Diduga Korupsi, 10 Pejabat Poltek Ambon Dilapor
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Dari bocoran data yang diperoleh Kabar Timur, terdapat 10 pejabat terkait tender senilai Rp 18 miliar tahun 2014 di Politeknik Negeri Ambon yang dilapor ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku. Selain almarhum Direktur MV Putuhena, ada dua wakil direktur Poltek, masing-masing Julius Buyang dan Fentje Salhuteru.
Tender proyek bernilai kakap yang ditengarai bermasalah ini akhirnya dinyatakan masuk ranah penyelidikan Kejati Maluku. Namun kedua wakil direktur ini juga yang disebut-sebut aktor utama di pusaran kasus proyek yang rata-rata merupakan pengadaan peralatan laboratorium untuk mahasiswa itu.
Kejati Maluku diharapkan mampu tuntaskan dan mengusut kedua wakil direktur ini. Disinyalir, ketika pertama digelar tender proyek yang berasal dari DIPA Politeknik Negeri Ambon tahun 2014 itu telah bertuan alias sudah ada pemenang yang ditentukan.
“Kapasitas mereka jelas, pa Fentje itu ketua tim pelelalangan barang dan jasa. Sedang, Julius Buyang, Wakil Direktur I Bidang Akademik, istilahnya beliau ini sudah yang punya proyek-proyek itu,” beber sumber Kabar Timur, Sabtu (25/5).
Dalam laporannya, LSM Budi Mulia yang dikoordinir Saiful Djurjana, menyebutkan 10 pejabat Poltek yang dilapor diduga kuat menggunakan jabatan untuk melakukan korupsi. Yakni proyek pengadaan peralatan kantor dan laboratorium pada beberapa jurusan di kampus Politeknik Negeri Ambon, kawasan Wailela, Desa Rumatiga, Kecamatan Teluk Ambon. Dengan mata anggaran belanja modal pada DIPA tahun 2014 sebesar Rp 18 miliar pada tahun 2014.
Diduga kuat, semua proyek pengadaan yang didanai oleh anggaran sebesar itu displit atau dipecah-pecah menjadi beberapa item. Hal itu dilakukan untuk menghindari proses tender dan melakukan penunjukkan langsung.
Sialnya, kalau mau menggunakan modus seperti itu, harusnya setiap item yang ingin ditunjuk langsung harusnya di bawah nilai Rp 200 juta sesuai Perpres No.54 tahun 2010. Namun yang dilakukan, adalah penunjukkan langsung proyek-proyek yang telah dipecah dengan nilai antara Rp 300-Rp 700 juta.
Dalam laporannya ke Kejati Maluku akhir April lalu, Saiful menyebutkan, modus yang digunakan yaitu, tender dipersulit, setelah dinyatakan gagal tender lalu dilakukan penunjukkan langsung. Caranya, proyek dipecah-pecah berkisar Rp 300 juta sampai Rp 700 juta sekian, sebelum dilakukan penunjukkan langsung.
Diakui, pengadaan peralatan memang dilakukan seleksi sesuai Perpres 54 tahun 2010. Namun sebut saja Jurusan Akuntansi dan Administrasi Niaga, anggaran senilai Rp 1 miliar lebih dipecah dalam beberapa item pengadaan lalau diatur dengan penunjukkan langsung.
“Kenyataannya ketua panitia lelang dan PPK juga menunjuk langsug CV Pireeli dan CV Rosi Prima Karya melakukan pekerjaan dengan tidak lagi lelang ulang,” ungkap Saiful.
CV Pireeli ditunjuk untuk pengadaan peralatan laboratorium komputer jurusan Administrasi Niaga, sesuai kontrak No.04/PL13/PPK-SPK/APBN/XI/2014 tanggal 6 Nopember 2014 dengan nilai kontrak Rp 650 juta. Sementara pengadaan peralatan laboratorium Kesekretariatan dan Perkantoran Jurusan Administrasi Niaga senilai Rp 352 juta, rekanan yang ditunjuk adalah CV Rosi Prima Karya.
Sedang CV Detira ditunjuk menangani pengadaan peralatan kantor dan peralatan pendukung praktikum Jurusan Akuntansi senilai Rp 489 juta. Sementara pengadaan komputer laboratorium jurusan ini senilai Rp 768 juta lebih ditunjuk lagi CV Rosi Prima Karya.
Disinyalir perusahaan-perusahaan yang disebutkan ini ditunjuk sebagai pelaksana pekerjaan, padahal sebelumnya, melakukan penawaran dengan nilai tertinggi. Panitia lelang disinyalir tidak mempertimbangkan harga penawaran terendah yang lazimnya dijadikan prioritas pemenang tender. (KTA)
Komentar