Ribuan Umat Muslim Ambon Shalat Idul Adha

RUZADY ADJIS/KABAR TIMURnews

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON-Ribuan warga Kota Ambon menjalankan shalat Hari Raya Idul Adha 1439 Hijriah Tahun 2018 di Masjid Raya Al-Fatah,Rabu (22/8). Shalat  dipimpin Iman Besar Masjid Raya Al-Fatah, Hi. R.R. Hasanusi dan khatib Ketua MUI Kota Ambon M Rahanyamtel.

Ribuan warga  memenuhi mesjid terbesar di Maluku  itu hingga pelataran mesjid dan jalan dipadati untuk shalat Ied Idul Adha berjamaah. Selama berlangusng Shalat, aparat keamanan  Polri-TNI tampak melakukan pengamanan. Pengamanan itu, tak hanya di masjid Raya Al-Fatah, tapi semua masjid di Kota Ambon.

Suara takbir terdengar berkumandang di seantero sudut Kota Ambon mengagungkan kebesaran Allah SWT.  Ketua MUI  Muhammad Rahanyamtel dalam khutbahnya mengatakan, saat ini para jamaah haji di seluruh penjuru dunia tengah menyelesaikan rukun-rukun haji di Makkah, Arab Saudi.

Dikatakan, ibadah haji mencerminkan kepulangan manusia kepada Allah yang mutlak yang tidak memiliki keterbatasan, tak diserupai oleh suatu apapun. “Pulang kepada Allah adalah gerakan menuju kesempurnaan, kebaikan, keindahan, kekuatan, pengetahuan , nilai dan fakta-fakta,” kata pria yang juga dosen di IAIN Ambon itu.

Menurutnya, merayakan Hari Raya Idul Adha (hari raya kurban),  tidak lepas dari mengingatkan manusia terhadap jejak hidup keluarga Nabi Ibrahim AS. Dimana dengan sabar, pengorbanan dan kerja keras. “Nabi Ibrahim adalah sosok manusia yang sabar dengan berbagai ujian yang didatangkan oleh Allah Azza Wa Jalla,”  ujar dia.

Terlebih lagi, lanjut dia, ketika Nabi Ibrahim AS diperintahkan menyembelih anaknya, Ismail.  Dengan sabar Nabi Ibrahim AS mematuhi perintah Allah tersebut. Begitupun Ismail, sang anak dengan ikhlas menerima apa yang diperintahkan Allah kepada ayahnya.

Pada akhirnya, ketika Ismail hendaknya disembelih Nabi Ibrahim AS sebagai bentuk ketaatan atas perintah Allah untuk berkurban, Allah menggantinya  dengan seekor kambing dari surga sebagai bentuk kemurahan hati Allah SWT terhadap kesabaran dan ketaatan dua mahluk ciptaannya itu.

Nabi Ibrahim, kata dia, disebut sebagai bapak Tauhid karena Ibrahimlah yang membangun dasar Tauhid kepada Allah melalui penalaran akal terhadap fenomena alam, masyarakat dan diri manusia untuk sampai kepada keyakinan hati bahwa Allah adalah pencipta langit dan bumi, Allah Ta’ala sebagai satu-satunya Dzat yang disembah.

Alqur’an, kata Rahanyamtel, menegaskan dasar tauhid keyakinan bahwa tiada Tuhan yang disembah kecuali Allah, bagaikan pohon yang mengakar kuat, menjulang tinggi dedaunannya dan selalu berbuah. “Artinya kehidupan masyarakat yang beriman itu akan memiliki ketahanan yang kuat dalam arus perubahan zaman, kreatif dan inovatif untuk memberikan perubahan dan perbaikan yang berkesinambungan,”jelasnya.

Lawan dari tauhid, lanjut Rahanyamtel adalah syirik, yakni ketergantungan kepada selain Allah. “Masyarakat yang berpola hidup kontra Tauhid (syirik), Al-Qur’an mengibaratkannya seperti sarang laba-laba yakni selemah-lemahnya sarang. Jangan sekali-sekali kita berpaling dari Allah, karena Allah akan memalingkan kita, jangan berjalan diluar jalan Allah, karena pasti kita akan tersesat, janganlah menggantungkan hidup diluar Allah, karena gantungan itu akan patah. Jangan kita umat Islam membangun peradaban sarang laba-laba, sebab peradaban semacam itu membuat kita umat Islam menjadi lemah bagaikan buih dilautan atau disantap oleh orang-orang lapar di sekelilingnya,”ucapnya.

Salah satu buah dari pohon Tauhid yang dicontohkan keluarga Nabi Ibrahim adalah sifat sabar dan usaha keras. “Sifat sabar pada diri seorang muslim akan menggiring dia kepada tradisi sadar proses yakni pemahaman bahwa segala fenomena dalam kehidupan ini berubah dalam proses, atas semua fenomena kehidupan ini mengikuti tahapan-tahapan perubahan yang harus dilalui satu persatu. Sikap usaha keras akan melahirkan etos kerja yang tinggi bagi seorang muslim,”pesannya.

Dicontohkannya, terpancarnya air zam-zam sebagai simbol dari kehidupan manusia dicapai dengan sifat sabar dan usaha keras atas dasar Tauhid kepada Allah bahwa Allah bersama orang yang sabar dan berusaha. “Allah hanya akan merubah keadaan masyarakat yang mau berbenah diri untuk berubah. Karena itu, Islam sangat tidak berpihak kepada orang yang sifatnya tidak sabar atau tidak sadar proses dan juga perilaku malas atau tidak mau berusaha,”ingatnya.

Tauhid yang kuat akan melahirkan sikap berkurban lanjutnya dalam khutbah. Berkurban pada hari ini (Hari Raya Idul Adha) dengan menyembelih hewan kurban adalah perilaku ketaqwaan kepada Allah. “Daging dan darah hewan kurban tidak sampai kepada Allah, tetapi sikap taqwa kita yakni memaknai serta mewujudkan makna kurban dalam kehidupan sehari-hari . Karena Allah akan menilai setiap niat dan perbuatan kita dalam kurban,”ujarnya mengingatkan.

Maka dari itu, dirinya berpesan,  momentum Hari Raya Kurban ini hendaknya dimaknai dalam konteks pembangunan masyarakat yang ber-Tuhan. “Pilar-pilar pembangunan masyarakat yang berkeadaban ini minimal antara lain menanamkan Tauhid dalam masyarakat melalui ketaqwaan, meningkatkan budaya kerja keras masyarakat, menciptakan karakter masyarakat beradab, memantapkan kehidupan keluarga yang Islami dan menjaga persatuan, persaudaraan dan kerjasama ssbagaimana dicontohkan Nabi Ibrahim AS dan  Nabi Muhamad SAW,”tandasnya. (RUZ)

Komentar

Loading...