Pemeras 15 Raja Ternyata Empat Orang

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON - Bukan hanya dua pelaku pemerasan terhadap 15 raja di Pulau Buru yang ditangkap, 25 Juli 2018 lalu. Tapi ada empat orang  yakni: Julius Sitaniapessy, Irdayanti, Jefri Melatunan dan Herman Gunawan.

Julius dan Irdayanti diproses di Polres Pulau Buru. Sementara dua tersangka kasus pemerasan dan penipuan lainnya di Resmob Polda Maluku. Diduga keduanya oknum polisi. Mereka yang ditangkap karena dianggap sebagai anggota BIN dan Polri gadungan itu ternyata merupakan anggota Kompartemen Investigasi, Monitoring dan Intelejen Reclasseering Indonesia, Wilayah Maluku.

Ketua Reclasseering Indonesia, Wilayah Maluku, Devi Siletti yang ditemui wartawan tidak menampik jika dua tersangka adalah anak buahnya. Bahkan, Ia mengaku bukan saja dua, tapi ada 4 orang yang ditangkap polisi.

“Memang kemarin itu ada lima orang anggota, Yohanes malam langsung pulang, empat orang di sergap disana (Buru). Julius dan Irdayanti diproses di Pulau Buru, sedangkan Jefri dan Herman di proses di Resmob Polda Maluku di Tantui,” kata Sileti kepada wartawan, kemarin.

Sileti mengaku jika kedua anggota yang kini diamankan di Polres Buru itu berangkat bersama 3 anggota lainnya pada 24 Juli 2018 lalu. Diantaranya Yohanes Ruri, Jefri Melatunan, Herman Gunawan, Julius Sitaniapessy dan Irdayannti.

“Anggota tersebut dalam melaksanakan tugas ke Kabupaten Buru Selatan (Bursel) tidak menyampaikan atau memberitahukan kepada pimpinan setempat, dan saya sendiri selaku komandan (ketua),” ungkap Sileti kepada wartawan, kemarin.

Lembaga Reclasseering Indonesia, kata Dia, merupakan lembaga sakral dan indenpenden yang di tunjuk Negara untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan Negara terkait masalah hukum, korupsi, Illegal Loging, Traffiking, perjudian maupun kejahatan lain yang bertantangan dengan persolan hukum.

“Lembaga tidak salah, tapi yang disalahkan itu pribadi oknumnya. Mohon ini dipahami benar oleh publik Maluku dan khususnya di Pulau Buru. Tidak boleh dihentikan, sehingga mereka-mereka yang sudah menyalahgunakan memakai indentitas lembaga, kemudian KPK dan BIN, mereka harus diproses hukum secara tegas sesuai perbuatan yang mereka lakukan,” pintanya.

Sebagai ketua dan perwakilan lembaga di Maluku, Siletti tegas menyampaikan mendukungan penuh tindakan aparat kepolisian menindak anak buahnya yang bertugas tidak sesuai prosedur yang berlaku.

“Secara institusi, saya juga mohon maaf, karena kami punya kerja sama dengan semua instansi pemerintah, khusnya BIN, KPK, Kejaksaan, Kepolisian, dan penegak hukum lainnya,” ucap Sileti.

Terkait dua anggota Reclasseering Indonesia yang diproses di resmob Polda Maluku karena diduga oknum Polri, hingga berita ini diterbitkan belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian.

Diberitakan sebelumnya, Julius Sitaniapessy (63) dan Irdayanti (23), anggota Polri dan BIN gadungan dibekuk polisi. Mereka diduga menipu dan memeras sebanyak 15 Raja di Pulau Buru. Salah satunya Ahmad Bilatu (54), Raja Negeri Maserete, Kecamatan Teluk Kayeli, Kabupaten Buru.

Modus yang digunakan pria 63 tahun dan wanita 23 tahun itu adalah menakut-nakuti korban soal kasus korupsi Anggaran Dana Desa (ADD). Aksi dua warga Kota Ambon ini menyebabkan uang sebesar Rp 7 juta milik Ahmad Bilatu melayang.

“Keduanya ditangkap pada tanggal 25 Juli 2018. Mereka dibekuk pada pukul 04.00 WIT. Data yang kami terima, ada 15 Kades di Kabupaten Buru yang dirugikan,” ungkap Kapolres Pulau Buru, AKBP. Adityanto Budi Satrio melalui Kasat Reskrim AKP. Ryan Yudha kepada Kabar Timur, tadi malam.

Di Ambon, tambah Ryan, Julius Sitaniapessy bermukim di Dusun Batu-Batu RT 035 RW 012, Desa Halong, Kecamatan Baguala. Sementara Irdayanti, menetap di Kawasan Desa Batu Merah RT 001 RW 07, Kecamatan Sirimau.

“Kedua pelaku mengaku sebagai tim 007 dari anggota Badan Intelejen Negara (BIN) dan anggota Polri yang sedang melakukan investigasi tentang laporan pertanggungjawaban keuangan desa tahun 2017,” ungkapnya.

Dalam aksinya, dua pelaku tersebut mengaku mengantongi data fiktif penggunaan ADD yang dipimpin para korban. Temuan kasus dugaan korupsi ADD itu akan diproses secara hukum. Kasusnya tidak dibawa ke ranah hukum, jika korban membayar uang pelicin yang diminta.

“Korban Ahmad Bilatu diperas sebesar Rp 10 juta. Tapi Ia baru membayar Rp 7 juta,” ungkap Ryan via telepon genggamnya.

Ahmad Bilatu yang merasa dirugikan kemudian melaporkan ke polisi. Usut punya usut, ternyata dua pelaku yang dimaksud oleh korban adalah anggota gadungan.

“Barang bukti yang kami sita yakni dua buah Id Card bertuliskan 007 khusus, dua surat tugas khusus dari lembaga Presidium Pusat Reclasseering Indonesia, satu buah buku agenda pencatatan uang masuk dan uang keluar, satu buah handphone merk Lenovo, satu buah handphone merk Samsung,” jelasnya.

Menurutnya, kedua pelaku saat ini telah diamankan di rumah tahanan Polres Pulau Buru. Kasusnya masih terus didalami, karena data yang dihimpun penyidik diduga ada belasan Kepala Desa yang telah menjadi korban.

“Data yang kami miliki ada 15 Kades yang sudah dirugikan. Selain Kades sementara Kades Maserete, Kades Walapia dan Kades Seith juga menjadi korban,” tandasnya. (CR1)

Komentar

Loading...