Direktur Poltek Ambon Digugat
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON -“Mestinya Direktur Poltek panggil Humas untuk sosialisasikan statuta baru itu dulu. Bukan langsung lantik Wakil Direktur II, kita sangat sesalkan itu,” ujar Marines.
Sebagai Kepala Humas Poltek Negeri Ambon Marines Sugi kesal, dirinya tidak pernah diberi tahu oleh Direktur soal adanya statuta Poltek yang baru. Padahal gugatan terhadap Direktur Poltek Dedy Mairuhu bergulir di pengadilan, gara-gara statuta lama tidak digubris Mairuhu.
Statuta sebuah perguruan tinggi adalah peraturan dasar Pengelolaan Perguruan Tinggi (PT) sebagai landasan penyusunan peraturan dan prosedur operasional PT. “Humas belum pernah baca atau pun lihat isi statuta tersebut. Setahu saya yang diberlakukan masih statuta Nomor 202/2003,” ujar Marines kepada Kabar Timur di Pengadilan Negeri Ambon, Selasa (2/10).
Gara-gara tidak dipedomaninya statuta 202, Direktur Poltek Negeri Ambon Dedi Mairuhu pun digugat mantan Direktur John Elwarin. Ikut jadi tergugat di Pengadilan Negeri Ambon kemarin, adalah Kementerian Pendidikan Tinggi dan Ristek RI.
Terkait hal itu, Marines mengaku belum bisa memastikan statuta versi mana yang dipakai oleh Poltek. Tapi adanya pelantikan Wakil Direktur II yang direncanakan hari ini, kata Marines, itu berarti statuta Nomor 28/2018 mulai berlaku.
Menurut Marines tupoksi Wakil Direktur (Wadir) II yang membidangi kerjasama dan perencanaan merupakan wewenang Wadir IV berdasarkan statuta lama. Namun adanya statuta baru dari Kementerian Pendidikan Tinggi dan Ristek, jabatan Wadir IV praktis dihapus.
“Mestinya Direktur Poltek panggil Humas untuk sosialisasikan statuta baru itu dulu. Bukan langsung lantik Wakil Direktur II, kita sangat sesalkan itu,” ujar Marines.
Usut punya usut, Direktur Poltek dan Kementerian diduga kongkalikong. Faktanya untuk melegalkan kepemimpinan Dedi Mairuhu sebagai Direktur, buru-buru kementerian mengeluarkan statuta Nomor 28/2018.
Di persidangan kemarin, mantan Direktur John Elwarin yang merupakan penggugat menghadirkan saksi anggota Senat DR Agus Siahaya.
Dalam keterangannya di depan majelis hakim, Agus mempertanyakan jabatan Ketua Senat Edi Hukom yang tidak sesuai statuta 202 tahun 2003. Sesuai statuta tersebut, secara ex officio Direktur Poltek adalah sekaligus menjabat Ketua Senat poltek.
Dijelaskan saksi Agus, sejak Direktur Poltek sebelumnya, Putuhena tersangkut skandal korupsi, dilakukan pemilihan Direktur Poltek Negeri Ambon 7 Februari 2018. Maka terpilih Dedy Mairuhu, menggantikan John Elwarin yang menjadi (Plt) Direktur Poltek pasca Putuhena.
Masalah timbul karena Dedy Mairuhu terpilih selaku Direktur namun masih ada ketua senat terpilih sejak Direktur (alm) MV Putuhena menjabat. Itu juga Edi diangkat oleh Putuhena melalui pemilihan tanpa melihat statuta 202. Padahal di dalam statuta tersebut tidak ada yang namanya pemilihan ketua senat.
Di lain pihak pemilihan direktur Poltek pada 7 Februari 2018 lalu juga improsedural. Para anggota senat berhasil digiring melakukan pemilihan direktur karena mereka tidak paham aturan. “Mereka tidak paham aturan (statuta 202) majelis,” kata Agus kepada Hakim Ketua Pasti Tarigan yang didampingi Hakim Anggota Heri Setyobudi dan Esau Yarisetouw.
Kuasa Hukum Penggugat Jopy Nasarany dan Richard Ririhena kepada Kabar Timur mengungkapkan gugatan diajukan karena para tergugat dinilai improsedural. Seharusnya Direktur Poltek Ambon Dedy Mairuhu mengelola perguruan tinggi tersebut berdasarkan statuta 202 yang dianut Poltek.
Faktanya, pemilihan ketua senat digelar oleh almarhum MV Putuhena tidak berdasarkan statuta dimaksud. Diduga Putuhena melakukan pemilihan untuk membackup dirinya yang telah terkena kasus hukum ketika itu.
Namun sejumlaH anggota senat membela Putuhena dan menyatakan telah sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Dikti nomor 139/2004. Tapi ternyata Permen tersebut hanya pedoman untuk membuat statuta. “Diduga ada skenario yang tidak benar dilakukan oleh Putuhena,” ujar Kuasa Hukum Penggugat Richard Ririhena.
Pasalnya, ketika dipertanyakan, pendukung Putuhena menyatakan Permen tersebut akan disosialisasi. Tapi nyatanya, setelah dilakukan pemilihan ketua senat, barulah Permen tersebut difotocopy dan dibagikan. “Ini khan namanya pembodohan. Itu bukan statuta tapi pedoman pembuatan statuta,” ujar Ririhena.
Hal ini lah yang menjadi alasan pihaknya mengajukan gugatan termasuk menggugat proses pemilihan Direktur Poltek 7 Februari 2018 lalu. Yang mana sebelum itu, penggugat mantan Direktur Poltek John Elwarin pernah mempertanyakan ke pihak Kemendikti dan Ristek, soal acuan pemilihan direktur dimaksud.
“Ibu Ani dari biro hukum kementerian bilang statuta yang baru sebagai acuan pemilihan direktur masih dalam rancangan. Tapi ibu Ani bilang jalan saja. Ini juga improsedural dan diduga konspirasi Kemendikti dan ristek,” ujar Ririhena.
Diduga konspirasi sebab sebelum Dedy Mairuhu terpilih, surat-surat dari Kementerian tidak langsung ke kliennya selaku penjabat Direktur Poltek, namun ke Dedy Mairuhu yang saat itu menjabat selaku Wakil Direktur II Poltek. “Berarti selain pemilihan direktur cacat hukum, sudah itu ada dugaan konspirasi lagi dengan Kemendikti,” imbuhnya.
Parahnya lagi, masih Ririhena, kewenangan membuat statuta ada pada senat, bukan Kementerian Dikti dan Ristek. Namun yang terjadi, Kementerian menggelar workshop untuk pembuatan statuta.
Workshop menyusul penyusunan rancangan statuta baru yang masih berproses di Kementerian. “Berarti dia sudah cacat prosedur, kewenangan buat statuta ada di senat, sudah improsedur baru buat workshop lagi. Ibarat di Kristen bilang, su tahun baru, baru bikin Natal, atau di Muslim su Idul Fitri baru biking Puasa, ini khan improsedural,” ujar Ririhena. (KTA)
Komentar