Hindari Konflik, Perangkat Adat Luhu Beri Warning Pemkab SBB

Ilustrasi

AMBON - Pemangku Adat Negeri Luhu, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), memberikan warning tegas, kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab), setempat, agar tidak paksakan pemenang Pilkades Luhu, untuk dikukuhkan secara adat sebagai raja.

Penegasan ini disampaikan Abdul Rasyid Payapo Ketua Saniri, Negeri Luhu, bersama perangkatnya, kepada Redaksi Kabar Timur, Selasa, tadi, malam.

Dia mengatakan, upaya pemaksaan Pemkab untuk lakukan pengukuhan pemenang Pilkades, sebagai raja dapat memicu konflik di Negeri Luhu.

“Kalau dipaksakan, akan timbul konflik di Negeri Luhu. Pasalnya, yang bersangkutan atau pemenang Pilkades bukan keturunan raja atau soa parentah,” tegasnya.

Menurutnya, merujuk pada Perda Nomor 14 tahun 2019 tentang Saniri Negeri dan Perda Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Negeri, yaitu Badan Saniri Negeri beserta semua pemangku Adat di Negeri Luhu di antaranya Suneth, Palisoa Lisaholith dan Silouw (selaku Tukang Besar Masjid Luhu) dan mereka semua selaku pemegang mandat adat hanya berafliasi dengan Pemerintah Negeriya itu seorang Raja.

Hal ini, juga lanjut dia, diatur pada pasal 18 Perda tersebut. “Olehnya itu dapat kami sampaikan kepada Pemkab SBB menertibkan Kepala Desa Luhu guna melaksanakan tugasnya sesuai Perda Nomor 10 Tahun 2019, Peraturan Bupati 02 Tahun 2020 dan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan tidak boleh mencampur adukan kedudukan seorang Kepala Desa dengan Kedudukan Seorang Raja,” tegasnya.

Dikatakan, seorang Raja diangkat dari yang mempunyai hak Parentah dari Mata Rumah Parentah sesuai Perda Nomor 13 Tahun 2019, bukan melalui proses demokrasi terbuka seperti yang dilaksanakan 19 Desember 2022, lalu.

Untuk itu, dia menagaskan, kepada pihak manapun agar tidak terlibat dalam rencana pelaksanaan Pengukuhan Raja di Negeri Luhu karena bertentangan dengan proses pengangkatan pemimpin di Negeri Luhu.

“Sesuai data dan fakta Abdul Gani Kaliky (Kepala Desa Luhu terpilih) bukan berasal hak Parentah atau Mata Rumah Parentah. Sekali lagi kami tegas kan sesuai hak asal usul turun temurun Pemerintahan di Negeri Luhu beliau tidak berhak diberi gelar sebagai seorang Raja karena bukan haknya,” tegas dia.

Senada dengan Ketua Saniri, diungkapkan ketiga rumah adat yaitu Suneth, Palisoa dan Lisaholith bersama Tukang Besar Mesjid Luhu dimana mereka wajib terlibat dalam pelaksanaan proses Adat di Negeri Luhu.

Ketiganya, bersepakat bersama Badan Saniri Negeri untuk bersama-sama menolak rencana pengukuhan Abdul Gani Kaliky sebagai Raja di Negeri Luhu, karena bukan haknya.

Untuk diketahui, seorang Raja itu diangkat berdasarkan Mata Rumah Parentah dari garis turunan, bukan dengan melaksanakan pemilihan kepala desa, dan bilamana proses ini dipaksakan dikawatirkan memicu konflik yang tidak diinginkan bersama. (KTE)

Komentar

Loading...