Bongkar Pelecehan Seksual Majalah Lintas Dibredel Rektor

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Protes jurnalis di Maluku ramai-ramai pasang tagar: tolak pembredelan dan baca bukan bredel!!

Liputan khusus kekerasan seksual dilansir Majalah Lintas dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, akhirnya berujung dibredel atau dibekukan oleh Rektor Zainal Abidin Rahawarin.

Hasil liputan dengan judul "IAIN Ambon Rawan Pelecehan" menuai kontroversi. Ada pro dan ada kontra. Edisi cetakan majalah cukup heboh dan jadi sorotan pelbagai pihak. Bahkan, oknum-oknum dosen yang diduga terlibat dalam skandal pelecehan seksual menyuruh orang luar “preman” menyerang kantor Redaksi Majalah Lintas yang berlokasi dalam kampus IAIN Ambon itu.

Para penyerang datang dengan dalih protes terhadap isi liputan hingga nyaris beradu otot dengan para awak redaksi. Dua wartawan terkena bogem dari pelaku penyerang yang diutus Ketua Jurusan Kejur Sosiologi Agama di Fakultas Ushuluddin dan Dakwah (Uswah) Yusup Laisouw, Selasa (15/3), lalu.

Rektor IAIN Ambon, Zainal Abidin Rahawarin, tanpa tedeng aling-aling langsung keluarkan Surat Keputusan (SK), untuk bekukan aktivitas majalah tersebut, karena dianggap telah mencemari nama baik IAIN Ambon yang dipimpinnya. Surat “sakti” Rektor membredel Majalah Lintas itu bernomor: 92 Tahun 2022.

Dalam SK “Sakti” Rektor itu, menjelaskan sejumlah pertimbangan dan menjelaskan tentang penertiban LPM Lintas. Diantaranya, menertibkan peran dan fungsi LPM Lintas IAIN Ambon, serta telah berakhirnya masa kepengurusan periode tahun 2021/2022, perlu (LPM) dibekukan.

Selain itu, tulis SK “sakti” rektor menyebutkan, keberadaan LPM Lintas IAIN Ambon sudah tidak sesuai dengan visi-misi IAIN Ambon, perlu dilakukan pembekuan.

Direktur Utama LPM Lintas IAIN Ambon, Sofyan Hatapayo, SK “sakti” pembekuaan LPM Lintas oleh rektor dianggap keliru. “Kalau hanya dalih soal masa kepengurusan atau periodesasi 2021-2022 telah berakhir, kemudian lembaga ini dibekukan. Mestinya periodesasi ini dilanjutkan dengan pengurus baru bukan dibekukan,” tegas Hatapayo.

Selanjutnya, kata dia, menyangkut keberadaan Majalah Lintas yang tidak sesuai dengan visi-misi IAIN Ambon, diktum tersebut hanya dianggap sebagai alasan untuk mencari pembenar dalam upaya untuk membredel saja.

"Keberadaan apa yang dimaksud mengganggu. IAIN sebenarnya membutuhkan Majalah Lintas sebagai fungsi kontrol di kampus. Kami akan temui rektor secepatnya, mengenai pembekuan wadah belajar ini,"tandasnya.

DIKECAM

Pembekuan yang dilakukan Rektor IAIN Ambon itu, ternyata mendapat kecaman sejumlah oarganisasi pers di Maluku, seperti IJTI Maluku, dan AJI Ambon.

"IJTI menilai, tindakan rektor membredel Majalah Lintas di Kampus, sebagai bentuk pengekangan kebebasan dilingkungan kampus. Ini kesalahan atau kekeliruan besar yang dilakukan Rektor IAIN

Ambon,”ungkap Noel Souhaly Ketua IJTI Pengda Maluku, Noel Souhaly, kepada Kabar Timur, Kamis (17/3).

Seharusnya, lanjut Noel, temuan Majalah Lintas tentang pelecehan seksual harus ditindaklanjuti. Sebab regulasi mengenai penanganan pelecehan seksual di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), diduga ada, sebagaimana Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama (Kemenag) Nomor 5494 Tahun 2019,"tegasnya.

Kritikan senada disampaikan Ketua Bidang Advokasi, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Ambon, Nurdin Tubaka, saat dihubungi melalui via telepon seluler. Pihaknya juga mengecam pembredelan Majalah Lintas, menyusul dibekukannya aktivitas Lembaga Pers Mahasiswa itu oleh Rektor IAIN Ambon, Zainal Abidin Rahawarin.

Tindakan Rektor bertentangan dengan konstitusi, pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945; kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan.
LPM Lintas dalam laporannya menguak kasus dugaan kekerasan seksual yang mencatat 32 orang mengaku menjadi korban pelecehan seksual di Kampus Hijau—sebutan IAIN Ambon. Korban terdiri dari 25 perempuan dan 7 laki-laki.

Sementara jumlah terduga pelaku perundungan seksual 14 orang. Di antaranya 8 dosen, 3 pegawai, 2 mahasiswa, dan 1 alumnus. Liputan pelecehan ini ditelusuri sejak 2017. Kasus itu berlangsung sejak 2015-2021.

Pers Mahasiswa, lanjut Nurdin, merupakan salah satu fungsi kontrol yang seharusnya dapat dijadikan sebagai acuan bagi pihak rektorat agar melakukan evaluasi menjadi lebih baik. "Lembaga tidak boleh mengambil langkah yang terkesan arogan seperti itu. Mestinya bentuk tim telusuri hal itu, guna menemukan fakta sebenarnya,"tutupnya.

Akibat tingkah arogan rektor tersebut, netizen Kota Ambon, dan para jurnalis di Maluku ramai-ramai memasang tagar di media sosial #TolakPembredelan dan #bacabukanbredel. (KTE)

Komentar

Loading...