Pelapor Korupsi SPPD Fiktif di KKT

Desak Hakim & JPU Kejar “Biang Keroknya”

Sonny Hendra Ratissa

KABARTIMURNEWS.COM.AMBON - Dalang atau “biang kerok” dibalik kasus ini masih bebas. Hakim dan JPU diminta kejar.

Pelapor kasus dugaan korupsi SPPD fiktif di Kabupaten Kep. Tanimbar (KKT), Provinsi Maluku, adalah seorang mantan anggota DPRD di Kabupaten itu, bernama: Sonny Hendra Ratissa.

Dari laporan yang dilayangkan ke Kantor Kejari KKT, berbuah hasil. Sejumlah pihak terjerat dan telah menjadi pesakitan di Pengadilan Tipikor Ambon.

Mantan wakil rakyat ini, kembali bersuara. Kepada wartawan, Rabu, kemarin, dia menuding Bupati KKT 2017-2023 Petrus Fatlolon “PF”, sebagai dalang atau “biang kerok” dari dugaan korupsi SPPD fiktif yang dilaporkan itu.

Bahkan, dia juga membongkar skandal dugaan korupsi SPPD fiktif ini dengan menyebut saksi Albyan Towelly yang dihadirkan JPU pada persidangan sebelumnya sebagai kaki tangan “PF”  yang digunakan untuk “merampok” uang negara.

Albyan Towelly dihadirkan JPU bersama 20 saksi pada sidang kasus dugaan korupsi SPPD fiktif di Pengadilan Tipikor Ambon, pekan, kemarin.

Dalam sidang terungkap saksi Towelly mengantar sejumlah uang kepada sejumlah pihak, diantaranya: anggota DPRD, Inspektorat dan oknum di BPK RI.

Menurut dia, dengan terungkap Towelly mengantarkan uang kepada sejumlah pihak menunjukan perannya  sebatas kurir yang dipakai mengamankan kebijakan  atasan, agar semua aliran dana korupsi menjadi lancar dan mulus, sebutnya.

“Saya harus katakan jujur. Sejak PF dilantik jadi bupati KKT, Mei 2017,  Towelly kerap dipakai mengeksekusi kebijakan-kebijakan yang bersangkutan,” ungkap dia.

Informasi lain menyebutkan, ada sejumlah bukti aliran dana SPPD di BPKAD yang juga menyeret nama Albian Towelly di Juli 2017, tiga bulan setelah “PF” berkuasa.

Bukti berupa kwitansi penyerahan dana Rp 350 juta dari Theo Y Oratmangun diberikan kepada Albyan Touwelly. Dalam bukti penyerahan dana, tertanggal 28 Juli 2017.

Dengan serangkaian bukti-bukti itu, dia berharap kasus ini, harus diusut tuntas sampai pada dalang atau “biang keroknya. ”Saya minta JPU dan Hakim kejar otak di balik dugaan korupsi SPPD fiktif di BPKAD ini, sampai tuntas,” minta Ratissa.

Mantan anggota DPRD KKT ini misalnya menunjuk, dari rancangan hingga penetapan Perda APBD, anggaran SPPD BPKAD telah di rancang agar bisa di rampok oleh si biang kerok dan para kroninya.

Menurut dia,  ini kejahatan besar yang harus diungkap terang benderang. Pasalnya, dari sisi penyelenggaraan pemerintahan daerah, bupati adalah orang yang harus bertanggungjawab terhadap dokumen Rancangan APBD yang di usul ke DPRD. Selanjutnya RAPBD dibahas bersama mendapatkan persetujuan sebelum di tetap kan menjadi Perda,” paparnya.

Diberitakan sebelumnya, kesiapan Petrus Fatlolaan “PF” mantan bupati Kabupaten Kep. Tanimbar (KKT), untuk penuhi panggilan  Kejaksaan Negeri (Kejari), Kepulauan Tanimbar, harus mendapat respon positif, korps Adhiyaksa itu, dalam mengungkap dugaan korupsi dana perjalanan dinas Rp 52 miliar  dilingkup Pemerintah Kabupaten Tanimbar itu.

