Gubernur Didesak Minta BPK Investigasi Bank Maluku

Istimewa

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON - Banyaknya dugaan skandal di Bank Maluku menurut pengamat korupsi Adhy Fadly sudah saatnya Gubernur Maluku Said Assagaff selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank Maluku legowo meminta BPK RI bertindak.

“Sebelum masa jabatan Pa Gub selesai, kita berharap beliau legowo. Yakni meminta BPK RI melakukan audit investitigativ agar seluruh kasus di Bank Maluku terang benderang,”  tandas Koordinator PPM_95 Jakarta Adhy Fadly kepada Kabar Timur, Selasa, kemarin melalui telepon seluler.

Sebut saja soal kasus kredit macet Jusuf Rumatoras, diduga kuat masih ada yang disembunyikan oleh institusi Kejaksaan. Selain menyembunyikan mantan Dirut Dirk Soplanit dan mantan Direktur Pemasaran dan Kredit Wellem Patty dari bidikan jaksa penyidik, jumlah kucuran kredit macet ternyata bernilai jumbo mencapai Rp 14,6 miliar.

Jusuf Rumotaras disebut-sebut anak emas Bank Maluku. Ini membuatnya relatif mudah mendapatkan kucuran kredit untuk modal usaha. Terkait itu terungkap kalau kasus kredit macet PT Nusa Ina Pratama tahun 2014, nilainya bukan Rp 4,5 miliar tapi Rp 14,6 miliar.

“Kejati Maluku harus membuka dan mengusut kembali kredit macet Jusuf Rumatoras. Ada faktor X apa, sehingga Kejati tidak mengusut dana selebihnya itu. Nilai sebenarnya Rp 14,6 miliar loh, bukan Rp 4,6 miliar,” desak dia.

Berdasarkan informasi yang dihimpun pihaknya, terungkap Kejati Maluku baru menyelesaikan kerugian Negara 4 miliar dari kredit macet PT Nusa Ina Pratama. Dana ini  untuk pembangunan perumahan Grand Place di Desa Poka. Tapi  kerugian Bank masih tersisa Rp 6 milyar belum diusut oleh Kajati.

Yaitu kredit untuk pembangunan perumahan Gadihu, kawasan Kebun Cengkeh, Desa Batumerah, Kecamatan Sirimau. Kemudian kredit pembangunan perumahan di Lateri sehingga total kredit yang dikucurkan pihak Bank Maluku mencapai Rp  14,6 milyar.

“Ini kami anggap aneh bin ajaib. Padahal Kejati Maluku telah menerima laporan dugaan kredit macet Nusa Ina Pratama tahun 2014. Kerugian negara mencapai Rp 10,6 milyar,” kata Adhy.

Pemberian kredit kepada PT Nusa Ina diawali dengan fasilitas pertama, pembangunan Perumahan Grand Palace Desa Poka, yang akhirnya bergulir ke ranah hukum itu. Namun anehnya, masih atas kebijakan Dirut Dirk Soplanit dan Direktur Kredit Wellem Patty ketika itu, diberikan lagi kredit untuk pembangunan perumahan Gadihu.

Bukan hanya itu, kredit juga dikucurkan untuk pembangunan perumahan Lateri, yang merupakan take over atau pengalihan dari BNI 46 Ambon yang mana kreditnya sudah bermasalah waktu itu. Hal ini lagi-lagi memperlihatkan kebijakan pemberian kredit yang menyimpang oleh Dirk Soplanit dan Wellem Patty.

Selain kredit macet PT Nusa Ina Pratama, ternyata masih terdapat laporan kredit macet lain yang tak kalah bombastis, telah diterima Kajati Maluku namun tidak ditindaklanjuti sejak tahun 2014.  Yaitu Kredit macet PT Berlian BrataBakti yang merugikan keuangan Negara sebesar 10,1 milyar. Kredit ini macet pada masa kepemimpinan Dirk Soplanit dan wiliam Patty dan Kepala Divisi Kredit Aletha da Costa.

SKANDAL BM DIPICU MORAL HAZARD

Banyaknya skandal di bank milik Pemda Maluku-Malut ini tak lepas dari buruknya kinerja pengurus bank dimaksud. Fakta terkini terkait ini adalah gagalnya RUPS Luar Biasa mengangkat seorang Direktur Utama (Dirut) bank tersebut.

RUPS Luar Biasa yang digelar 19 Oktober di Hotel Sari Pan Pasific Jakarta, gagal menunjuk calon Dirut yang diajukan. Hal itu menunjukkan, tidak bekerjanya Komite Remunerasi yang diketuai Komisaris Utama Najib Bachmid.

Seharusnya Najib, sebelum membawa calon direksi ke RUPS terlebih dulu menggelar penjaringan bakal calon. Lalu disusul fit and propert test atau uji kelayakan secara terbuka untuk menggaet calon kuat.

Sumber internal Bank Maluku mengungkapkan, RUPS tersebut akhirnya ditolak oleh seluruh pemegang saham ex officio yang terdiri dari Bupati/Wali Kota. “Para pemegang saham marah, karena RUPS ini seperti akal-akalan. Mereka tahu kalau RUPS belum memenuhi persyaratan untuk digelar, tapi dilakukan. Ini juga dianggap pemborosan anggaran,” terang sumber.

Namun disinyalir, hal ini memang diinginkan oleh sejumlah pengurus bank. Padahal, kekosongan telah terjadi lebih dua tahun di posisi tersebut. Dari informasi yang dihimpun, menyebutkan, kondisi dimaksud sengaja dibiarkan oleh oknum-oknum pengurus bank yang terdiri dari komisaris maupun direksi.

“Mereka ingin status quo nya dipertahankan. Status quo itu, kondisi vakum dan tidak ada Dirut defenitif. Mereka ingin yang jadi Dirut adalah orang yang mau ikut irama oknum-oknum pengurus yang ada,” beber sumber Bank Maluku.

Kentalnya kepentingan pribadi ketimbang kepentingan strategis dari bisnis bank memang kerap terjadi. Sumber lain menyebutkan, bahkan bank dijadikan lahan mengeruk keuntungan pribadi pengurus bank sendiri.

Ada anggota komisaris maupun direksi, membukukan kredit modal pada bank, setelah dana kredit cair, malah didepositokan lagi ke bank ini. Deposito kembali tersebut  dilakukan dengan bunga yang lebih tinggi dari bunga saat kredit.

“Jelas-jelas itu moral hazard, atau moral mencari keuntungan pribadi daripada keuntungan bank. Itu yang bikin bank Maluku tidak sehat,” katanya.

Ada lagi direksi yang menggunakan fasilitas kredit, tapi karena peminjaman tidak mampu dikembalikan, sesama oknum direksi terlihat kerap berkomunikasi untuk mencari solusi. “Mudah-mudahan solusi yang menguntungkan bank, tapi kalau misalnya, kredit itu diatur-atur lagi, misalnya diperlunak atau diputihkan atau dihapus, apa tidak kurang ajar itu? sementara orang lain susah bikin seperti itu,” ujar sumer. (KTA)

Komentar

Loading...