisanya 1,4 hektar kini terpasang tanda larangan membangun dari pemilik sebenarnya, yakni Moch Mukadar dan masyarakat adat Liliali.

Penggunaan lahan seluas 3 hektar lebih itu diketahui dari pagar senk yang terpasang mengitari kawasan tanah sengketa itu. Padahal, Badan Pertahanan Nasional (BPN) Buru telah melakukan pengukuran awal batas tanah. Dengan pemakaian lahan 3 hektar itu, maka bau korupsi semakin terkuak dengan nilai pembelian lahan.

“Ada sekitar 1 hektar lebih berada di luar pagar. Makanya kami sudah pasang tanda larangan membangun,” kata Moch Mukadar, pemilik lahan kepada Kabar Timur, Senin (10/6).

Lahan yang tidak ikut digusur berada pada bagian selatan. Patok pengukuran awal dari BPN Buru masih tampak jelas, meski saat penandatangan surat pembelian, mereka tidak dilibatkan.

Menurutnya, alasan pemasangan tanda larangan terpaksa dilakukan karena penyelidikan perkara dugaan penyerobotan lahan yang dilaporkan ke Polres Buru dan korupsi di Kejaksaan Tinggi Maluku hingga kini belum membuahkan hasil.

“Ini karena laporan di polisi dan Kejati Maluku belum ada hasilnya. Belum ada kejelasan. Sehingga kami masyarakat adat memasang tanda larangan,” tegas dia.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Kabar Timur, perkara dugaan korupsi pengadaan lahan PLTMG yang kini di tahap penyidikan, akan memasuki fase berikutnya yaitu audit BPKP. Namun Samy Sapulete, Kasipenkum Kejati Maluku, yang dikonfirmasi belum membenarkan.

“Yang jelas perkara tersebut dalam proses penyidikan, soal apakah sudah ajukan audit ke BPKP nanti saya cek,” tutup Samy.

Terkait laporan kasus penyerobotan lahan ke Polda Maluku dan kemudian di acc untuk ditangani Polres Buru masih jalan ditempat. Terlapor adalah PLN UIP Maluku dan Ferry Tanaya yang mengaku sebagai pemilik tanah.

Penyidik rencananya akan menggandeng saksi ahli dari Universitas Pattimura.

Menanggapi hal itu, Kasat Reskrim Polres Buru AKP Senja DK, belum mengetahui sejauh mana proses penyelidikan. “Nanti saya cek dulu,” kata Senja singkat dihubungi Kabar Timur, kemarin.

Untuk diketahui, tim jaksa Kejati Maluku menemukan unsur tindak pidana korupsi dalam kasus ini. Feri Tanaya pada Mei 2018 lalu disebut sebagai terlapor karena menjual tanah milik Petuanan Negeri Lilialy seluas 2 Ha lebih dan lahan milik Moch Mukadar seluas 2.87 Ha kepada PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Maluku berdasarkan ERPAK Belanda tahun 1938.

Mirisnya, dalam transaksi jual beli itu, Fery Tanaya sedang menggugat Mukadar di MA. Namun gugatannya kalah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon, Pengadilan Negeri Ambon, bahkan di tingkat kasasi Mahkamah Agung TUN serta PK Perdata di MA di tolak tanggal 30 Mei 2017 juga kalah.

Tapi heran Mukadar, di setiap persidangan, Fery Tanaya tidak pernah dihadirkan oleh PLN secara langsung. Dia menyatakan Fery kalah atas lahan yang berada di Desa Lala, Kecamatan Lilialy itu berdasarkan putusan PTUN Makassar No: 94/B/2014, putusan Kasasi MA No 70 K/TUN/2015, putusan MA No 937 K/PDT/2015 putusan PK MA No 184/PK/PDT/2017, dan putusan MA No: 761/K/PDT/2017. (CR1)

Komentar

Loading...