“Diperiksanya mantan Bupatti KKT, dimaksud untuk menangkal pelbagai isu “liar” tentang dugaan keterlibatan yang bersangkutan. Apakah nanti dalam pemeriksaan yang bersangkutan terlibat atau tidak, tentu itu jadi domain penyidik. Setidaknya, dengan pemeriksaan semua menjadi clear,”  ungkap, Rahmat,  peneliti anti korupsi dari Institut Indonesia For Intigrity (INFIT), diminta konfirmasi Kabar Timur, Rabu, kemarin.

Menurutnya, pemeriksaan mantan bupati KKT, harus segera dilakukan sehingga masalah atau informasi keterlibatan yang bersangkutan tidak bias. “Kan, tinggal dipanggil lantas diperiksa. Lagian, yang bersangkutan sendiri yang saya baca di media sudah siap diperiksa. Tinggal menunggu kesiapan penyidiknya. Sebaiknya menurut saya yang bersangkutan harus segera diperiksa,” tambahnya.

Dia mengaku, mendapat informasi Kejaksaan setempatnya sementara melakukan pengembangan penyelidikan dengan melakukan pemeriksaan sejumlah saksi, untuk mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam kasus dimaksud. “Informasi yang saya peroleh seperti itu. Benar atau tidak bisa dikonfirmasi ke pihak yang berwenang,” katanya.

Sebelumnya, mantan Bupati Kabupaten Kep. Tanimbar, Petrus Fatloloan alias PF, akhirnya keluar dengan klarifikasi yang dikirimkan ke sejumlah Whatsapp grup, Selasa, 21 November 2023, kemarin, terkiat dengan isu dua kali mangkir dari panggilan jaksa, dalam kasus dugaan korupsi SPPD Fiktif di kabupaten itu.

Ada tujuh poin  klarifikasi yang diterima redaksi Kabar Timur yang diunggah PF pada sejumlah grup WA, dia menepis semua informasi yang ditulis media terkait dirinya.

“Saya PF tidak pernah dipanggil/diundang dua kali berturut-turut oleh aparat penegak hukum terkait SPPD Fiktif dan pemotongan SPPD di DPRD, Rp. 5 MIlliar, sebagaimana diberitakan,” tulis PF pada poin pertama.

Dia mengaku tidak pernah mangkir dari panggilan. “Saya tidak pernah mangkir. Bila dibutuhkan keterangan dalam rangka pencegahan korupsi dan penegakan hukum sebagai warga negara yang baik saya akan hadir dan berikan dukungan bagi aparat penegak hukum,” sambungnya.

Mantan bupati KKT ini juga menepis bila dirinya sakit. “Saya atas pertolongan Tuhan sampai  hari ini (kemarin), dalam keadaan sehat dan baik adanya, serta berada di Ambon. Tidak seperti yang diberitakan,” tambahnya.

Di poin keempat, disebutkan, dirinya menepis tidak pernah ada penyetoran dara Rp 5 miliar kepada Forkopindo KKT dan itu fitnah. “Ttidak pernah terjadi penyetoran dana Rp 5 milliar kepada Forkopimda Kepulauan Tanimbar sebagaimana yang diduga. Ini fitnah,” tegasnya dalam tulisan klarifikasi itu.

Dia menjelaskan, pada poin kelima, bahwa bila terjadi rasionalisasi anggaran SPPD di berbagai OPD dalam lingkup Pemda Kepulauan Tanimbar adalah sesuai kebijakan Pemerintah Pusat yang disampaikan dalam masa Pandemi Covid-19 dan dilakukan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bersama DPRD yang tertuang dalam APBD serta dibahas dan disetujui bersama-sama, setelah dievaluasi oleh Pemda Provinsi Maluku.

“Semua proses diatas telah dilakukan sesuai mekanisme dan ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku,” katanya.

Dia juga menepis, telepon selulernya selalu aktif. “Telepon seluler saya selalu aktif, dan selalu merespon konfirmasi dari pihak manapun. Jadi aneh jika dibilang sudah menghubungi saya tapi tidak terhubungi,” tepisnya.

