Korupsi Dana Desa Rutah Polres Malteng Hilang Jalan?
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Komitmen Polisi mengusut dugaan pemalsuan dokumen dan korupsi dana desa Negeri Rutah oleh Penjabat Raja dan Ketua Saniri sepertinya harus diuji. Sampai dimana pengusutan kasus ini belum diperoleh informasi pasti dari Polres Maluku Tengah (Malteng).
Dihubungi melalui telepon seluler, Selasa (30/10) Kasatreskrim Polres Malteng AKP Syahirul Awap tidak merespon. Boleh jadi jawaban dirinya tempo hari, Awap menganggap sudah cukup.
Terkait respon Polres Malteng yang dinilai cenderung dingin menyikapi kejahatan oknum pemerintah desa seperti di Negeri Rutah, Ketua LSM Pukat Seram Fachri Assyatri menduga, Polres Malteng berada dalam kondisi dilematis. Pasalnya, pemerintah Negeri Rutah Kecamatan Amahai, merupakan lingkaran dekat Bupati Abua Tuasikal.
Dilematisnya begini, kata Assyatri, kalau kasus ini terekspos, luas Bupati Malteng akan dinilai lemah oleh masyarakat dalam mengontrol aparatnya di bawah.
Terkait itu, menurut Assyatri, Polres lebih memilih bergerak diam-diam ketimbang menggembar-gemborkan apa yang dilakukan. Tapi lanjut Assyatri, seharusnya Polres independen menjalankan tupoksi tanpa melihat kepentingan penguasa apalagi mau diintervensi.
Di lain pihak, kata dia, Pemda Malteng seharusnya, tidak tinggal diam. Bupati dalam hal ini harus proaktif bukan sekedar menyerahkan pengusutan kasus tersebut kepada Polres.
Menurut dia, seharusnya Bupati mendorong pengusutan dugaan korupsi. Tidak melindungi aparat di bawah sebab nanti dianggap hukum terkontaminasi oleh kepentingan politik. “Kalau itu terjadi bisa-bisa Polres hilang jalan, pengusutannya ada tanda-tanda tenggelam di laci Polres” ujarnya.
Masih kepada Kabar Timur, sebelumnya Fachri Assyatri mengingatkan Polres Malteng serius menyikapi laporan masyarakat. Menurutnya, bukan rahasia umum sejumlah kasus di daerah itu, setelah sampai di meja penyidik institusi hukum tidak lama kemudian, hilang bak ditelan bumi.
“Jangan ada deal-deal, seperti di DPRD sana. Kalau ada indikasi kuat pelanggaran hukum langsung saja tetapkan tersangka, biar masyarakat menilai Polisi memang bekerja,” tegas Assyatri.
Dia menilai kasus dugaan penipuan dan pemalsuan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) Negeri Rutah layak ditindaklanjuti. Pasalnya, APB Negeri riskan dijadikan dalih guna memuluskan pencairan anggaran Dana Desa dan Alokasi Dana Desa (ADD).
Dengan begitu menurut Assyatri, tidak cukup hanya diusut kasus pemalsuan dan penipuan dokumen APB Negeri Rutah. “Perlu ditelusuri kemungkinan tindak pidana korupsinya. Pencairan dana tahun-tahu sebelumnya bisa terjadi jangan-jangan karena modus pemalsuan ini juga,” katanya.
Saat dihubungi pertengahan Oktober lalu, Kasatreskrim Polres Malteng AKP Syahirul Awap mengaku dia tidak main-main mengusut kasus Penjabat Raja Negeri Rutah Abdullah Lewenussa dan Ketua Saniri Ardiansyah Lewenussa. Dan yang diusut bukan hanya dugaan pemalsuan dokumen APB Negeri Rutah tapi juga unsur korupsinya.
“Khan saya sudah jawab sebelum-sebelumnya. Bahwa penyelidikan bukan saja pemalsuan itu, DD dan ADD-nya juga gimana sih,” tandas Kasatreskrim Polres Malteng AKP Syahirul Awap dihubungi, Selasa (16/10) lalu.
Abdullah Lewenussa dan Ardiansyah Lewenussa dilaporkan tujuh anggota Badan Saniri Negeri (BSN) Rutah dipimpin Abdul Rauf Latarissa ke Polres Malteng. “Duo” Lewenussa dituding menipu dengan cara memalsukan t dokumen APB Negeri Rutah tahun 2018.
Dalam laporannya, BSN Rutah Abdul Rauf Latarissa Cs menyebutkan, APB 2018 disahkan lengkap dengan SK-nya tanpa melalui musyawarah dengan BSN Rutah. Selain palsu, pengelolaan DD dan ADD diduga tidak sesuai realisasi.
Bahkan, aroma kongkalikong Abdullah dan Ardiansyah kuat terindikasi. Terlihat dari proyek senilai Rp Rp 46.516.050 yang dianggarkan dari Silpa DD/ADD Tahun 2015, 2016 dan 2017 diberikan Abdullah untuk dikerjakan oleh Ardiansyah.
Indikasi Silpa tiga tahun kucuran DD/ADD ini dipakai berdua, tampak jelas dari tidak pernah disampaikannya laporan dana sisa tersebut ke anggota Saniri Negeri.
Sementara aroma korupsi juga tercium dari dugaan mark up pada APB Negeri tahun 2018 . Yakni, pada item pengadaan 5 buah mesin ketinting seharga @ Rp 19.280.000 x 5 buah = Rp 96.400.000.- Sementara harga jual per buah mesin tersebut di toko kurang lebih Rp 5.000.000.
Mark up juga terjadi dengan menggabung RAB jembatan Mahinano 12 x 5 meter dan RAB jembatan Sidji 8 x 4 dengan biaya Rp 346.805.000.- jika nilai itu dikurangi dari biaya jembatan Mahinano, sebesar Rp 122.170.000, hasilnya pembiayaan Jembatan Sidji lebih besar senilai Rp 224.635.000.-.
Padahal di lapangan, ukuran jembatan Sidji lebih kecil daripada jembatan Mahinano.(KTA)
Komentar