Walikota Ambon Dihadang Pendemo

RUZADY ADJIS/KABAR TIMURNEWS

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON-Walikota Ambon, Richard Louhenapessy dihadang pendemo dari Komunitas Kalesang Maluku saat melintas di Jalan Jan Paays,  tepatnya di depan Kantor Dinas PU Kota Ambon, Kamis, kemarin.

Komunitas Kalesang Maluku menggelar aksi demo. Dalam aksinya mereka mempertanyakan kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, menggunakan simbol kakehang yang merupakan simbol ada di Maluku pada trotoar di Kota Ambon.

Menurut mereka, Lambang Kakehang biasanya dipakai di baileo-baileo (rumah adat) yang memiliki nilai adat.  Dengan begitu, lanjut mereka, apa yang dilakukan Pemkot telah menodai lambang dan simbol adat.

“Apalagi, ditempatkan di trotoar jalan  yang secara langsung diinjak,  pejalan kaki, diludahi, bahkan dikencengi oleh anak negeri sendiri,” kata mereka memprsoalkan dalam aksi tersebut. Mereka bahkan menilai tindakan yang dilakukan Pemkot  jelas menodai adat di Maluku.

Sediahnya aksi dari komunitas Kalesang Maluku akan dipusatkan di Kontor Wali Kota.  Hanya saja,  ketika hendak menuju kantor  Pemkot Ambon ini, tepat di Jalan Jan Paays, mobil Wali Kota tepat berada dibelakang  mereka.

Tanpa tedeng aling-aling, mereka langusng menghadang mobil Wali Kota Richard Louhenapessy.  Melihat mobil dihadang pendemo, sang Wali Kota langusung keluar dari mobil dan menemui para pendemo.

Ketika ditemui Wali Kota, mereka yang menggelar aksi demo langsung menyampaikan tuntutan mereka, dengan meminta Pemkot Ambon mencabut simbol-simbol kakehang yang ada ditrotoar jalan di Kota Ambon.

Mendapat tuntutan para pendemo, sang maestro politisi Kota Ambon ini, tampak tenang dan menjawab semua permintaan pendemo dengan diplomatis. Untuk mencabut simbol-simbol tersebut, Wali Kota meminta pendemo memasukan rekomendasi dari lembaga budaya resmi agar tuntutan pendemo bisa ditindaklanjuti Pemkot.

“Saya pahami apa yang kalian sampaikan. Supaya tuntutan kalian (pendemo), bisa ditindaklanjuti Pemkot dan menjadi dasar bagi Pemkot, yakni rekomendasi resmi haru ada.  Nanti saya undang dong ke kantor untuk kita diskusi,”  jawab Richard diplomatis.

Menyoal soal dasar pikir Pemkot menempatkan simbol kakehang di trotoar, Louhenapessy mengatakan itu adalah identitas. “Itu identitas kita. Cuma pemahaman sekarang berbeda. Dong anggap tidak perlu taruh di tanah. Sama saja kita pakai di baju, kalau itu berbeda, saya maksud lembaga kebudayaan resmi berikan pertimbangannya,” paparnya menjawab pendemo.

Louhenapessy kembali menegaskan, harus dibuat rekomendasi resmi dari Lembaga Kebudayaan Maluku untuk dijadikan dasar bagi Pemkot Ambon dalam mengambil kebijakan. Pendemo menimpali perkataan walikota dengan mengatakan seluruh rakyat Maluku punya hak memberikan rekomendasi.

Menanggapi pernyataan pendemo itu, kembali dijelaskan Louhenapessy segala sesuatu ada mekanisme dan aturannya. “Segala sesuatunya ada hukum dan aturan. Selalu dengan aturan. Kalau semua rakyat mau bikin begitu, pemerintah ini akan kacau balau. Ngerti tidak. Saya mengerti sikap dong semua. Saya minta bikin rekomendasi resmi dari Lembaga Kebudayaan agar menjadi kajian, soal teknis saja. Intinya itu identitas kita, cuma beda persepsi. Kalau begitu jangan disitu tapi di tempat lain, oh boleh, tapi itu jati diri kita agar diketahui kita,”ucapnya.

Kembali didesak berapa lama waktu Pemkot Ambon bisa menindaklanjuti persoalan itu agar jangan sampai bertahun-tahun lamanya,  Richard mengatakan, semakin cepat rekomendasi dimasukkan akan semakin cepat prosesnya.

“Bikin dulu baru sampaikan ke saya. Karena mekanismenya tidak bisa langsung, setelah dimasukkan diakomodir, lalu bahas di dewan. Kalau tidak nanti polisi dan jaksa bisa periksa saya.  Ini uang darimana? Kan begitu. Yang pasti rekomendasi masuk, itu menjadi catatan. Kalau tidak dirubah, baru dong demo saya lagi, begitu,”tandasnya.

Setelah menjawab pendemo, Walikota Ambon melanjutkan perjalanan  bersama mobil dinasnya menyusuri ruas JL Sultan Hairun, menuju Kantor Pemkot Ambon.  Sementara pendemo melanjutkan aksinya di depan Kantor Balai Kota.

Sebelumnya,  seorang  pendemo diamankan aparat Polres Ambon dalam aksi demonstrasi yang dilakukan Komunitas Kalesang Maluku. Adu mulut sempat terjadi antara kepolisian dan beberapa pendemo lantaran seorang diantara mereka diamankan polisi.

Diamankan seorang pendemo berawal, sesaat sebelum meninggalkan area Pattimura Park, Ambon yang menjadi tempat berkumpul pendemo, salah seorang orator, Christian Sea berorasi ketika aparat kepolisian memeriksa barang bawaan pendemo.

Saat itu, Sea menyampaikan kecurigaan atas keiinginan aparat memeriksa barang bawaan.  “Negara kita bukan negara hukum,” teriak Cristian Sea.  Entah khilaf dalam mengucapkan atau tidak, perkataan Sea membuat aparat keamanan terkejut.

Langsung saja, Kasat Sabhara Polres Ambon, AKP Syarifudin yang berada di lokasi berusaha meminta klarifikasi kepada Sea. Begitupun sejumlah personil Sabhara maupun personil intel. Namun Sea tetap melanjutkan orasi seakan tidak terjadi apa-apa. “Kamu bilang kita bukan negara hukum? Lalu kami aparat yang hadir ini apa?”tanya Syarifudin.

Melihat Sea dilontarkan pertanyaan, rekan-rekannya beradu mulut dengan aparat. Karena tidak ingin Sea menyampaikan kata-kata provikasi, aparat dari Satuan Sabhara langsung mengamankan Sea dari lokasi menuju mobil patroli Sabhara untuk diamankan ke Polres.

Pendemo melakukan aksi dengan berjalan kaki bersama di dalam lingkaran kain putih yang disebut kain gandong menyusuri ruas JL. Pattimura, JL. Jenderal Ahmad Yani, JL. Jaan Paaays. “Bapak Walikota, angkat simbol-simbol kakehang dari trotoar,”teriak orator sepanjang jalan.

Bahkan, para pendemo langsung menutup simbol-simbol kakehang di trotoar jalan dengan menggunakan cat warna hitam pada beberapa titik di JL. Pattimura seperti di trotoar jalan depan pintu masuk SD Pelatihan, di trotoar depan pintu masuk SMA Negeri 1 Ambon, di trotoar SMA Xaverius Ambon dan di trotoar depan Gereja Katedral. (RUZ)

Komentar

Loading...