Kerugian Korupsi Sahran Cs Lebih Dari Rp 3 Miliar

ILUSTRASI

KABARTIMURNEWS.COM,  AMBON - Petugas pelabuhan sampai marah-marah minta barangnya diangkat karena Sahran tidak bayar tempat di pelabuhan. Tapi tidak diangkat-angkat juga, bayangkan itu orang seperti apa.

Terungkap potensi kerugian negara pada perkara dugaan korupsi proyek Reklamasi Pantai Namlea tahun 2015-2016 dengan tersangka adik kandung Bupati Buru, Sahran Umasugy Cs ternyata lebih dari Rp 3 miliar.

Kasipidsus Kejati Maluku Abdul Hakim yang menangani perkara ini mengaku estimasi atau ‘perhitungan perkiraan’ nilai kerugian tersebut berdasarkan tinjauan “on the spot” tim auditor BPK RI di Namlea.

“Perhitungan kasar kita awalnya Rp 1,7 miliar, sekarang Rp 3 miliar. Tapi BPK lebih lagi dari itu. Mereka punya peralatan, hitungnya pasti lebih rinci, lebih banyak kerugian yang dihitung, dari nilai perkiraan jaksa,” ujar Abdul Hakim kepada Kabar Timur, ditemui di ruang kerjanya kemarin.

Sekadar tahu, tim BPK RI sedang merampungkan klarifikasi terhadap semua pihak yang disebut dalam BAP jaksa penyidik perkara ini di Namlea. Selain itu sampel material tanah yang diambil dari lokasi Bandara Namniwel, Desa Sawa, Kecamatan Lilialy, Kabupaten Buru telah dikirim ke laboratorium Politeknik Negeri Bandung, Jawa Barat beberapa hari lalu.

Material yang adalah tanah yang dipakai untuk menimbuni areal reklamasi Pantai Merah Putih Kota Namlea, secara kasat mata menurut Abdul Hakim tidak sesuai bestek dalam kontrak pekerjaan.

Sesuai dokumen kontrak CV Aegeo Pratama dengan pemegang kuasa Memed Duwila, material timbunan adalah tanah pilihan. Tapi orang kepercayaan Sahran Umasugy itu malah menggunakan material buangan dari Bandara Namniwel, yang diambil secara gratis dari lokasi tersebut. “Itu tanah kapur, pasti ndak cocoklah sama kontrak,” ujar Abdul Hakim.

Bukan saja itu, sheet pile atau talud pantai berbentuk huruf “U” yang terbuat dari beton itu seharusnya diletakkan dan dipasang pada lokasi sesuai gambar, ternyata tidak dilakukan. Beton yang juga berfungsi sebagai penahan abrasi pantai ini malah dibiarkan tergeletak di pelabuhan Namlea, tanpa bayar biaya sewa tempat.

“Petugas pelabuhan sampai marah-marah minta barangnya diangkat karena Sahran tidak bayar tempat di pelabuhan. Tapi tidak diangkat-angkat juga, bayangkan itu orang seperti apa,” ujar Abdul Hakim.

Kepada Kabar Timur, bos para jaksa penyidik Kejati ini juga mengaku dari hasil pemeriksaan pihaknya, tender proyek reklamasi pantai yang didanai dua tahap APBN dengan total nilai Rp 5 miliar lebih itu memang diatur-atur.

Dari keterangan sejumlah saksi, tim jaksa berkesimpulan Sahran Umasugy menyalahgunakan kewenangannya sebagai anggota DPRD Kabupaten Buru dengan mengatur tender untuk memenangkan proyek itu.

Lebih jauh, Abdul Hakim menyatakan, belum bisa melakukan penahanan terhadap empat tersangka perkara ini, masing-masing, Sahran Umasugy, Memed Duwila, Sri Julianty dan M Ridwan Pattilouw. Mengingat Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKN) di perkara ini dari BPK RI belum dikantongi. Kalau penahanan dilakukan sebelum ada LHPKN dari BPK RI, dikuatirkan para tersangka akan bebas demi hukum.

Penahanan oleh Jaksa, kata dia, punya limit waktu sesuai aturan. Jika limit waktu dilewati, padahal perkara belum dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor, karena terkendala hasil pasti nilai kerugian negara, para tersangka harus dibebaskan. (KTA)

Komentar

Loading...