Dan, pada poin terakhir, PF mengimbau  warga di KKT untuk tidak terpancing, tidak tidak mudah percaya dengan pemberitaan media yang belum tentu benar. “Pemberitaan akhir-akhir ini diduga cenderung mengandung pesan sponsor dan  kepentingan politik semata,” tutupnya.

Sebelumnya, mantan Bupati Kabupaten Kep. Tanimbar (KKT), Maluku, Petrus Fatlolon, diisukan dua kali “mangkir” panggilan Tim penyidik Kejari, terkait dengan pengusutan dugaan korupsi SPPD Fiktif, yang telah menjerat sejumlah pejabat, salah satunya penjabat bupati setempat, yang menjadi tersangka.

Informasi yang dihimpun Kabar Timur menyebutkan, dua kali panggilan yang dilayangkan korps Adhiyaksa, untuk diperiksa sebagai saksi, kendati yang bersangkutan mangkir alias tidak hadir dengan dalih sakit. “Sudah dua kali dipanggil, tapi belum hadir. Alasannya sakit dalam pengobatan,” ungkap sumber Kabar Timur, Senin, kemarin.

Hanya saja, benar tidaknya, mantan Bupati KKT dalam perawatan lantaran sakit belum dapat dikonfirmasi. Termasuk dua kali panggilan yang dilayangkan jaksa. Juru bicara Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, pun belum dapat terhubung terkait informasi dua kali panggilan terhadap mantan Bupati KKT itu.

Informasi lain yang diperoleh Kabar Timur menyebutkan, mantan bupati KKT, tengah melakukan pengobatan di Singapure. “Kabarnya, biliau (mantan Bupati), sementara berada di Singapure melakukan pengobatan,” ungkap sumber itu. Mantan Bupati KKT, yang coba dihubungi Kabar Timur via telepon selulernya, tidak terhubung.

Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari), Kabupaten Kep. Tanimbar (KKT), Maluku, memastikan mengungkap tuntas kasus dugaan korupsi dana perjalanan dinas fiktif bernilai jumbo dilingkup kabupaten itu.

Mantan Bupati, Petrus Fatloloan diduga kuat terlibat. Keterlibatan Petrus terungkap dalam pemotongan SPPD pada lingkup DPRD setempat bernilai Rp 5 Miliar.

Dana Rp 5 miliar itu diambil dengan dalih menyetor untuk anggota Forkopimdo. Hanya saja, setelah kasus ini terbongkar terungkap kalau dana Rp 5 miliar ini tidak mengalir ke Anggota Forkopindo.

Informasi lain yang dihimpun kabartimurnews.com, menyebutkan, takhanya Rp 5 Miliar dari DPRD, tapi pemotongan alias "sunat" dana SPPD dilakukan terhadap 26 OPD dilingkup Pemkab KKT.

Ironisnya, pemotongan dana SPPD dari OPD digunakan untuk kepetingan pribadi. Salah satunya untuk pembuatan pagar rumah pribadi yang bersangkutan. "Saat ini, pengungkapan dana SPPD fiktif ini, sudah terbukti. Misalnya pada bagian umum sudah divonis bersalah," ungkap sumber di Kejaksaan.

Selanjutnya, menurut sumber itu, kejaksaan tengah menyidik enam tersangka pada bagian keuangan Pemkab KKT. "Salah satu tersangkanya , yakni: penjabat Bupati, saat ini, bersama lima tersangka lainnya," beber sumber itu.

Menurut dia, episode ini masih terus berjalan. Pasalnya, pengungkapan kasus ini mendapat atensi gedung bundar maupun KPK. "Jadi tidak menutup kemungkinan, episode soal ada pemotongan Rp 5 miliar, dari mantan Bupati akan jadi episode berikutnya. Ya, kalau diungkap mantan Bupati bisa kena," bebernya.

Dikatakan penjabat Bupati aktif saja sudah resmi tersangka di kasus ini. Penjabat Bupati, saat ini sebelumnya adalah staf dari mantan Bupati. "Diujung kasus ini anda bisa simpulkan sendiri," bebernya.(KT)

Komentar

Loading...